Bab 9 [REVISI]

1.3K 56 2
                                    

JANGAN LUPA UNTUK VOTE DAN KOMEN SEBAGAI TANDA APRESIASI PEMBACA TERHADAP KARYA AUTHOR

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

JANGAN LUPA UNTUK VOTE DAN KOMEN SEBAGAI TANDA APRESIASI PEMBACA TERHADAP KARYA AUTHOR

Happy Reading~

Nayya memandangi plafon kamarnya, mencoba mengingat kapan terakhir kali ibunya memeluk dirinya dengan penuh kehangatan, menciuminya dengan penuh kasih sayang, bahkan menyatakan bahwa ibunya sangat bangga punya anak sepertinya. Nayya teringat ternyata tak pernah satu kali pun ibunya memperlakukannya seperti itu, apalagi ayahnya.

Hidupnya sangat dramatis untuk sekadar diceritakan kepada orang awam, kepedihan dan luka selalu menyertai hari-harinya. Tak ada titik terang dalam kehidupannya, dia mencoba mencari jati dirinya dan memulihkan mentalnya tetapi tak berhasil. Bayangan masa lalunya selalu menghantuinya langkah demi langkah.

Sampai dia tersadar bahwa dia sudah kehilangan segalanya. Dia terbangun dan menyadari bahwa ibunya tak pernah memperdulikannya semenjak dia lahir. Dia hanya hasil dari kesalahan orang tuanya dulu. Menyedihkan memang.

“Lagi mikirin apa?” Nayya tersentak ketika Nathan masuk dan memegangi kepalanya memastikan kalo demamnya sudah turun lalu duduk dipinggiran ranjang.

“Saya bisa meramal tau,” ujarnya diiringi kekehan ringan.

“Mana ada di jaman sekarang orang bisa ngeramal, aneh.” Nayya memalingkan tubuhnya membelakangi Nathan yang sedang memperhatikannya.

“Dari kecil, saya gak pernah ketemu ibu saya bahkan ayah saya. Saya hanya diasuh oleh nenek saya yang kebetulan punya panti asuhan. Di sana saya bertemu sepasang suami istri yang hendak mengadopsi anak. Anak itu adalah saya.” Nayya berbalik kembali lalu duduk untuk mendengar cerita Nathan yang tampak menarik.

“Keluarga angkat saya sangat kaya. Rumah mereka besar, mobil berserakan, dan terdapat banyak asisten. Di sana saya merasa seperti terlahir kembali. Merasakan kasih sayang, finansial yang sangat melebihi dari kata cukup, dan pertama kalinya saya mempunyai ibu dan ayah. Terkesan berlebihan, tapi saya merasa menjadi orang paling beruntung kala itu.”

“Namun kejadian tak terduga muncul,” Nathan terdiam sebentar lalu menunduk menatap kakinya yang tampak gelisah.

“Ah, aku sangat banyak bicara. Baru kali ini aku cerita masa laluku pada orang, dan selamat kamu jadi orang pertama yang mendengar cerita saya,” ujar Nathan yang kemudian bangkit dari duduknya. Namun Nayya menahan lengannya agar tetap bersamanya.

“Malam ini, temani aku. Aku takut.”

***

“Nayya!” teriak kedua temannya dengan suka cita menyambut Nayya yang sudah hampir 1 Minggu tidak masuk sekolah. Tentu saja keduanya sangat senang karena bestie mereka sembuh dan dapat berkumpul dengan formasi lengkap.

Alterego [Tahap Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang