Bab 18: Rumah Hana (1)

1.8K 92 23
                                    

"Jadi kalian kemari untuk liburan?" tanya Hana disela-sela pembicaraan mereka.

"Iya, ujian sudah selesai jadi kami menggunakan waktu libur untuk berkunjung kemari," jawab Seli.

"Kami juga rindu padamu, Hana. Saat Miss Selena mengatakan bahwa liburan kami akan ke klan Matahari kami saja sudah tidak sabar, terutama Ali." Raib melirik Ali yang membuang muka ke arah lain dan meminum tehnya. Ia yang melihat itu terkekeh pelan, apalagi terlihat semburat merah tipis di wajahnya.

'Dia lucu juga jika wajahnya seperti itu,' batin Raib. Ia bahkan sampai tidak sadar jika sedari tadi Seli memperhatikan kelakuannya. Dan terlintaslah sebuah ide jahil di kepalanya.

"Ra! Kamu udahan memandangi wajahnya Ali, nanti suka baru tau rasa kamu," ucap Seli santai sambil meminum tehnya. Ali yang mendengar itu lantas langsung menoleh ke Raib yang duduk di sebelahnya. Sedangkan Raib? Dia langsung melotot ke arah Seli, menyuruhnya untuk diam.

Seli hanya mengangkat bahunya dan mencomot kue yang berada di atas meja. Raib menundukkan wajahnya saat merasa Ali masih memandangnya, entah apa yang ada dipikiran anak itu sekarang.

Ali melirik Seli yang berada di seberangnya mengodenya untuk pergi. Seli yang mengerti maksud Ali beranjak berdiri. "Hana! Ayo keluar, Aku ingin melihat lebah-lebahmu!"

"Baiklah, ayo!" Hana yang tentu saja juga mengerti situasi pun menemani Seli keluar.

"He-hei! Seli!" Raib yang hendak berdiri mengejar Seli, tiba-tiba tangannya ditarik Ali untuk kembali duduk. Ia melotot ke arah Ali yang santai mengangkat kedua bahunya.

Setelah memastikan Seli benar-benar pergi, Ali menepuk pelan kepala Raib. Membuat sang empu menoleh, tapi kembali menunduk saat melihat wajah Ali. Ia masih malu sekali karena ketahuan memperhatikan Ali dan juga setengah kesal karena Ali menahannya untuk mengejar Seli.

"Sudahlah, jangan pikirkan apa yang diucapkan Seli. Anak itu hanya bercanda...,"

"...walaupun aku berharap kamu juga menyukaiku," lanjut Ali di dalam hati. Ia menepuk-nepuk kepala Raib lalu mengacaknya pelan. Membuat Raib mendelik ke arahnya sebal.

"Dasar menyebalkan!" gerutunya pelan. Dia diam-diam menyalahkan Seli yang meninggalkannya dengan si biang kerok ini. Ali? Jangan ditanya, sudah jelas sekali dia menikmati momen ini dan berterima kasih kepada Seli.

"Terima kasih banyak, Seli!"

***

Bunyi denting sendok terdengar dari ruang makan tersebut. Suara tawa memenuhi ruang makan tersebut.

"Ya, lagi-lagi Ali mendapatkan nilai rendah di ulangan kemarin," setelah mengucapkan itu Seli kembali tertawa.

"Seli! Astaga...," Ali mengusap wajahnya kasar. Wajahnya saja sudah memerah sejak tadi.

Aku ikut tertawa, karena memang Ali kembali mendapatkan nilai rendah. Apalagi saat mengingat wajahnya ketika diomeli pak Gun.

"Hei! Itu karena Aku malas sekali mengerjakannya. Bukan aku yang membutuhkan ulangan itu, tapi ulangan itulah yang membutuhkanku," ucapnya dengan nada menyebalkan.

"Kenapa begitu?" tanya Seli. "Bukannya kebalik ya?"

"Justru itu!"

"Soal-soal itu membutuhkan Aku untuk menjawab semua pertanyaannya," lanjut Ali dengan tampang menyebalkannya itu.

Aku dan Seli memandang Ali datar. Yang dipandang hanya cengengesan mendapati hawa tidak mengenakkan disekitarnya.

Is This Love? [DISCONTINUED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang