Setelahnya

1.7K 239 9
                                    

-*-

Ada yang tak sempat tergambarkan oleh kata
Ketika kita berdua
Hanya aku yang bisa bertanya
Mungkinkah kau tahu jawabnya?

Malam jadi saksinya
Kita berdua di antara kata
Yang tak terucap
Berharap waktu membawa keberanian
Untuk datang membawa jawaban

Mungkinkah kita ada kesempatan
Ucapkan janji takkan berpisah selamanya?




Terdengar lantunan lagu berjudul Berdua Saja oleh Payung Teduh --menggema di penjuru ruangan ini. Bolehkah aku berpikir liriknya mewakili situasiku saat ini? —Ah, tidak!

Lagi-lagi, kejadian tadi berputar terus di benakku, semakin membuatku bingung. Sudah kesekian kalinya, aku berpikir kalau dia salah bicara atau aku yang salah dengar?

Katanya, aku adalah seseorang yang spesial baginya.

Ah, itu tidak mungkin kan? Pasti aku salah dengar. Benar... aku yang terlalu percaya diri. Mana mungkin, kami baru kenal dan bisa dibilang pertemuan kami tidak ada yang namanya perkenalan resmi.

Tapi... kenapa sekarang aku malah bersamanya? --Kami sedang makan siang di sebuah restoran yang tak jauh dari gedung pernikahan Rigel.

Dan kenapa, suasana canggung ini tak mencair daritadi? Haruskah aku duluan yang mengajaknya bicara? --Tidak, tidak... aku malu. Bahkan aku tidak berani menatap wajahnya. Mungkin lebih baik aku kabur saja dari sini.

"Maaf."

Akhirnya dia bicara, aku mendongak untuk melihat ke arahnya. Kudapati dia tengah menatapku lalu mengalihkan wajahnya ketika pandangan kami bertemu. Lagi-lagi aku dibuat canggung olehnya.

"M-maaf untuk?"

Kulihat dia menundukkan kepalanya dengan satu tangan yang sengaja di letakkan di tengkuk leher. Apa dia bingung? Atau salah tingkah?

"Maaf untuk tadi, saya nggak bermaksud membawa kamu ke dalam masalah saya. Jadi..." Dia menjeda ucapannya, lalu menatap ke arahku. "Hm, i-itu intinya saya minta maaf," lanjutnya dan kembali menunduk.

Entah kenapa, aku tersenyum melihat tingkahnya. Aku mengangguk sekali. "Iya nggak apa-apa. Anggap aja ini impas ya? Waktu itu saya juga nggak sengaja manfaatin kamu," jawabku sekenanya.

"Kapan?" tanyanya dengan dahi yang berkerut sedikit.

Ah, aku lupa kalau kejadian tempo hari dia tidak tahu apa-apa. Padahal aku memanfaatkan kehadirannya waktu itu untuk menunjukkan pada Rigel bahwa aku sudah bisa melupakannya dan menemukan pengganti dirinya.

"Waktu itu. Udah, intinya saya nggak apa-apa. Hmm... kalau boleh tau, kamu kenal sama mempelai wanitanya?" Ya Tuhan, pertanyaan macam apa ini?

Aku menepuk bibirku pelan dan merutuki diriku sendiri. Bagaimana bisa aku menanyakan hal itu? Sudah jelas terlihat kalau wanita tadi adalah mantan kekasihnya. Hhh, bukankah dia sama saja denganku?

Sama-sama menyedihkan.

Kulihat Jeffry tersenyum simpul, lalu meneguk minuman yang tersisa sedikit. "Saya rasa, kamu udah tau jawabannya. Oh iya, kamu kenal sama mempelai prianya?" sahutnya setelah meletakkan gelas.

"Ya. Mungkin wanita yang menjadi istrinya tadi belum tentu mengenal dia sebaik saya mengenalnya." Lagi-lagi aku merutuki diri sendiri yang seenaknya bicara.

Benar kan, dia langsung menatapku dengan tatapan yang sulit kuartikan. "Kenapa?"

"Nggak apa-apa, saya paham. Dia yang waktu itu ada di depan rumah kamu kan?" sahutnya.

Ketika Jodoh Bertemu | Jung Jaehyun ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang