8

1 0 0
                                    

"Setelah ini akan kakek ajarkan untuk mengendalikan kekuatan kalian. ,"

Seketika kakek Aric melemparkan sebuah bola air ke arah mereka. Mereka yang belum bersiap pun terlempar dan mengaduh kesakitan.

"Ingat nak, serangan itu tidak pandang waktu. Bisa saja musuh menyerang disaat kalian sedang lengah," tanpa pikir panjang, Rakha bangun dan segera membalas Aric dengan melemparkan api ke arah Aric.

Meleset

Api itu hanya berjarak beberapa meter di samping Aric. Aric tertawa dan mulai melemparkan air berkali-kali.

Rakha sempat menghindar namun ia terlihat kelelahan karena Aric menyerangnya tanpa henti. Amarah Rakha sudah mulai tak terkontrol. Ia lelah. Bisakah Aric berhenti melakukannya. Rachel, Viona, dan Gyera hanya menatap cemas Rakha. Sedangkan Farrel dan Kevan tak henti-hentinya berteriak seperti menyaksikan vidio game.

"lawan Kha, masa kalah sih sama kakek-kakek," ujar Kevan. Bahkan disaat seperti ini mereka sempat-sempatnya membuat lelucon.

"Gue takut karma bego, lawan orang yang lebih tua, mana mau gue dikutuk jadi batu,"

"Arghhh!" Rakha berteriak, belum sempat ia melayangkan api nya itu, Aric lebih dulu menghantam Rakha dengan air. Rakha terjatuh dan punggungnya menabrak pohon yang tak jauh dengannya.

"RAKHA!" Rachel berlari menghampiri Rakha, disusul dengan yang lainnya.

Aric juga mengampiri Rakha dan tersenyum.

"Sudah kakek bilang. Kalian perlu mengontrol emosi. Kekuatan kalian bisa saja membunuh kalian. Ya seperti 'senjata makan tuan',"

"Patah deh tulang gue," Aric kemudian memegang punggung Rakha. Sedangkan Rakha hanya menatap bingung ke arah Aric. Aric memejamkan matanya lalu sedikit mengumamkan sesuatu yang jelas mereka tidak mengetahui apa itu.

"Berdirilah," Rakha menuruti. Dan hey, badannya bahkan lebih ringan. Dan punggungnya juga tidak sakit lagi.

"Apa-

Seolah tau apa yang akan viona ucapkan, "Itu teknik penyembuhan vio, kalian akan aku ajarkan agar saat bertempur, kalian bisa saling menyembuhkan,"

" jangan lupa nak,pengendalian amarah sangat diperlukan dalam bertempur.  Karena kalau amarah menyelimutimu, pihak lawan akan mudah untuk lebih mengalahkan mu," Aric menatap mereka satu per-satu.

"Aku tau kau yang paling susah untuk mengendalikan amarahmu nak, maka dari itu aku menyerangmu," Rakha menggaruk tengkuknya yang tidak gatal itu.

"Baiklah mari kita lanjutkan
latihannya. Rachel sekarang  giliranmu. Kalian bisa sedikit menjauh,"

Baam!

Rachel memukul tangannya ke arah tanah yang membuat tanah itu bergoyang. Aric menyeringai lantas memberikan semburan angin dan membuat Rachel sedikit terdorong ke belakang. Tak tinggal diam, Rachel lalu mengangkat tangannya ke atas dan mucul pula sebuah pedang merah berbentuk Halilintar.

"Wings"

Rachel  terbang ke arah Aric dan mengayunkan pedangnya itu.

Gagal,

Rachel mencoba lagi

Gagal

Gagal

Dan gagal.

Aric sangat gesit menghindari serangan Rachel.

Aric kemudian berdiri tepat 5 meter di depan Rachel lalu menutup matanya. Melihat Aric seolah pasrah, Rachel lantas terbang cepat menuju Aric dan mengayunkan pedangnya.

||Tentang Dan Ketika|| Fiksi✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang