Ruangan itu sangat kacau, seperti kapal pecah. Kertas, sampah dan beberapa lembar pakaian berserakan di lantai. Gelas-gelas kopi hitam berserakan di atas meja, gorden merah muda tak berhenti menari dibelai angin melalui jendela yang sudah pecah kacanya.Ruangan itu telah kehilangan nyawanya. Sang pemilik ruangan terkapar di sebuah ranjang kecil yang tampak tua dan tidak kalah kacau dengan pemiliknya.
Seperti ruangan itulah kehidupan Ben setelah kepergian istrinya Susan. Awalnya Ben dan Susan hidup bahagia seperti kebanyakan pasangan pengantin baru lainnya. Mereka memutuskan tinggal di rumah kecil itu setelah menikah.Ben dan Susan adalah pasangan yang serasi. Ben yang punya wajah rupawan, bertubuh atletis dan memiliki jiwa petualang. Sedangkan Susan adalah gadis cantik, penyayang dan menyukai seni. Mereka bertemu ketika liburan musim panas tiga tahun yang lalu. Keduanya saling terpesona satu sama lain pada pertemuan pertama itu. Sebagai pria sejati, tentu Ben-lah yang lebih dulu mengajak Susan untuk berkenalan. Susan tersipu malu saat Ben mengulurkan tangannya.
Bagaimana tidak, Susan sudah beberapa kali curi pandang pada pria tampan itu.
Dengan sedikit kikuk, Susan membalas jabatan tangan Ben."Susan."
"Nama yang bagus."
"Thank you." Susan semakin tersipu.
"Oh, saya Ben."
"Senang berkenalan denganmu, Ben."
Dari perkenalan yang sederhana itu, keduanya kemudian menjalin pertemanan dan kemudian menjadi sepasang kekasih, yang membuat semua orang menatap iri pada keduanya. Bahkan banyak yang berpendapat jika
mereka ditakdirkan untuk bersama. Keduanya hanya tersenyum menanggapi komentar banyak orang tentang kecocokan keduanya.Setelah sekian lama saling mengenal dan memahami satu sama lain, Ben merasa tidak ada lagi yang harus dipertimbangkan. Mereka benar-benar akan menjadi pasangan yang akan saling menyempurnakan satu sama lainnya. Ben berencana untuk melamar Susan di hari ulang tahun kekasihnya itu.
Setelah menitiup lilin dan memanjatkan permohonannya, Susan dikagetkan dengan sikap Ben yang tiba-tiba bersimpuh di depannya."Would you merry me?" Ben menyodorkan sebuah cincin yang cantik.
"Jika kau bersedia silakan ambil cincin itu. Jika kau tidak mengambilnya artinya kaumenolak."
Susan terpaku beberapa saat."Maaf aku tidak bisa mengambilnya." Tergores penyesalan di mata Susan. Seluruh teman dan kerabat mereka kaget dengan sikap Susan. Ben sudah pasti
tidak menyangka akan ditolak seperti itu."Mengapa?" Ben mencoba meminta alasan.
"Aku tidak bisa menerimanya, tapi aku bersedia jika kau memasangkannya ke jariku." Susan kembali tersipu di ujung kalimatnya.
Wajah Ben kembali bersinar setelah sempat pias beberapa detik sebelumnya diikuti sorakan dan tepuk tangan dari para undangan. Ben berdiri dan dengan lembut mengaitkan cincin pada jari manis Susan yang putih.
Hari itu dan selanjutnya kedua sejoli itu tak terpisahkan satu sama lain diikat oleh takdir mereka.Mereka seperti pasangan dari negeri dongeng yang sama-sama tersesat di bumi. Tapi, ternyata happy ever after itu hanya ada di negri dongeng saja. Di tempat bernama bumi ini tidak ada kebahagiaan atau rasa yang lain lebih dominan. Dunia adalah tempat semua rasa saling
tumpang tindih untuk menunjukan eksistensinya. Dan perasaan bahagia itu tidak akan bisa damai dengan yang lain.Ditengah kebahagiaan yang melingkari kedua sejoli itu, sebuah tragedi mengguncang dan merobohkan cinta yang sedang berbunga itu. Takdir membuat Ben kehilangan Susan. Gadis cantik itu meregang nyawa dengan tragis di jurang setelah mobilnya tidak bisa dikendalikannya
saat melintasi jalan yang bersalju dan licin menuju rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengapa Senja Berwarna Jingga(Tamat)
Ficción GeneralSemua cerita berawal dari sini Aku dengannya Seperti air dan api yang tak bisa bersatu Terlalu serakah rasanya jika ku memaksakan