Kewajiban

170 21 14
                                    

Aku sadar akan alur hidupku yang rumit, bahkan membingungkan. Hal ini memaksa ku untuk tidak menyia-nyiakan waktu ku walau hanya persekian detik. Contohnya saja, ketika mereka masih sibuk menikmati mimpinya, lain halnya dengan ku.

Sepagi ini, aku harus menyelesaikan semua pekerjaan ku sebelum pukul 6. Dengan tergesa-gesa aku menuju bangunan di samping tempat tinggalku. Bangunan itu merupakan toko kue, dari sanalah aku memperoleh penghasilan tambahan untuk melanjutkan hidup. Aku mengerjakan apa saja, entah itu bersih-bersih, bahkan membuat kue. Sebentar, perlu di garis bawahi aku tidak membuat kue, tapi hanya sebatas membantu mempersiapkan bahan bahan dan hal hal lainnya.

Ketika waktu menunjukkan pukul 5.30 saatnya kembali ke rumah, rumah yang mungkin tidak pernah dan tidak akan merindukan tuannya. Sekalipun aku tidak kembali, apa pedulinya?

Sesampai di rumah, apakah kalian mengira aku akan bersiap-siap untuk sekolah? Ya, benar. Namun setelah aku menuntaskan pekerjaan ku yang lainnya. Aku bukanlah putri kesayangan dari rumah ini. Mana mungkin aku mengabaikan semua pekerjaan rumah ini, aku akan selalu melakukannya sebisaku.

Saatnya berangkat ke sekolah, mungkin kalian mengira aku akan diantar oleh seseorang sopir, menggunakan kendaraan sendiri. Tidak, tidak, dan tidak. Bermodalkan sepasang kaki pemberian Yang Maha Kuasa, aku menapaki nya diatas aspal yang rela bahkan tidak masalah jika terus di injak-injak. Bagaimana ia begitu kuat? Tolong ajari aku.

Untuk sampai di sekolah, aku harus menggunakan angkutan umum jika aku tidak ingin tiba di sekolah dalam keadaan yang melelahkan bahkan menyedihkan.
Aku berlebihan? Terserah saja, kali ini aku tidak peduli.

Ketika aku mendaratkan kaki di kelas. Aku disambut oleh pemandangan yang telah ku nikmati selama dua tahun terakhir ini. Membosankan? Aku tidak pernah bosan untuk menikmati masa SMA ku dengan teman-temanku. Tapi jika kau bertanya.apakah aku bosan memperbaiki alur hidupku, mungkin saja jawabanku akan berbeda.

Aku menyukai mereka. Dengan segala ketidakwarasannya, berhasil dan akan selalu berhasil membuat ku bahagia walau hanya sementara. Yang benar saja mana ada kebahagiaan yang kekal.

Sesekali setiap manusia harus dihadapkan dengan cobaan dan kesedihan agar mereka tahu bahwa hidup ini tidak hanya satu warna.
Ada kalanya hitam, putih, bahkan abu abu.

Aku mempunyai sahabat, aku mengenalnya sejak aku berusia 4 tahun. Ia, Fidelya Graneta. Sesuai dengan namanya, ia bagaikan permata merah yang bisa dipercaya. Dan aku mempercayainya hingga detik ini.

"gue mau ke kantin nih, nitip sesuatu nggak?" tanyanya padaku

"nggak ada, lanjut aja. Tapi jangan lama-lama, ngehehe"

"rugi lo kalau nggak ikutan, kalau gue sih sekaligus cuci mata ya, yaudah bye babe"

Lalu ia berjalan meninggalkan ku, baru saja beberapa langkah,ia berbalik "o iya, tadi waktu di gerbang sekolah ada yang nyari nyari lo, menurut indra yang gue punya. Orang yang nyari lo itu misterius gitu, ah udah ntar kita sambung lagi. Maam dulu gue vin" lalu ia menghilang dari pandanganku.

Ada orang yang mencariku? Namun, akhir-akhir ini aku merasa diawasi. Otakku bekerja dengan keras memikirkan siapa dan untuk apa orang itu mencariku. Tidak ada yang bisa diharapkan dari ku. Aku pusing, ya bahkan pusing tujuh keliling.


•••

Hallo hallo hallo, yeayy bertemu lagi

Bagaimana? Masih permulaan, harap bersabar sayang.

Biarkan cerita ini mengalir sebagaimana mestinya

Terus dukung cerita aku dengan vote dan comment yaah

Bertemu lagi pada chapter selanjutnya

Jiwa dan RagaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang