Dekat dengannya aku merasa nyaman, buktinya aku telah menghabiskan satu jam lebih untuk bercerita dengannya tanpa menyentuh buku yang ada di hadapanku.
Ia, seorang pendengar dan pembicara yang baik. Siapapun yang dekat dengannya tentu akan merasa nyaman.
"Hmm biar ga kaku, ngomongnya santai aja. Gausah formal-formal mah kalau sama gue" pintaku padanya
"Iya sih, gimana kalau kita tukeran nomor. Lo orangnya asik. Biar kita makin deket gitu. Lo ga keberatankan temenan sama gue? "
"Kalau kehendak kanjeng ratu seperti itu, apa boleh buat". Jawabku dengan sedikit mendramatisir. Lalu ia memutar mata malas. Sebelum ia menimpali nya lagi aku buru buru menjawab
"Emang si kata kebanyakan orang gue ini teman-able banget." ujarku, sambil mengangkat bahu ke atas
Ia mengangguk tanda paham. "Lo tinggal buktiin aja tuh predikat teman-able lo itu"
Aku tertawa, namun untuk sejenak. Karena tiba tiba pikiranku terusik, aku merasa akan ada kejutan dan tantangan baru dalam hidupku setelah keputusan untuk berteman dengannya. Entah aku akan dirugikan ataupun diuntungkan.
Pertemanan emang serumit itu. Pada zaman ini, teman bisa jadi lawan dan yang semulanya lawan bisa saja menjadi teman.
Bagaimana dengan gadis itu? Akankah sewaktu-waktu hal itu terjadi kami?Aku membuang jauh jauh pikiran buruk mengenai gadis itu, gadis baik hati sepertinya mana mungkin tega melakukan hal tersebut padaku. Untuk membunuh nyamuk yang menggigit dirinya saja aku ragu apakah ia akan membunuh nyamuk tersebut atau tidak.
Sekali lagi, ia memang sesempurna itu.
Begitu juga dengan hari ini, sempurna. Mengapa tidak? Bel berbunyi dengan sangat merdu menghimbau-himbau untuk segera mengistirahatkan segenap jiwa dan raga dari segala kegiatan yang berbau dengan ilmu pengetahuan.
Sangat amat teramat membahagiakan, aku berlebihan? Terserah kalian saja.
Menghabiskan waktu sampai sore hari di sekolah tentunya sangat melelahkan. Belum lagi perjalanan untuk pulang. Aku harus menunggu angkutan umum lalu setelah itu apakah aku bisa duduk manis diatasnya? Oh tidak.
Jam-jam pulang sekolah ini setiap angkutan umum selalu penuh. Aku harus berdesak desakan bersama dengan penumpang lain. Belum lagi penumpang kurang belai-an yang mencari-cari kesempatan pada penumpang perempuan. Aku benci pada manusia seperti itu, ingin rasanyaku manfaatkan kuku-kuku panjang ini untuk mencakar cakar wajahnya dan tidak hanya kuku, setiap pelajar identik dengan buku paket tebal bukan? yang apabila ditimbang bisa mendekati angka 3kg. Nah bisa dimanfaatkan untuk menimpuk kepalanya sekaligus memperbaiki otaknya yang sudah geser.
Mereka pantas mendapatkannya.
Apakah kalian tahu?
Kali ini dewi fortuna melirikku. Saat aku menunggu bus untuk pulang, teman baruku—aah maksudku Shasa ia menawari ku pulang bersama dengannya. Awalnya aku menolak sebagai basa-basi. Tidak mungkin aku langsung mengangguk ria dan berlari kepadanya. Tidak, walau hidupku cukup memprihatinkan tapi aku tetap menjunjung tinggi budaya basa-basi, lebih tepatnya jual mahal .
Akhirnya ia berhasil meluluhkan hatiku. Aku pulang bersamanya, sepertinya ia anak kesayangan keluarganya. Ia diantar jemput oleh seorang supir yang apabila ia perintah untuk kesana kemari supir itu manut-manut saja, mungkin apabila disuruh untuk memanjat monas pun ia bersedia. Shasa mengajakku untuk singgah di sebuah restoran Padang. Tapi kali ini aku tidak menolak, jujur saja perutku sangat lapar butuh asupan nutrisi. Menurutku, ia memiliki potensi untuk menyandang predikat teman-able dibanding diriku.
Sehabis makan, kami melanjutkan perjalanan ke tempat tinggalku. Setelah melalui beberapa instruksi dariku, Pak Supir berhasil menuju tempat tinggalku.
"Terus pak, itu rumah yang warna biru" ucapku. Pak supir melajukan mobil dan ketika sampai
Shasa terkejut dan ia bertanya padaku, aku sudah menduganya.
"Vin, Lo tinggal disini?"
Aku menghela napas kasar
"Iya"
"Lo anak—" belum selesai ia bicara aku langsung memotong
"Iya gue anak panti ini. Kenapa? Lo malu temenan sama anak panti kaya gue. Gue gatau gue bisa dibilang anak yatim piatu atau nggak. Dari bayi gue udah disini. Gue gatau orang tua gue siapa. Gue ga punya apa-apa Sha. Mungkin niat lo temenan sama gue bakal ngerugiin lo aja. Gue ga berguna. Kita beda Sha. Mungkin lo ga ngerasa apa-apa tapi mereka yang liat kita temenan gini mereka bisa ngira kalau gue cuma manfaatin lo aja. Maafin gue. Makasih, lo udah traktir dan anterin gua pulang."
Aku meninggalkannya begitu saja. Hatiku bergemuruh. Biasanya aku merasa biasa saja saat orang bertanya tentang kehidupan ku. Toh untuk apa menutup-nutupinya. Tidak akan ada yang berubah.
Aku yakin Shasa kecewa dengan sikapku. Tapi aku tidak bisa menahannya, kalimat demi kalimat itu mengalir begitu saja. Aku tidak tahu harus bagaimana.
Aku masuk ke kamarku, lebih tepatnya kamar kami. Aku bukan pemilik tunggal kamar ini. Aku berbagi kamar dengan mereka yang bernasib sama denganku. Mereka sudah kuanggap seperti keluarga ku sendiri. Kami tumbuh dan besar di tempat yang sama dan sama-sama memikul rasa perih ini.
Memang kami hidup bersama, saat aku menutup dan membuka mata hanya mereka yang ku lihat. Tapi ada kalanya aku merasa sendiri diantara mereka, mengapa tidak? Aku hanyalah sebatang kara, hidup ku tak tentu arah. Begitu pula mereka, aku sering meminta pada yang kuasa untuk mengubah takdir ku dan mereka.
Tapi apa, semua sama aja. Pemimpin boleh saja sudah berganti tapi tidak dengan hidupku. Apa aku terlalu sering mengeluh sehingga lupa untuk bersyukur? Tidak aku masih bersyukur bahwa aku masih bisa bertahan hidup walaupun hanya seorang diri.
Ya, aku hanya sendiri di dunia yang keji ini.
•••
Yuhuuuu, gimana sama chapter kali ini?
Udah mulai paham kan ?
Mungkin untuk update chapter selanjutnya slow gitu ya soalnya aku lagi sibuk banget.
Tapi aku usahain untuk update
Dukung terus ya karya aku dengan vote dan comment biar aku makin semangat
Jangan jadi silent reader ya sayang
Kalau ada typo yang berserakan mon maap ya. Kan aku manusia
dan kalau kalian ada masukan sama cerita ini tinggal comment aja yaaa
Bubayy see u on next chapter

KAMU SEDANG MEMBACA
Jiwa dan Raga
Novela JuvenilSebuah kisah dengan awal yang sama, proses yang berbeda, dan akhir yang entah bagaimana. Nyatanya, seorang jiwa harus menjalani takdir yang dipilihkan untuknya, tidak bisa mengelak bahkan menolak. Berharap semoga ini hanya ilusi semata namun memang...