Chapter XII: Lelaki - Lelaki Malam Itu

843 35 0
                                    

"Ya mungkin memang ada penunggunya kali." ujar Andri ke gue, Rachel dan Mang Rojak.

Sore itu menjelang Maghrib, gue mengajak Rachel yang sedang libur untuk main ke kost. Di halaman depan kost, gue, Rachel, Andri dan Mang Rojak serius mendengar cerita-cerita Rachel. Apalagi si Andri, ia nampak antusias dan caper ke si Rachel. Dasar cowok.

"Iya kak, tapi saya bingung kok gangguin saya terus." ucap Rachel.

"Kamu cantik kali, makanya digangguin terus."

"Andri! Bisa serius nggak?" balas gue sambil mencubit Andri biar dia tahu rasa.

"Tapi selama mang jaga malam, mang nggak pernah tuh lihat yang aneh-aneh neng. Suer!" kali ini timpal Mang Rojak.

"Soalnya mang kan main handphone terus." sindir gue.

"Eh, enggak atuh neng, kadang mang ngobrol kok sama Pak Saprudin."

"Siapa Pak Saprudin?" tanya gue.

"Satpam komplek Din." ucap rachel singkat.

Tiba-tiba suara motor datang mendekat, motor tersebut dikemudikan oleh seorang yang enggak gue kenal dan di belakangnya ada Pak Sanjaya, papa Rachel.

"Asyik sekali, ngobrol apa?" tanya Pak Sanjaya dengan jelas.

"Enggak om, ini Rachel lagi ngobrol-ngobrol dia mau masuk kuliah mana." balas Andri yang dengan sigap langsung berdiri. Dasar caper.

"Sore Pak RT." ujar Mang Rojak.

"Iya, sore juga. Sebentar ya saya masuk dulu, ada yang ketinggalan. Pak Saprudin, tunggu sebentar ya."

"Iya pak."

Oh ternyata itulah Pak Saprudin, suatu kebetulan juga. Ia langsung mematikan motornya dan berjalan ke arah kami sambil menyalami satu persatu.

"Dari mana pak sama papa?" tanya Rachel.

"Dari kantor desa neng, masih ngurus untuk nyoblos." balas Pak Saprudin jelas.

Gue iseng coba bertanya ke Pak Saprudin. Secara ia satpam di komplek ini.

"Pak, saya mau nanya boleh?"

"Boleh dek, nanya apa ya?"

"Bapak kalau muter komplek jam berapa?"

"Saya mah dapat jam jaga malam terus dek. Jam duabelas malam sampai lima pagi."

"Sering digangguin berarti pak?" kali ini tambah Andri.

"Digangguin? Sama hantu maksudnya?"

"I. Iya pak."

"Sering lah dek, apalagi di depan sini persis. Soalnya sebelah rumah pak RT 'kan rumah kosong."

Ternyata Pak Saprudin juga merasakan gangguan tersebut, malah dia langsung menjawabnya tanpa ragu.

"Benar kan apa kataku." ujar Rachel pelan.

"Masa sih pak?"

"Masa sih?"

Dengan rasa penasaran yang tinggi, Andri dan Mang Rojak bertanya hal yang sama ke Pak Saprudin. Namun belum selesai menjawab, papa Rachel keluar dan langsung memanggil Pak Saprudin.

"Pak, ayo pak. Udah ketemu dokumennya."

"Oh, iya ba... Baik pak!"

Sebelum bergegas pergi menuju motornya, Pak Saprudin bicara sepatah kata,

"Nanti malam saya ke sini deh."

Tatapan Mang Rojak, Andri, Rachel dan gue hanya kosong mendengar ucapan Pak Saprudin itu.

"Rachel jangan malam-malam ya pulangnya?" Ucap papanya kepada Rachel.

"I.. Iya pa."

Pak Sanjaya dan Pak Saprudin pun pergi dengan motornya. Kami berempat dibuat penasaran dengan ucapan Pak Saprudin itu.

"Kok dia nggak pernah cerita ke mang ya?" tanya Mang Rojak bingung.

***

Jam menunjukkan pukul setengah tiga pagi, gue terbangun dari tidur gue. Setelah terbangun, gue langsung memaki diri gue sendiri.

"Padahal udah janji dengerin cerita Pak Saprudin, eh malah ketiduran gue."

Gue langsung keluar kamar dan menuju satu-satunya tujuan gue, yaitu kamar Mang Rojak. Kali aja Pak Saprudin dan Mang Rojak masih asyik nongkrong.

Tidak seperti biasanya, pintu kamar Mang Rojak terbuka lebar. Gue mencari-cari di mana Mang Rojak sampai gue menyerah karena nggak ketemu sama dia. Beberapa saat, orangnya muncul dari belakang secara tiba-tiba.

"Neng, neng. Sini neng."

"Ada apa mang?" tanya gue yang langsung mendatanginya.

"Ayo ikut mang."

Sambil menutup pintu kamarnya dan mengambil sebuah kayu putih, Mang Rojak mengajak gue untuk masuk ke dalam kost. Tepatnya ia membawa gue ke kamar Andri. Gue kaget melihat Andri yang terbaring di kasur, ia terlihat mengigil dan terus memegang kepalanya. Di kamar ini juga bahkan ada Pak Saprudin.

"Andri kenapa mang?" tanya gue yang bingung melihat dia ditutupi selimut dan dikompres. 

Sampai akhirnya rasa kebingungan gue di jawab oleh Pak Saprudin.

"Teman adek pingsan tadi, nggak tahu saya juga."

"Pingsan? Pingsan di mana?"

"Di rumah kosong sampingnya Pak RT neng."

Gue kaget mendengarnya, apa para lelaki ini masuk ke dalam rumah tersebut untuk membuktikan cerita mistis itu?

"Lah ngapain sampai masuk ke dalam pak?"

"Nggak neng, begini ceritanya. Tadi kami bertiga masih ngobrol di depan kosan, terus Andri, temennya neng ini katanya nggak percaya sama ucapan saya. Terus dia jalan dan datengin rumah cat putih disebelah rumah Pak RT, nggak lama kemudian dia tiba-tiba pingsan neng. Langsung saya gotong sama Mang Rojak ke kamarnya. Kaget saya juga neng."

Gue mencoba memahami penjelasan Pak Saprudin ini. Gue heran, kok bisa si Andri sampai pingsan kayak gini, emang dia lihat apaan?

"Kok dia mengigil ya pak?"

"Nggak tahu saya juga neng." ucap Pak Saprudin yang menarik selimut untuk menutupi kaki Andri.

"Neng punya obat demam nggak?" kali ini ujar Mang Rojak.

Gue masih ingat masih menyimpan paracetamol di laci kamar.

"Iya mang, saya punya. Tunggu sebentar ya."

Gue langsung berjalan keluar dan menuju kamar untuk mengambil paracetamol. Ada rasa penasaran di dalam pikiran gue, apa sih yang sebenernya mereka bertiga lakuin? Sampai Andri pingsan segala? Apa selama ini cerita Rachel memanglah benar kalau di antara rumahnya memanglah rumah hantu? Karena nggak mungkin juga Andri pingsan secara nggak sengaja.

Duh parno lagi gue jadinya.


Di Antara Rumah yang KosongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang