Chapter III: Cerita Rachel - Di Antara Rumah yang Kosong

1.1K 36 0
                                    

Ketika aku beranjak dewasa seperti sekarang, lebih tepatnya kelas dua SMP. Aku sangat menyukai apa yang namanya pembicaraan, apalagi berbicara dengan kedua orang tuaku. Seperti sekarang, di waktu senggang karena kami bertiga tengah duduk di pekarangan rumah nenek untuk menghabiskan akhir pekan kami.

"Rachel nggak tahu ya ma, kalau udah keluar rumah hawanya pasti lebih enak."

"Itu mungkin karena kamu penat aja nak." sindir mama.

"Bukan begitu ma, maksud Rachel seperti saat ini. Begitu tenang dan nggak ada suasana yang aneh-aneh kayak di pekarangan rumah kita."

Pekarangan rumah nenek sangatlah luas dan sejuk karena terletak di salah satu daerah di Jawa Barat. Berbeda jauh dengan pekarangan di rumahku yang hawanya terasa aneh.

"Itu perasaan kamu saja kali nak. Papa kadang bersantai di pekarangan rumah nggak ada kok yang aneh-aneh." kali ini timpal papa.

"Makanya kamu jangan mikir yang aneh-aneh." sindir mama lagi

Entah mengapa semakin waktu berlalu, aku mulai merasakan hawa-hawa aneh di sekitar rumah. Susah untuk aku jelaskan, yang jelas ketika aku masih kecil, aku masa bodoh dengan keadaan sekitar rumah, namun beranjak dewasa seperti ini rasanya kok ada yang janggal tinggal di antara rumah-rumah yang kosong itu.

"Rachel masih ingat, dulu mama pernah bilang kalau rumah Ibu Tiara itu berhantu. Makanya pas Rachel pulang sama mama dulu, mama jalannya selalu lebih cepat dibanding Rachel."

"Ah kata siapa?" balas mama mengelak.

"Dulu kan mama bilang seperti itu, masa mama nggak inget sih?"

Padahal jelas dulu mama berkata seperti itu, aku masih ingat betul. Aku aja sampai heran kenapa jalan mama menjadi lebih cepat hingga akhirnya mama membeberkan alasan seperti itu, tapi karena dulu aku masih kecil, aku masa bodoh dengan ucapan mama dan hanya tertawa-tawa saja sambil mengejar mama.

"Udah ah nak, nggak usah ngomong yang aneh-aneh." balas papa.

"Banyak berdoa makanya nak, banyak sholat." balas mama juga.

"Tiap hari malah ma Rachel sholat."

"Ayo semuanya, makan siang dulu."

Terdengar suara Mbak Ismi, pembantu di rumah nenek yang memanggil kami dari dalam.

"Sudah-sudah, ayo makan." ajak papa ke mama dan aku.

Kami bertiga akhirnya masuk ke dalam untuk makan siang. Sepertinya orang tuaku masih belum merasakan keanehan yang aku alami ketika berada di rumah.


Di Antara Rumah yang KosongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang