Part 15

20K 1K 144
                                    

Siap-siap baper, Gaes.

Yang lagi ditinggal suami kerja, tahan, sabar. Tunggu beliau pulang 😂

Happy reading ....

.
.
.

Sore telah berganti malam. Suasana di desa begitu sepi. Hanya terdengar suara tonggeret bernyanyi di antara pohon-pohon rindang di belakang rumah.

Aku memutuskan untuk menginap di sini untuk menemani Bapak barang sehari-dua hari. Sampai Bapak benar-benar bisa ditinggal. Sedang pria itu, yang tengah asyik merokok di teras, ikut-ikutan menginap di sini. Alasannya, takut aku berbuat macam-macam. Dasar! Sembarangan menuduh istri! Bukankah dia sendiri yang berbuat macam-macam, malah nuduh orang lain!

Bapak yang tadinya marah-marah karena Gan Aan dua hari tak datang ke rumah sakit, sekarang malah mendukungnya menginap di sini. Cuma digertak dikit saja, nyalinya langsung menciut. Balik bersikap sok manis lagi ke pria menyebalkan itu.

.
.
.

Sudah jam sepuluh malam. Bapak sudah tidur sejak tadi, usai minum obat. Aku baru selesai membereskan semua pekerjaan rumah. Mencuci piring, mencuci pakaian, sekaligus menjemurnya. Bisa saja kulakukan semuanya besok, tapi sengaja kukerjakan sekarang untuk menghindari Gan Aan. Biar dia ditemani Bapak mengobrol sementara aku berkutat di belakang.

Semua sudah selesai. Capek. Mengantuk juga. Aku segera masuk ke kamar, berniat untuk segera tidur. Namun, aku begitu terkejut melihat Gan Aan sudah ada di dalam kamar! Rebahan di ranjang yang sempit! Astaga! Kupikir dia masih merokok di teras.

Melihatku datang, Gan Aan sok santai. Tak mau bangun. Masih tetap telentang di kasur.

"Ngapain Tuan di sini?" tanyaku masih berdiri di ambang pintu sambil kedua tangan terlipat di dada.

"Tidur, lah!" jawabnya santai.

"Iya, maksudnya, Tuan ngapain tidur di sini? Ini, kan, kamarku."

"Kalau bukan di sini, lalu di mana? Masa harus tidur sama bapakmu?"

Ish! Pria ini! Seperti nggak ada rasa bersalah sedikit pun meski telah kepergok melakukan hal menjijikkan dengan wanita lain. Sekarang malah bertingkah seperti tak terjadi apa pun.

Aku berjalan mendekat. Mengambil sebuah bantal lalu ... bug! Kupukul lengannya cukup keras.

"Turun!" pekikku.

"Nggak! Nggak mau!"

"Turun, nggak! Mungkin di rumah Tuan berkuasa, tapi tidak di sini! Ini kamarku!"

"Nggak!"

"Lalu aku tidur di mana? Di sini nggak muat buat berdua ...," keluhku kesal.

"Muat!"

Tanpa diduga, tiba-tiba Gan Aan menarik tanganku dengan begitu kuat hingga tubuh kecilku jatuh menimpa tubuhnya. Astaga! Untuk sesaat kedua pasang mata kami saling bersirobok. Tatapan itu ... hangat, teduh, menenangkan.

Deg.

Detak jantung bertalu. Wajah terasa panas, lalu merambat ke seluruh tubuh.

Sunyi. Tak ada kata terucap.

Aku terkesiap kembali tersadar dari buaian yang memabukkan ketika kulihat dua manik mata itu turun menatap bibir ini. Takut pria itu akan melakukan hal yang lebih, segera kutarik tubuh menjauh, kemudian duduk di sebelah pria berbadan tegap tersebut. Membetulkan jilbab instan yang sedikit berantakan lalu berdehem. Memutar tubuh membelakanginya.

Ranjang PengantinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang