Epilog

291 37 53
                                    

EPILOG

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

EPILOG


“I don’t believe in magic,” the young boy said.
The old man smiled. “You will when you see her.”
(Quotes by : Atticus)


Aneh memang. Jatuh cinta itu tidak ada rumusnya. Tidak melibatkan kepastian yang bisa dirasionalkan. Terutama ketika hati berpacu untuk mengingkarinya. Hal-hal yang seharusnya biasa malah menjadi tidak masuk akal.

Cinta. Kata sederhana yang tadinya juga tidak terpikirkan oleh Kang Chanhee. Berkunjung ke banyak tempat, kebanyakan keindahan itu diabadikan dalam tangkapan kameranya. Cara yang mudah dan sederhana, menurutnya. Terlalu sering baginya jatuh cinta pada suatu tempat, tapi tidak pada seseorang. Hingga detik itu tiba. Hatinya berpacu cepat dan membawanya pada keajaiban lain yang awalnya terjabar samar.

Seperti lubang lensa atau aperture. Lubang lensa yang besar akan memerlihatkan perasaannya lebih tajam. Alih-alih ingin mengecap kebahagiaan, patah hati menjadi hal yang dominatif. Mendorongnya untuk mengurung perasaan yang ia tahu salah.
Setidaknya tidak pernah terpikirkan orang itu adalah sosok yang juga dicintai sang kakak. Sekali pun tidak pernah.

Jepang... negara ini menjadi adalah perhentian selanjutnya. Penjelajahan baru dengan perasaan yang ia bawa pergi. Turut membawa harapan bahwa mimpi barunya bisa dimulai di titik ini. Ya, begitulah asanya.

Klik!

Bunyi tuts mengalihkan pikirannya yang sempat terbagi. Kadang batasan nyata dan mimpi membuatnya takut. Takut ia salah mengartikan.

“Yak! Apa-apaan dengan ekspresimu itu?”
Mungkin tidak. Suara itu menjadi penanda bahwa semua ini nyata.

Putra kedua keluarga Kang itu mendekat ke arah seorang gadis yang kini berubah sepertinya. Meniru gaya photografer, sosok itu mengalungkan kamera mirrorless yang beberapa hari lalu dibelinya. Katanya, ia ingin mengenal  dunia seorang Kang Chanhee.

“Kenapa dengan wajahku? Bukankah aku tampan?”

Tangannya dengan mudah merengkuh gadis bertubuh ramping itu. Membawanya mendekat sebelum akhirnya berakhir dengan sebuah dekapan.

“Cih, kau terlalu percaya diri, Tuan Kang. Ah, baiklah. Setidaknya nilaimu tidak terlalu buruk. Hm ... 6 dari skala 10?”

Chanhee sontak tertawa. Hal sederhana yang terasa berharga.  Tidak butuh banyak alasan kenapa ia bisa dengan mudahnya merasa nyaman dan bahagia. Mungkin ini pula saat untuknya berpikir tentang berhenti melakukan semua kebebasannya. Pindah dari satu tempat ke tempat lain dengan waktu yang ia sendiri tidak pernah pastikan. Cukup melabuhkan dirinya di tempat yang sama; tempat ‘tuk kembali.

“Aku mendapatkan hidup ini dengan cara memilikimu, dan  aku sudah sangat bahagia dengan mencintai dan memilikimu, Kim Saeron.”

***

Hati tidak pernah memilih kepada siapa akan berlabuh. Meski ia berencana, pada akhirnya ia berhenti mengedapankan logika yang berseberangan. Bagi sebagian orang, ia terlihat seperti gadis yang gagal menikah dengan sang pujaan hati. Berlari dengan mengenakan gaun panjang berjuntai hingga ke bandara, tidak ada yang percaya ia tengah memperjuangkan hatinya. Setidaknya begitu yang ia dengar dari beberapa temannya yang telah kembali ke Korea Selatan.

Namun, sudahlah. Saeron tidak peduli. Bagaimanapun, tidak mungkin bisa menghentikan cara berpikir orang lain yang tidak bisa ia atur. Orang lain boleh berasumsi, boleh menaruh iba, boleh mempergunjingkannya, tapi tidak mengatur hatinya.

Sama halnya dengan kedua orang tuanya yang pada akhirnya menerima keputusannya untuk pergi ke Jepang. Tidak ada embel-embel menikah—tidak saat ini. Sejenis perjalanan hidup yang ingin dijelajahi untuk menemukan arti kebahagiannya. Tentunya dengan Chanhee.

“Aku sempat tidak percaya saat kau bilang akan ikut denganku ke Jepang,” aku Chanhee sesaat keduanya menghabiskan malam di Tokyo Bay Night Cruise seraya menikmati kerlap-kerlip malam yang tersuguhkan dari sisi lain kota Tokyo. Melewati pemandangan teluk laut dan jembatan pelangi Odaiba, Tokyo Tower, Jembatan Tokyo Gate, Tokyo Light Beacon dan Gantry Crane, setidaknya banyak yang bisa mereka bahas selama 2,5 jam ini.

“Apa kau berharap aku segera kembali ke Seoul dan dijuluki sebagai si Pengantin Gila di sana? Hah ... tidak mungkin. Bagaimanapun aku perlu suasana baru,” kilah Saeron yang jelas sedang berbohong.

Chanhee melirik ke arah kanan. Gadis itu benar, ia tampak menikmati udara malam yang menghadirkan sensasi dingin hingga menusuk tulang keduanya.

“Suasana baru dan kekasih baru. Bukankah itu perpaduan sempurna?”

Dari belakang, Chanhee memeluk tubuh Saeron. Melingkarkan tangannya ke pinggang ramping gadis Kim yang tidak memberontak. Sebaliknya, tingkahnya malah membuat rona di wajah Saeron.

“Kau tahu, berakhir bahagia untuk selamanya itu bukan hanya ada di dongeng, tapi itu adalah  sebuah pilihan.” Bersamaan Saeron menimpali tangan Chanhee yang mengeratkan pelukannya.

Bila cerita Cinderella diawali tengah malam, dan sempat kehilangan sepatu kacanya, tidak begitu pula yang dirasakan Saeron. Cintanya datang tiba-tiba. Bukan pagi, siang atau malam. Rasa itu menyelinap dengan sangat licik. Seolah tahu kapan hatinya akan lengah, lantas menyergap begitu saja. Saeron tidak kehilangan sepatu kacanya. Namun, sempat kehilangan arah. Hati dan pikiran yang mendua, berujung pada ketakutan untuk memilih yang benar. Tidak pula ada kisah pangeran berkuda putih  yang menjemputnya. Sebaliknya, Saeron belajar bahwa kebahagiaan itu harus ia kejar. Sebuah kesempatan tidak akan menghampiri bila bukan ia yang mewujudkan.

***

Terima kasih buat kerja samanya Tim Saeron; Uta, Idha, Nia, Nita, Ayu, Tita, Siti dan Tina. Terkhusus buat uri Admin, Regina. Makasih Egi udah mau direpotin kami-kami ini. ( Jawaban admin : unch sama sama gengs selamat sudah berhasil menyelesaikan cerita ini huhu ♥️)

Akhirnya kita bisa menyelesaikan projek kollab tepat waktu. Makasih  juga untuk yang sudah membaca cerita ini, buat vote dan comment uculnya.

Luv luv dari Team Saeron.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 03, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

APERTURE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang