Ekstra Part 1

17.7K 940 114
                                    

Pagi yang indah dan cerah. Secerah hatiku yang semalam telah menunaikan kewajiban sebagai seorang istri. Ah, malu sekali kalau mengingatnya. Bagaimana bisa seorang pria yang kaku bisa bersikap manis seperti itu? Mas Aan tiba-tiba jadi sedikit romantis. Huh, wajahku tiba-tiba memanas kalau memikirkannya.

Hal yang lebih menggelikan lagi adalah ketika sedari tadi pria itu terus saja menggoda. Melakukan hal-hal konyol. Berbeda dari biasanya yang tak pernah bercanda. Kaku dan dingin seperti es batu.

Seperti kali ini. Aku tengah memasak di dapur, tiba-tiba saja Mas Aan memeluk dari belakang. Sontak saja membuatku kaget, hingga hampir menumpahkan isi wajan di atas kompor yang menyala.

"Apaan, sih, Mas? Lepasin! Nggak enak sama Mayang kalau dia lihat kita begini," ucapku sambil melepas pelukannya dan mendorong tubuhnya sedikit menjauh. Kemudian melanjutkan mengaduk nasi goreng yang sebentar lagi matang.

"Kenapa memangnya? Kita, kan, suami istri? Apalagi ... yang semalam itu ... manis sekali."

Astaga! Pakai acara dibahas, lagi! Malunya ... perutku jadi terasa geli bercampur mulas.

Mas Aan lalu menyandarkan tubuh ke lemari es yang berada tak jauh dari tempatku berdiri. Kedua tangan terlipat di dada seraya terus memandangiku dengan segala aktivitas yang kulakukan sambil senyum-senyum.

"Cantik," bisiknya terdengar canggung. Tentu saja wajahku memanas seketika mendengarnya. Lucu. Mau sok romantis tapi gagal.

"Apa?" tanyaku pura-pura tak mendengar. Sekilas kulihat raut wajahnya saat mematikan kompor lalu memindahkan nasi goreng yang telah matang ke mangkok besar. Ia tampak kesal.

"Nggak. Bukan apa-apa."

Lelaki itu marah hahaha ....

Aku akan pura-pura tak tahu dia sedang kesal. Itu akan membuatnya lebih kesal lagi.

.

Nasi goreng, telur mata sapi, kerupuk, acar. Semua telah terhidang di meja.

"Sarapan, Mas. Sudah siap ini."

Mas Aan mendekat lalu duduk di kursi meja makan. Masih cemberut, ia tak berbicara sama sekali. Sepertinya pria tampan ini tukang ngambek. Bahkan untuk hal sepele saja ia tak mau bicara lagi. Dasar kekanak-kanakan.

Aku duduk di sampingnya. Menyendokkan nasi ke piring, disusul lauk dan pelengkapnya.

"Aku panggil Mayang dulu, ya, Mas? Kita sarapan bersama."

Saat bangkit hendak ke kamar Mayang, Mas Aan meraih tanganku.

"Nggak perlu."

"Kenapa?"

"Biarkan dia. Kalau lapar pasti keluar. Nggak perlu berlebihan melayaninya. Buat dirimu senyaman mungkin."

Ya. Mas Aan benar. Sejujurnya, aku tak nyaman ada Mayang di sini. Aku merasa seperti suamiku beristri dua. Namun, aku masih bisa menahan diri karena rasa percaya yang teramat dalam pada pria bermata elang tersebut.

Aku kembali duduk. Mengambil nasi goreng lalu menikmati sarapan berdua saja. Ah, senangnya kalau bisa begini terus setiap hari.

Beberapa menit berlalu, Mas Aan tak berbicara sepatah kata pun.

"Mas?" sebutku lirih.

"Hmm," sahutnya tanpa menoleh.

"Mas marah?"

"Nggak."

"Kok, diam saja dari tadi?"

Tak ada jawaban. Dalam hati aku tertawa melihat wajah cemberutnya yang terlihat lucu. Baru kali ini aku melihat pria berbadan besar dengan kulit kecokelatan, manly sekali, tapi ngambek! Astaga, lucu sekali!

Ranjang PengantinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang