Extra Part 3

16.5K 982 102
                                    

Sedikit info.

Extra part tidak ada di novel, yak!

Di novel nanti akan ada delapan part tambahan. Mantap, kan? Selain konflik semakin greget juga ceritanya semakin bikin baper!

.
.
.

Aroma seduhan kopi mengudara memenuhi ruangan. Si hidung mancung langsung bangkit dari duduk usai melipat koran yang sedari tadi dibolak-balik helai demi helai. Sudah dua puluh menit ia duduk di meja pantry, menemaniku memasak makan malam.

"Harum. Buat aku, ya?"

Kusodorkan cangkir berisi kopi panas ke hadapan. Cocok sekali ngopi sore-sore begini, apalagi di luar tengah hujan deras.

"Silakan, Tuan ...."

"Ck! Kok, Tuan, sih?" protesnya segera. Ia tampak keberatan. Alis bertaut dengan bibir mengerucut.

Sambil mengelap meja pantry, aku duduk di depannya. Saling berhadapan.

"Lalu apa kalau bukan 'Tuan'? Mas selalu saja memerintahku ini dan itu. Bukankah itu sama saja aku ini hanya pelayanmu?" Kutarik bibir ke atas. Menandakan aku tak serius dengan ucapanku. Hanya ingin menggodanya saja.

"Hei! Jangan-jangan ini gara-gara yang semalam itu." Matanya menyipit. Didekatkan wajahnya ke wajahku. Tentu saja membuatku jadi salah tingkah. Suasana yang semula dingin, tiba-tiba berubah memanas.

"Eh ... ng ... t-tidak. B-bukan begitu." Terbata, kubantah ucapannya barusan. Meski semalam itu ... yah, dia terlalu kurang ajar. Meminta jatah berkali-kali. Namun, aku tak membicarakan tentang itu. Kenapa dia pikir aku membahas hal yang memalukan, huh?

Dada berdebar kencang saat tatapannya semakin membuatku malu. Oh, God! Haruskah setiap hari seperti ini? Bisa-bisa jantungan kalau seperti ini terus. Bahkan debaran semakin menggila ketika Mas Aan mendekatkan bibirnya. Oh, tidak! Sepertinya ia akan menciumku!

"Ehm!"

Satu inci lagi bibir kami saling menempel, tiba-tiba Mayang sudah ada di belakang Mas Aan. Berdiri sambil melipat kedua tangan di dada.

Mas Aan segera menarik tubuhnya menjauh. Memutar lalu menyapa sahabatnya tersebut.

"Sudah pulang, May?"

"Sudah. Nih, kuncinya." Mayang menyerahkan benda kecil dengan gantungan berupa dompet kulit berwarna hitam. Setelah itu ia segera masuk kamar tanpa menyapaku. Huft. Apa salahku, Nona? Tega sekali mengabaikanku seolah tak terlihat.

Untung saja Mas Aan tak ambil pusing. Cuek atas tingkah perempuan itu. Aku jadi ikut-ikutan cuek saja. Buat apa dipikir terlalu dalam. Bikin pusing saja.

Sembari aku memotong buah, Mas Aan ngopi. Iseng ia membuka-buka dompet gantungan kunci mobil.

Pria itu tiba-tiba tersedak. Membuatku terlonjak kaget.

"Ish, Mas Aan! Ada apa, sampai keselek gitu?" tanyaku sembari mengelap meja pantry yang basah karena kopi sedikit tumpah.

"Lihat, nih!"

Mas Aan memperlihatkan bagian dalam dompet. Di sana terpasang foto pernikahan kami berdua yang semula utuh, rusak terbelah menjadi dua. Robek dan kusut. Astaga ....

"Ini pasti kelakuan Mayang!" Wajah pria itu berubah merah. Segera bangkit, aku tebak ia mungkin akan menegur Mayang.

Kuraih lengannya segera.

"Sudahlah, Mas. Nggak usah diperpanjang. Toh, kita masih punya foto yang lain. Nyetak lagi juga bisa."

"Nggak bisa gitu, Win. Masa dia robek foto yang bukan miliknya!"

Ranjang PengantinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang