Part 7

2.9K 259 121
                                    

Saat ini sudah pukul 12 siang, namun Shinhye belum juga beranjak dari duduknya. Wanita itu terlalu fokus pada semua berkas yang Chani berikan padanya tadi pagi, masih ingin memahami dengan benar agar ketika sudah benar-benar bekerja nantinya ia bisa melakukannya dengan baik.
             
Shinhye sedikit meringis ketika mendengar bunyi perutnya. Shinhye tahu jika ia lapar sekarang, tapi Shinhye tidak bisa makan siang karena ia tidak memiliki uang. Ia hanya membawa uang secukupnya tadi pagi, itu pun hanya cukup untuk membayar bis ketika pergi dan pulang nanti.
             
Shinhye hanya bisa menelan ludahnya dan memejamkan mata, berharap rasa lapar itu segera hilang. Tapi itu tidak terjadi, malah rasa lapar itu semakin menjadi kala Shinhye mencium aroma dari makanan di dekatnya.
             
Makanan?
             
Shinhye segera membuka matanya dengan lebar, tersentak saat melihat kehadiran Chani di depan mejanya. Pria itu membawa nampan berisi makanan dan minuman di tangannya, dan itu membuat rasa lapar Shinhye semakin menjadi.
             
"Ini, makanlah. Kau tidak boleh melewatkan makan siangmu." Chani meletakkan nampan itu di atas meja Shinhye, membuat Shinhye mengerutkan dahinya.
             
"Chani-ssi, ini untukku?" Shinhye benar-benar bingung. Apa setiap sekretaris mendapat makanan gratis seperti ini?
             
Chani mengangguk sambil menyodorkan nampan itu semakin mendekati Shinhye. Ia lalu menatap Shinhye dengan senyum andalannya.
            
"Ayo makan sekarang, setelah itu kau bisa mempelajari kertas-kertas itu lagi." Chani menunjuk tumpukan-tumpukan kertas yang ada di atas meja. Kertas yang sedari tadi Shinhye baca dan pahami.
            
Dalam hati Shinhye merasa malu karena sepertinya Chani sangat tahu jika ia memang sedang lapar. Shinhye akhirnya mengangguk dan mengambil nampan itu. "Gomawo Chani-ssi untuk makanannya." Shinhye benar-benar berterima kasih pada pria itu. Jika Chani tidak memberi makanan itu, mungkin ia akan kelaparan dan pingsan di sana. Shinhye merutuki dirinya sendiri karena tadi pagi nekat tidak membawa bekal dari rumah.
            
"Ey, jangan berterima kasih padaku, Shinhye. Tapi berterima kasihlah pada bos."
            
Shinhye mengernyit, "maksudmu?"
            
Chani tersenyum simpul, ia lalu menatap dinding kaca di belakang Shinhye. Walau dinding itu tidak bisa melihat orang di dalamnya, tapi Chani tahu kalau Yonghwa bisa melihat mereka. Dinding kaca ruangan Yonghwa memang di desain khusus, agar hanya Yonghwa saja yang bisa melihat aktivitas di luar ruangannya melalui dinding kaca tersebut. Semantara orang yang berada di bagian luar dinding tersebut tidak akan dapat melihat aktivitas apa saja yang sedang Yonghwa lakukan di dalam. Yonghwa pernah berkata pada Chani bahwa dia mendesain dinding kaca seperti itu agar para karyawan tidak mengganggu privasinya. Maka dari itu Yonghwa selalu merasa aman jika membawa wanita ke ruangannya.
            
"Itu makanan dari Sajangnim. Dia yang memintaku untuk mengantarkannya padamu."
            
"Neh?" Shinhye semakin merasa bingung. Jadi, Yonghwa yang memberikan makanan ini untuknya? Tapi kenapa? Apa alasan pria itu memberikannya makanan gratis ini?
            
"Makan saja Shinhye. Dan jangan banyak bertanya." Chani memperingati Shinhye. Ia harus melakukan itu agar Shinhye mau menghabiskan makanan tersebut. Jika Shinhye tidak menghabiskannya, maka ia harus bersiap-siap mendapat semburan dari Yonghwa.
             
Walau masih merasa penasaran, namun Shinhye tetap menarima makanan tersebut. Lagi pula ia sangat membutuhkannya sekarang untuk menghilangkan rasa laparnya.
             
"Baiklah, aku akan memakannya." Ujar Shinhye tersenyum pada Chani.
             
Chani merasa lega karena Shinhye menerima makanan itu. Ia kemudian berjalan kembali ke ruangannya yang berada tidak jauh dari sana. Sambil berjalan pergi, Chani mengeluarkan ponsel dari saku celana dan mulai mengetik pesan.
             
Dia menerimanya dengan senang hati, Bos.
             
Setelah mengetik pesan itu, Chani segera mengirimkannya pada Yonghwa.

__________

Yonghwa menyunggingkan senyum lebarnya setelah membaca pesan dari Chani. Ia lalu berdiri dari kursi kerjanya dan berjalan menuju sofa yang ada di dekat dinding kaca. Senyuman di wajah Yonghwa semakin merekah saat dengan jelas melihat Shinhye memakan makanan yang ia beri dengan wajah bahagia. Wajah gadis itu berbinar cerah saat memakan makanan tersebut. Senyum di wajah Shinhye berhasil menghipnotis Yonghwa. Ia selalu terpesona oleh senyuman itu.
             
Namun, secara tiba-tiba Yonghwa  memejamkan matanya. Miliknya di bawah sana berdenyut saat ia menatap Shinhye menjilati noda makanan dibagian bibirnya. Sialan, pikiran Yonghwa berkelana kemana-mana. Ia mulai berkhayal, bagaimana rasanya jika bibir itu menghisap kejantanannya dan menyedotnya kuat. Astaga, Yonghwa yakin ia akan langsung orgasme saat itu juga.
             
"Sialan, kau bangun lagi!" Yonghwa menatap selangkangannya, lalu mengurut pelan miliknya agar kembali tertidur. Yonghwa segara beranjak dari sofa itu. Ia tidak ingin berlama-lama menatap Shinhye dan menyebabkan miliknya semakin membengkak. Ia harus menghindar dari wanita itu.
             
Yonghwa sedikit tersentak kala  mendengar ponselnya berbunyi. Ia segera mengambil benda persegi itu, kemudian mendengus ketika melihat nama itu lagi yang muncul di layar ponselnya.
             
"Ada apa?" Tanya Yonghwa malas.
             
"Ey, kau terlihat tidak senang saat aku menelponmu."
             
"Kau tahu jika aku tidak senang. Lalu, kenapa masih menelponku?"
              
"Kau benar-benar pria dingin, Yonghwa-ya. Kurangilah sifatmu itu. Apa kau mau para wanita kabur hanya karena sifat angkuh dan dinginmu itu?"
              
Yonghwa memutar bola matanya, jengkel. Orang di seberang sana mulai menceramahinya. "Jika tidak ada yang penting, aku akan tutup telponnya."
              
"Astaga, perjaka satu ini." Terdengar dengusan di seberang telpon. "Baiklah-baiklah, aku hanya ingin bilang kalau saat ini kami sedang berada di perusahaanmu. Dan kini kami sudah berada di lift. Sebentar lagi kami sampai di ruanganmu." Sambungan telepon langsung di tutup secara sepihak, membuat Yonghwa melongo menatap ponselnya.
               
Setelah tersadar, Yonghwa kembali mengumpat keras. "Sialan! Pria solo itu se-enaknya saja menutup telpon. Dan, apa yang dia bilang tadi, mereka akan segera ke sini? Tsk!"

You're Mine (21+) Sudah Terbit ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang