-*-
Setelah seminggu berlalu-- diisi oleh kekosongan dari Diana. Biasanya dia selalu ceria dan menggangguku setiap saat. Tapi, ini tidak sejak dia memberitahuku perihal keputusannya mengakhiri hubungan dengan Azkanio.
Rasa bersalah, tentu saja masih aku rasakan sampai detik ini. Walau Diana selalu mengatakan bahwa dia baik-baik saja, tapi aku tahu dia tengah berbohong. Sebab, kadang aku masih memergokinya sedang menangis di kamarnya sendiri. Hati seorang kakak mana yang tak sedih melihat adiknya terpuruk begitu?
Bukan hanya itu, bahkan hubunganku dengan Jeffy pun juga tak ada kemajuan sejak terakhir kali aku membatalkan pertemuan dengannya. Aku tidak bermaksud mengabaikannya tapi Diana lebih penting buatku. Dan aku berharap, semoga Jeffry mau mengerti.
Terlepas dari siapa yang benar dan salah, pada akhirnya aku mencoba untuk mempertemukan Azkanio dengan Diana tanpa sepengetahuan mereka berdua. Masalah yang tengah keduanya hadapi ini bukan hanya tentang keegoisan masing-masing. Mereka perlu bicara dari hati ke-hati.
Dan di sinilah kami sekarang. Aku bersama Diana dan ada Azkanio di hadapan kami. Sengaja aku memilih restoran yang memiliki tempat privasi agar tak ada yang mendengar pembicaraan kami. Tentu saja, aku akan menemani Diana dan tak meninggalkannya sendiri.
Terlihat di hadapanku, Azkanio yang diam mematung tanpa sepatah katapun. Begitu juga dengan Diana yang membuang arah pandangnya. Sejujurnya, tingkah mereka berdua membuatku gemas dan kesal bersamaan. Ternyata keduanya masih kekanakan, tak ada yang mau mengalah.
"Terus aja kalian berdua diem-dieman. Mbak diabaikan kayak gini," celetukku membuka omongan.
Diana melirik ke arahku dengan tatapan sinisnya. Ya ampun Diana... .
"Siapa juga yang nyuruh Mbak ngelakuin semua ini? Aku nggak minta kan?" jawab Diana ketus, dan dia hendak beranjak dari duduknya. Tapi tak jadi karena Azkanio akhirnya angkat bicara.
"Maafin aku..."
Aku menoleh ke arah lelaki dengan pakaian kasualnya itu. "Utarakan semua yang mau kamu katakan, Az. Mbak nggak akan ikut campur. Mbak nunggu di sana ya." Akhirnya aku memilih untuk menjauh agar mereka bisa bicara dengan nyaman.
Samar-samar aku mendengar kalau Diana masih sakit hati atas kejujuran Azkanio. Dan beberapa kali Azkanio mencoba untuk meminta maaf pada Diana.
Hingga, kalimat terakhir dari Diana membuatku diam mematung bahkan sampai sesak rasanya.
"Kamu sayangnya sama aku, atau Mbak Fal?!" teriak Diana sambil menatap ke arahku.
Kenapa?
Kenapa aku jadi dibawa-bawa dalam permasalahan mereka berdua? Apa yang sebenarnya terjadi? Apa maksudnya?
Aku mencoba menetralkan detak jantungku, dan mengembuskan napas secara teratur. Akhirnya aku beranjak dari tempatku untuk menghampiri mereka berdua. Aku harus meminta penjelasan atas ucapan Diana barusan.
Terlihat Azkanio yang terkejut melihatku ada di antara mereka. Dan Diana yang menatapku sendu lalu menangis. Ya Allah, apa yang harus aku lakukan? Kenapa semuanya jadi seperti ini?
"Tolong jelasin ke Mbak, sebenernya ada apa? Kenapa tadi Mbak denger kalau nama Mbak dibawa-bawa?" tanyaku memberanikan diri.
Dalam hati aku berharap agar apa yang aku takuti tidak terjadi. Tapi, sepertinya Allah berkehendak lain. Ternyata selama ini, maksud Azkanio menyayangi wanita lain selain Diana adalah aku? Bagaimana bisa? Kenapa harus aku?
"Wanita yang Azkanio kagumi dan sayangi sejak awal itu, Mbak Fal. Kamu Mbak... kamu yang ada di hati Azka..." ucap Diana sambil menangis.
Seketika lututku terasa lemas. Aku terdiam, mencoba mencerna ucapan Diana. Hingga detik berikutnya, Azkanio angkat bicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Jodoh Bertemu | Jung Jaehyun ✓
Historia Corta"Jangan memikat jika tak berani mengikat." Ketika ditanya kapan menikah, pasti bingung bagaimana menjawabnya karena belum terpikirkan siapa yang akan menjadi pasangan hidup. Ditambah, masih terjebak di masa lalu -di mana hati pernah terluka dan tert...