_______________________
Bina memandang telpon genggamnya dengan perasaan campur aduk. Sedari tadi laki-laki yang sudah dia terima sebagai pasangannya tidak berhenti mengirimnya pesan dengan isi segala macam tentang keingintauannya terhadap apa yang sedang Bina lakukan. Sementara pada kenyataannya, dia pasti tau jika pada pukul sekarang ini Bina masih berkutat dengan pekerjaannya.
Awalnya Bina merasa wajar karena isi pesan tersebut berkisar seputar keadaaanya hari ini. Namun, semakin lama dia merasa seolah sedang mendapatkan pesan berantai yang mengharuskannya mengirim pesan setiap waktu.
Bina menghela napas lelahnya. Dia merasa jika keadaan ini masih begitu asing baginya. Baru tiga hari menjalin hubungan semacam ini, dia sudah merasa hidupnya seperti selalu di intai. Setiap malam dia akan akan mendapat telpon hingga berjam-jam lamanya. Setiap hari dia akan terus mendapat pesan meski terkadang mereka masih bisa bertemu di saat istirahat makan siang.
Arggh!!
Bina menggeram sambil menelungkupkan ponselnya yang terus saja bersuara. Di pandanginya laporan kerja yang masih menumpuk, lalu dia mengalihkan pandangan ke arah luar melalui dinding kacanya.
Dia melihat staf yang lain begitu hanyut dalam pekerjan mereka sambil sesekali bergurau untuk melepas penat. Sementara dirinya hanya berdiam sendiri di ruangan ini dengan berkas yang semakin menumpuk untuk diperiksa.
Drrttt drrtt
Tiba-tiba ponselnya bergetar, tanda ada sebuah panggilan yang masuk. Dilihatnya sang penelpon lalu diangkatnya dengan setengah hati.
"Assalamualaikum, Bang."
"Waalaikumsalam. Kenapa chat nya nggak di balas, Bin?" Tanya Abizar di ujung sana.
"Lagi sibuk sama laporan, Bang. Kan harus selesai besok untuk diserahin ke Abang." Jawab Bina dengan tidak semangat.
Abizar ber oh ria lalu terdengar suara kekehan pelan darinya.
"Maaf, ya. Aku nggak bisa berhenti ngirim pesan ke kamu. Padahal kita sama-sama tau kesibukan masing-masing." Tuturmya.
Bina menghela napas sambil menahan diri untuk tidak tersenyum. Tadinya dia begitu kesal dengan sikap Abizar, namun mendengar laki-laki itu sadar akan kesalahannya membuat kekesalan itu sedikit menguap.
Mereka baru saja menjalin hubungan selama beberapa hari, maka tidak aneh jika Abizar masih menggebu-gebu. Sebaliknya, dia merasa jika dirinya lah yang aneh. Karena sejauh ini dia sama sekali tidak terlihat antusias dengan hubungannya. Kemudian Bina berpikir mungkin dirinya perlahan harus lebih bisa memahami sifat Abizar.
"Bina?"
Panggilan itu membuat Bina tersadar.
"Iya?" Tanyanya.
"Sibuk banget, ya? Ya udah, aku tutup aja telponnya. Oh iya, nanti kita makan siang bareng, ya?"
Bina terdiam sejenak lalu menjawab ajakan Abizar.
"Iya."
Setelah sambungan telpon itu berakhir, Bina memeriksa daftar pesan di ponselnya. Dia menggulir layar sentuh di ponselnya sampai bagian terbawah hingga mendapati sebuah kenyataan jika sudah tiga hari ini Radit tidak mengganggunya seperti yang biasa laki-laki itu lakukan.
"Kok dia nggak spam pesan-pesan nggak jelas lagi, ya? Kemana tuh anak?" Gumam Bina lalu mencoba menelpon Radit.
Pada dering pertama, Radit langsung mengangkat telpon darinya hingga membuat Bina mengulas seulas senyum.
"Apaan?" Tanya Radit membuat senyum Bina berubah menjadi raut wajah kesal.
"Kemana aja!!?" Tanya Bina dengan nada tidak santainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BINA
Romance(END) "Aku menggadaikan semua bahagiaku dengan taruhan derita seumur hidup. Apa itu belum cukup hingga kalian ingin menambah derita itu dengan kembali mengulang kesalahan kalian dulu?" Di saat aku hanya diam tak bersuara, mereka mengira aku bahagia...