Menengok Masa Depan

129 8 1
                                    

Ayu Wulandari

Kharisma Aprilia R.

Nanda Citra A.

Neneng Safitri

Revi Amaliya


Udara masih begitu dingin ketika aku berjalan menelusuri sekolah yang sudah aku tempati selama satu tahun ini. Tetapi aku masih terasa asing, mengingat ucapan teman dan keluarga yang mematahkan semangatku selama ini. Ingin sesekali menunjukkan bahwa Si Bodoh ini bisa sukses dari suara. Tetapi, itu hanya angan-anganku saja.

Sudah beberapa buku pelajaran yang aku pelajari selama ini tak memuaskan hasilnya. Anehnya, mereka yang tak belajar selalu bisa saat guru menunjuknya untuk menjawab soal-soal. Sedangkan aku harus berpikir lebih keras untuk memahami soal tersebut. Pada akhirnya, aku berada di titik di mana aku merasa lelah belajar dan usaha untuk membuktikan kepada mereka kini hilang perlahan.

Saat itu juga, aku bertemu dengan salah seorang perempuan yang kini namanya kian terkenal santero sekolah, namanya Halana. Perempuan pintar nan cantik yang mencoba membangkitkan semangatku. Lalu, ia menghampiriku yang sedang sendiri.

"Ra, jangan putus asa begitu, aku tahu kamu lelah," ucap Halana menepuk pundakku.

"Bukan putus asa atau pun lelah, hanya, kok, Tuhan gak adil, padahal aku selalu belajar," jawabku lesu.

"Kalau hanya sendiri, susah, Ra. Kamu dekat dengan Tuhan, guru, dan teman, itu taktik biar bisa juara!" jawab Halana menyemangatiku.

"Gitu, ya? Aku sudah dekat dengan Tuhan, hanya belum dengan guru dan teman," ucapku kepada Halana.

"Kalau denganku, mau? Sambil sharing-sharing bagaimana?" tanya Halana.

"Boleh," ucapku kepada Halana.

Dengan berjalannya waktu, hari, dan bulan, setelah memperoleh bantuan Halana, aku meraih juara kelas, juara kota, dan juara nasional. Kini, orangtuamerasakan kebahagiaan. Sekaran aku sudah bisa menengok masa depan.

Diary ExposeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang