8. Sekretariat l:y

89.4K 15.3K 10.7K
                                    

"Pokoknya duit tiket kemarin udah selesai ya, aman. Yang masalah nih duit pendaftaran, dari total berapa juta kemarin tuh kita baru bayar setengahnya. Itu gue bener-bener udah ngebayarin semua duit yang dari dekanat dan masih kurang."

Dahi Akmal berkerut mendengar penjelasan panjang lebar dari Mark. Ruang sekretariat yang luang kini terasa sesak.


"Tadinya tuh kita ngerencanain duit dari dekanat bisa buat jajan disana juga kan? Rendi sama Ale juga udah naik-naikin anggaran, tapi ternyata kita dapetnya tetep dibawah ekspektasi bro. Pelit dekanat sekarang," lanjut Mark.

"Aduh iya euy, berarti buat jajan mau ngga mau harus make duit sendiri. Mana Sabtu ieu inaugurasi deui, pasti kaluar duit oge buat ongkos."

Mark merespon Akmal dengan anggukan.

"Ai duit dari himpunan gimana? Sama duit danus?" tanya Akmal.

"Nah itu tiket pesawat sama biaya pendaftaran tuh semua udah gue bayar pake duit dekanat sekaligus duit hima yang emang dianggarin buat kita. Kalo danus yang megang si Jani kan? Belum ada laporan dari dia."

"Wah, teu baleg si Jani. Coba urang telfon dulu." Akmal langsung meraih ponselnya di atas kursi dan mencari kontak Renjani.

"Suruh sekalian bawa duitnya," ujar Mark. "Sekarang gitu. Urgent."


"Eh sama nitip donat madu dong di bawah," celetuk Hendri yang sedaritadi merebahkan tubuhnya di atas karpet berwarna biru tua.

"Gue nitip juga dong beliin permen, asem nih," tambah Jeno.

"Mending lo berdua turun beli sendiri, Jani pasti males dititip-titip," tanggap Mark.


Sementara itu Akmal langsung terhubung dengan Renjani. "Dimana Jan?"

"Mushola, kenapa?" suara Renjani terdengar berbisik.

"Oh.. lagi ngapain?"

"Ya sholat lah?? Ngapain lagi??"

"Oh.. Udah beres solatnya?"

"Udah makanya bisa ngangkat telfon."

"Udah berdoa?"

"Udah."

"Berdoa apa?"

"........? Apaan sih?"


"Berdoa apa ih?!"

"Rahasia lah ngapain bilang-bilang berdoa apa?!"

"IH. Yaudah. Cepet ke sekre sekarang."

"Hah?"

"Ke sekre sekarang. Lantai dua. Buru."

"Iye 10 menit tunggu."


Mencuri waktu istirahatnya sebentar, Mark ikut merebahkan diri pada ujung yang berbeda dari Hendri. Kacamata yang semakin sering ia pakai ia taruh di sampingnya dengan asal. Tidak perlu menunggu lama, ia langsung terpejam.

Bukan hanya Akmal yang merasa hidupnya semakin sibuk dan ramai, tapi Mark juga. Ia kini merasa hidup dari sekre ke sekre karena ia memutuskan untuk mengikuti kegiatan lain di luar jurusan yang ternyata sangat menyita waktunya. Ia bahkan sampai sering melupakan tugas yang harus dikumpulkan pada besok hari atau bahkan malam ini.





HIMPUNAN VOL.2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang