Carina membuka matanya dan seketika pemandangan langit kamar yang familiar baginya muncul di pandangannya.
'Sejak kapan aku bisa tidak waspada dengan pergerakan sekitarku..membawaku kembali ke Kastil Duke tanpa menganggu tidurku, memang ayahku itu lumayan hebat.'"Selamat pagi, Nona Carina." Pelayan menyapanya saat melihat gadis itu sudah bangun dan duduk di atas kasur. "Duke meminta kami untuk berhati-hati agar tidak membuat anda terbangun..Apa anda lapar? Daput menyiapkan Es krim untuk makanan ringan anda dan Daging panggang yang baru matang untuk sarapan anda."
"Dimana Bastian?" Tanya nya.
"Kapten Bastian sedang ada di Lapangan Latihan saat ini." Jawab pelayan tersebut.
"Oke, bawakan sarapanku kesana, aku akan makan disana saja."
"Baik, Nona."
Carina segera mengganti pakaiannya dan hanya menyikat gigi serta cuci muka saja. Dia berjalan melewati para pengawal yang berjaga dengan percaya diri.
"Selamat pagi, Nona."
"Anda terlihat lebih menggemaskan, Nona"
"Selamat pago, Nona."
Carina membalas setiap sapaan dengan senyum manisnya. Dia lalu berbelok untuk pergi ke arah arena latihan yang sering digunakan oleh para prajurit.
BANG!
BANG!
BANG!
Carina terperangah konyol dengan pemandangan yang sedang dia lihat. Beberapa kesatria sedang mengepung satu orang yaitu Bastian. Dia bisa melihat bahwa latihan ini lebih ke arah meluapkan emosi seseorang dan para kesatria-lah yang dijadikan samsak tinjunya.
"Ampuni kami, kapten!"
"Saya menyerah!"
"Tolong kaki saya sakit! MEDIS!"
"AKH!! WAJAH TAMPANKU! SAYA AKAN MELAJANG TERUS JIKA ANDA MELUKAI WAJAH SAYA TERUS ! KAPTEN!!"
Gadis kecil yang berdiri diatas pagar pembatas memandangi adegan di depannya dengan konyol. Dia tidak menyangka bahwa mereka akan pasrah saja dijadikan Samsak tinju oleh Kapten mereka. Carina mengulurkan tangannya ke depan.
{fire ball}
BOOM!
Bola api segera ditembakan tepat ke arah Bastian. Para Ksatria yang melihat serangan yang tiba-tiba muncul, segera melompat menjauh sekuat tenaga mereka. Bastian yang berhasil menahan serangan itu, lantas mengangkat kepalanya ke atas pada pelaku serangan.
"Jangan luapkan kekesalanmu pada mereka," kata gadis kecil itu.
"Nona?!!" Wajah pemuda itu seketika memerah karena ketahuan sedang menjadikan bawahannya tempat luapan emosinya.
Wajah para pemuda dibawa sana seketika penuh suka cita. Seolah menyambut penyelamat mereka yang akhirnya datang. Seorang pelayan datang dan memberikan sebuah surat kepada gadis itu. Carina segera memeriksanya dan membaca laporan yang diberikan. Wajah gadis itu seketika berubah.
"Kumpulkan para peracik ramuan yang terbaik." Perintah gadis itu yang langsung diangguki oleh Bastian yang jauh disana.
*****
Keesokan harinya, Para Kesatria dan peramu obat telah dikumpulkan di depan pintu kastil Duke Killian. Carina memakai celana kulit putih dan kemeja putih dengan sulaman emas, rambut panjangnya diikat pony-tail. Gadis itu terlihat lebih dewasa dan anggun berdiri di hadapan orang banyak dia tidak kehilangan kepercayaan dirinya.
"Permintaan bantuan telah diberikan pada kita oleh Penguasa Wilayah Selatan. Serangan teror dari ular-ular yang hidup dirawa hutan terlarang telah keluar dari habitat mereka, hal ini pasti ada penyebabnya. Para peramu obat akan fokus menyiapkan penawar racun bagi korban yang telah digigi."
Carina menaiki kudanya dan di sampingnya peri kecil Sky juga ikut.
[Angin dari selatan terasa sangat aneh, aroma racun yang dihembuskan sepertinya bukan racun ular biasa]
Carina mengangguk paham. "Bantu aku memeriksa bagian hutan-nya."
Sky mengangguk dan menghilang dari sisi gadis itu. Gadis itu segera memimpin semua orang bergerak ke arah tujuan mereka. Disisi lain, dari arah jendela sosok Duke Deon berdiri menatap kepergian putrinya.
"Apa anda tidak mencoba menghentikan tindakan Nona muda?" Tanya kepala pelayan bingung.
"Dia melarangku." kata Duke Deon sambil menahan dirinya yang mencoba menyusul putrinya itu. "Katanya jika sampai aku keluar dari kamarku, dia akan mendiamiku seminggu kedepan!!"
"Katanya memiliki anak perempuan berarti seorang Ayah harus bisa menjadi pelindung, penyemangat bagi putrinya. Anda sudah menjadi ayah yang bertanggung jawab, Tuanku." Ujar kepala pelayan bangga.
"Diam." Duke menyuruhnya diam karena kesal. Dia ingin sekali mengikuti putrinya tetapi dia tidak bisa melanggar janji yang baru saja dia buat.
"Ada panggilan dari Istana, Yang mulia meminta anda datang. " Ujar kepala pelayan tiba-tiba.
Duke Deon langsung berbalik seolah sudah menemukan tempat yang bagus untuk meluapkan emosi terpendamnya.
"Bawakan pedangku juga!"
Kaisar yang tidak tahu bahwa bencana sedang menuju ke arahnya.
"Hatchiii..."BERSAMBUNG