-*-
Satu minggu setelah pertemuan malam itu. Diana semakin khawatir dengan kakaknya. Tidak biasanya Falisha diam saja ketika sarapan pagi tadi. Juga, Falisha tidak berpamitan dengannya saat hendak pergi bekerja.
"Kenapa ngelamun gitu? Katanya kangen sama aku," celetuk Azka yang masih mengenakan kaos dinasnya.
Diana menggelengkan kepalanya pelan. "Aku cuma kepikiran sama Mbak Fal. Apa aku tanya aja ya? Kenapa dia diam aja tadi pagi?" jawabnya.
Mereka berdua ada di sebuah restoran yang terletak di daerah Kelapa Dua. Tempat favorit keduanya ketika melepas rindu, karena Azkanio yang sibuk dinas begitu juga Diana. Keduanya sama-sama memiliki pekerjaan yang menyita waktu.
Dihari sabtu begini, memang biasanya digunakan sebagai waktu untuk menghabiskan waktu berkualitas dengan orang terkasih, begitu juga dengan Azkanio dan Diana. Tapi mereka tampaknya tidak menikmati momen ini seperti biasanya.
"Kamu berhak bertanya sama Mbakmu, terlepas masalah apa yang lagi dia hadapi. Tapi, menurutku lebih baik jangan sekarang. Mungkin Mbakmu butuh waktu sampai dia mau bicara sendiri dan cerita semuanya ke kamu," sahut Azka, panjang lebar. Membuat Diana tersenyum tiba-tiba.
Azkanio yang memerhatikan itu, langsung bertanya, "kenapa? Kok malah senyum gitu?"
"Nggak apa-apa. Aku seneng aja, kamu perhatian sama Mbakku. Dan tumben ngocehnya panjang, biasanya kan singkat," sahut Diana dengan senyum khasnya.
Tak mengerti arah tujuan pembicaraan Diana, Azkanio hanya menggedikkan bahunya acuh. Ia hanya berpikir dari sudut pandang seseorang yang tengah memiliki masalah. Sebab tidak semua orang bisa dengan mudah menceritakan apa yang mereka rasakan, dan mungkin saja itu terjadi pada Falisha, kakaknya Diana --pikir Azkanio.
Azka kembali menyeruput kopi panasnya. "An, kamu mau ke mana lagi setelah ini?" tanyanya setelah meletakkan gelas di atas meja.
"Kita pulang aja yuk. Aku beneran khawatir sama Mbak Fal. Maaf ya, waktu berkualitasnya sedikit." Diana menatap Azkanio dengan lembut.
Mengangguk, Azkanio tersenyum simpul. "Aku paham kok, An. Ya udah habiskan makannya," sahutnya.
Tanpa sepengetahuan Azkanio, pikiran Diana melayang jauh tepat waktu pertama kali mereka berdua bertemu. Singkat cerita, Falisha lah yang lebih dulu mengenal Azkanio karena mereka teman satu sekolah. Ya, Azkanio adalah junior Falisha di senior high school.
Diana tahu, kalau Azkanio sangat mengagumi Falisha. Hal itu tak bisa Diana pungkiri, apalagi ketika mendapati Azkanio yang begitu semangat saat menceritakan tentang bagaimana Falisha waktu sekolah dulu.
Seharusnya Diana tidak membawa hal itu ke dalam hubungannya yang sekarang sudah terjalin dengan Azkanio selama kurang lebih dua tahun. Tapi, tetap saja Diana merasa ada sesuatu yang Azkanio sembunyikan perihal perasaannya terhadap Falisha.
Haruskah Diana menanyakan hal itu? Bagaimana kalau Azkanio malah berpikir hal lain dan menganggap Diana kekanakan? Maka dari itu, Diana lebih memilih memendamnya sendirian dan berpura-pura seolah-olah tidak tahu apa-apa.
"An, kenapa melamun?" tanya Azkanio membuyarkan lamunan Diana.
Diana tersenyum kikuk. "Aku mau pulang sekarang aja ya?"
"Ya udah ayo, daripada kamu kepikiran terus. Tapi, inget ya jangan langsung memberikan pertanyaan yang sekiranya bisa buat Mbakmu merasa nggak nyaman. Tunggu sampai dia yang cerita sendiri ke kamu," sahut Azkanio, lagi.
Tersenyum lebar, Diana mengangguk. "Sebenarnya, adiknya Mbak Fal itu kamu atau aku sih? Sepertinya kamu lebih mengenal Mbak Fal ya," celetuknya dengan maksud tersembunyi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Jodoh Bertemu | Jung Jaehyun ✓
Conto"Jangan memikat jika tak berani mengikat." Ketika ditanya kapan menikah, pasti bingung bagaimana menjawabnya karena belum terpikirkan siapa yang akan menjadi pasangan hidup. Ditambah, masih terjebak di masa lalu -di mana hati pernah terluka dan tert...