13. Zona Konferensi

66.8K 13K 6.8K
                                    

"Nggak tau, Can

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




"Nggak tau, Can. Gue belum pernah di friendzone-in. Kenapa emang?"

Akmal masih memandangi pesan singkat yang masuk tadi pagi. Entah semalam dia benar-benar tidak sadar, atau memang dia benar-benar penasaran hingga memutuskan untuk bertanya pada kembarannya tersebut.


Namun, jawaban dari Kemal sama sekali tidak membantu. Lucu ya, bagaimana mereka adalah pinang dibelah dua, seperti satu jiwa yang terpisah, dan tumbuh dengan banyak perbedaan. Bukan hanya bentuk wajah maupun karakter, tapi hingga nasib percintaan pun bisa jauh dari kata sama.


"Chat-an sama siapa, sih, lo? Punya pacar, ya?" Tembak Renjani, membuat Akmal langsung membalik ponselnya. Tangannya sempat gemetar, takut Renjani melihat pesan yang sedari tadi ia perhatikan.

"Nggak." Jawab Akmal singkat, kemudian memasukan ponsel ke dalam kantong.

"Perhatiin." Tegasnya. "Kalo 15 menit lagi kita masih muter-muter bahas agenda sidang, gue mau angkat tangan."

"Mau ngapain, Jan?"

"Mau ngacak-ngacak."

"Jangan malu-maluin."

"Ya lo juga jangan diem aja. Mikir gimana caranya biar konferensi ini berjalan efektif."


Seperti rapat-rapat umum yang pernah mereka hadiri sebelumnya, proses ini berjalan cukup alot. Banyak hal yang seharusnya tidak diperdebatkan hingga menghabiskan banyak waktu. Ternyata ego budaya himpunan masing-masing bukan hanya mitos belaka, tapi benar-benar terlihat ketika di dalam forum seperti ini.

Mark memperhatikan setiap argumen yang dilempar dengan serius. Ia mencatat poin-poin yang disampaikan oleh setiap delegasi yang bersuara, kemudian ia susun peta pikiran untuk mencari solusi yang seharusnya sudah ada sejak tadi.





"Gue males ngomong, dah..." bisik Mark pada Renjani yang duduk di tengah.

"Sama," jawab Renjani. "Ini satu ruangan isinya batu semua bukan manusia. Mana pada kenceng-kenceng banget lagi suaranya."

"Heh," Mark menepuk pundak Akmal. "Lo bersuara dong. Harus vokal kalo jadi kahim."

"Males, ah. Nggak penting perdebatannya." Ucap Akmal sambil berpangku tangan.


"Ini apa sih yang geter? Hp lu, ya?" tanya Renjani. Posisi duduk mereka bertiga terlalu dekat, hingga getar ponsel Akmal bahkan sampai terasa olehnya.

Akmal buru-buru mengeluarkan ponselnya dari saku untuk mengecek siapa yang meneleponnya. Namun, bukan mengangkat, ia malah langsung menekan tombol merah untuk menolak panggilan tersebut.

"Siapa?" Tanya Renjani.

"Adek."

"Adek?"

"Kemal."

HIMPUNAN VOL.2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang