Chapter VIII: Cerita Rachel - Rekaman Suara

914 36 4
                                    

Malam demi malam aku menunggu kapan suara itu akan muncul lagi. Sudah satu bulan lamanya aku tidak mendengar suara itu lagi. Sampai-sampai di sekolah, aku selalu ditagih oleh Irma soal suara itu. Tapi nyatanya memang suara itu nggak pernah muncul lagi.

Sampai suatu malam ketika aku terbangun menarik selimut untuk menutup kakiku, tiba-tiba suara tersebut hadir.

"Astaga, suaranya muncul."

Dengan cepat aku langsung mengambil handphone yang ada di atas meja samping kasur dan langsung membuka aplikasi perekam suara.

Aku mendekatkan handphone ke tembok kamar yang juga sebagai sumber datangnya suara. Kali ini aku mendengar suara yang samar-samar. Sampai pada akhirnya terdengarlah..

"Oaaa.. Oa...."

Suara tangisan bayi terdengar dengan jelas dan membuatku lari terbirit -birit keluar kamar lalu menuju kamar orang tuaku sambil menangis tersedu.

"Mama... Mama..." jeritku sambil mengetuk pintu kamar.

Pintu kamar pun terbuka, aku langsung memeluk mama dengan erat.

"Mama, suara aneh itu ma.. Suara itu.." ujarku sambil menangis ketakutan.

Mama mencoba menenangkanku, sedangkan papa langsung menuju kamar. Tidak lama kemudian papa kembali dan berkata,

"Tidak ada apa-apa nak. Sungguh."

Aku tidak mendengarkan apa kata papa dan masih terus menangis. Mama pun mencoba menenangkanku juga.

"Sudah nak sudah. Papa biar tidur di kamar Rachel, Rachel tidur sama mama di sini." ujar mama.

Malam itu benar-benar menjadi malam yang menakutkan bagiku. Aku masih menangis karena syok mendengar suara itu. Suara itu benar-benar mirip dengan suara tangisan Raka, anak Ibu Sari dan Pak Reza. Suatu kebetulan karena kamarku memanglah bersebelahan dengan kamar anaknya.

Tapi kan mereka semua sudah pindah lama, lama sekali.

***

Pagi harinya aku langsung kembali ke kamar untuk berganti pakaian dan bersiap untuk sekolah. Sebelumnya aku mencari di mana handphoneku berada, hingga akupun menemukannya jatuh di kolong kasur. Rekamannya pun masih terus berjalan tanpa henti hingga akhirnya aku mematikannya.

Aku sebenarnya ingin mendengar rekaman itu namun perasaan aku masih tidak karuan. Aku pun memutuskan untuk mendengarkan rekaman itu bersama Irma di sekolah.

"Rachel, ayo sarapan." ujar mama.

Aku pun langsung bergegas mengganti pakaian dan menuju ke ruang makan.

***

"Gimana nak? Sudah baikkan?" tanya papa.

"Su.. Sudah pa." jawabku terbata-bata.

"Kamu lihat apa sih nak? Papa semalam tidur di sana nggak ada apa-apa kok." balas papa sambil mengunyah sarapannya.

"Sudah pa, jangan dibahas." balas mama.

"Percuma Rachel cerita karena papa mama selalu enggak percaya sama apa yang Rachel ceritakan!"

Aku langsung berlari dan meninggalkan meja makan dengan sarapan pagi yang belum tersentuh sama sekali. Aku jelas kesal dengan orang tuaku yang masih tidak mempercayaiku dengan hal-hal aneh yang aku rasakan. Padahal kejadian semalam benar-benar membuatku takut bukan main.

***

"Mana Chel suara nangisnya?" ujar Irma kali ini dengan headset yang terpasang di telinganya.

"Kamu dengerinnya yang jelas dong!" sewotku.

"Kok elu sewot sih, denger sendiri makanya nih. Nggak ada suara apa-apa."

Irma langsung memberikan headsetnya kepadaku. Untuk pertama kalinya aku memberanikan diri untuk mendengarkan rekaman suara kejadian malam itu. Aku beberapa mempercepat rekaman itu ke menit-menit yang ku anggap kejadiannya bermula. Namun aku sama sekali tidak menemukan suara tangisan itu.

"Kok nggak ada ya?"

"Gue bilang juga apa." balas Irma yang langsung mengunyah bakso favoritnya.

Aku masih sibuk mencari suara tangisan itu di beberapa bagian, namun yang terjadi masih sama, tidak ada suara apa pun. Benar benar sulit dipercaya.

"Padahal semalam ada suara bayi nangis loh Ma, aku yakin itu dan aku nggak bohong."

"Ya terus suaranya mana Rachel sayang?"

Aku benar-benar dibuat bingung dengan kejadian semalam. Aku berpikir, masa hanya diriku yang mendengarkannya? Papa yang semalam tidur disana katanya tidak ada apa-apa, terus di rekaman ini suaranya nggak ada sama sekali.

"Aku yakin ma, di menit segini suaranya muncul."

"Iya muncul. Muncul suara elo teriak-teriak. Gue sempet kaget tadi."

Ketika aku menunjukkan rekaman suara ini ke Dini untuk pertama kalinya, Dini juga merasa seperti Irma. Nggak terdengar suara tangisan bayi yang aku maksud, hanya terdengar suara jeritanku yang kencang dan suara pintu terbuka, itu saja.

Jadi sulit untuk membuat orang percaya apa yang aku ceritakan ini. Orang berpendapat aku mengigau atau sekedar iseng.

***

"Gimana nak sekolahnya?" tanya mama yang tengah menyiapkan hidangan makan malam.

"Baik ma." jawabku singkat sambil mencuci piring.

"Kamu masih marah ya?"

"Nggak kok ma." jawabku-Padahal sebenarnya aku masih cukup kesal karena tidak ada seorang pun yang mempercayaiku bahkan orang tuaku sendiri.

"Memang semalam kamu dengar suara apa sih nak? Soalnya sebelum mama tidur, mama lihat kamu sudah tertidur pulas kok."

"Iya ma tidur pulas, setelah itu Rachel kebangun karena ada suara berisik di sebelah."

"Suara apa memangnya kalau mama boleh tahu?" tanya mama penasaran.

"Suara Tangisan Raka ma."

"Raka? Raka siapa nak?"

"Raka ma, anaknya Ibu Sari dulu."

Raut wajah mama seketika berubah, mama terlihat terhentak mendengar ucapanku itu.

"Yang bener kamu nak?"

"Tuh kan, mama nggak percaya."

Setelah makan malam sudah siap, mama memegang tanganku seraya berkata,

"Gini deh, mulai malam ini mama akan tidur terus sama kamu nak."

"Beneran ma?"

"Benar, tidur di kamarmu. Terus mama suruh papa tidur sendirian di kamar mama."

Aku langsung memeluk mama dengan erat dan berterima kasih karena mau menemaniku. Di satu sisi aku sangat senang karena mama akan selalu menemaniku, namun di sisi lain aku yakin suara-suara aneh itu tidak akan pernah muncul karena adanya mama. Berkaca dari yang sudah-sudah, kedua orang tuaku belum pernah diganggu oleh hal-hal yang aneh.

Hanya aku yang selalu diganggu.


Di Antara Rumah yang KosongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang