•04•

20 3 0
                                    

"Noona?"

Aku menoleh. Panggilan seseorang itu membuyarkan lamunanku. "Hoseok? Kau belum tidur?" tanyaku. Bukannya menjawab, Hoseok duduk di sampingku. "Aku terbangun." jawabnya kemudian.

"Aku ingin bertanya sesuatu padamu."

Hoseok menoleh. Menunggu aku bertanya. "Menurutmu, Namjoon itu orang yang seperti apa?"

Hoseok menghela nafas. "Dia pemimpin yang baik menurutku. Dan tentu saja Hyung yang baik. Jujur dia sedikit mesum. Atau mungkin sangat, Haha. Dia benar-benar bisa mengatur jadwal tampil kami dengan baik. Bahkan lebih baik dari manajer kami sendiri." jelasnya. Aku terdiam. Itu bukan seperti Namjoon yang kukenal.

Namjoon yang aku kenal saat dulu adalah Namjoon yang suka sekali bermain game, malas belajar, dan terkesan seperti bocah dimataku.
"Dia sudah dewasa ya. Tidak terasa." ucapku.

"Benar juga. Kau mengenal Namjoon lebih dulu daripada kami." tutur Hoseok.
Aku tertawa kecil. "Aku ingin jujur padamu, Hoseok."

"Kenapa, Noona?"

"Sebenarnya aku pernah terlibat dalam hubungan spesial dengan Namjoon. Dan itu sekitar beberapa bulan yang lalu sebelum ia benar-benar pergi tanpa pamit." jelasku. "Wah, Jadi Namjoon adalah mantan kekasihmu?" tanya Hoseok. Aku mengangguk pelan. "Itu bukan hal yang begitu penting saat ini, kurasa."

"Tapi, apa kau masih memiliki perasaan pada Namjoon?"

Aku terdiam. Aku tidak ingin mengakui bahwa aku masih memiliki perasaan yang sama padanya. Aku tidak ingin berkesan seperti mengharapkan kembali yang sudah pergi dan tidak mungkin lagi.
Aku menoleh dan tersenyum pada Hoseok.

"Tentu saja tidak. Hey, itu masa lalu. Jadi lupakan saja."

"Kau yakin?" tanya Hoseok lagi. Aku mengangguk, meyakinkan Hoseok.

"Baiklah. Aku sudah cukup mengantuk. Terima kasih sudah menemaniku, Hoseok-ah." Aku beranjak dari tempat dudukku dan masuk ke dalam. Aku masuk ke dalam kamar dan merebahkan tubuhku di tempat tidur.

---

"Aku tidak mengerti, Noona."

Aku melihat sekeliling. Ini di taman?

"Bagian mana yang membuatmu berpikir kalau dia menyukaiku?"

Aku menoleh. Namjoon duduk di sampingku. Aku ingin sekali bicara. Tapi, lagi-lagi aku tidak bisa mengeluarkan suaraku. Namjoon kembali bicara. Kali ini ia menatapku.

"Kalau boleh jujur. Aku tidak ingin kehilanganmu, Noona. Aku ingin kau tahu bahwa aku menyayangimu." ucapnya. Detik selanjutnya, Namjoon mempertemukan bibirnya dengan bibirku. Aku benar-benar tidak bisa bicara. Aku tahu momen ini. Aku ingat. Ini adalah di saat aku gelisah karena Namjoon seperti ingin menjauhiku dan lebih memilih perempuan yang menyukainya.

---

Aku membuka mataku. Merasakan pipiku basah. Apa aku baru saja menangis? Kenapa rasanya sakit sekali? Tepat di dadaku. Mimpi itu. Apa maksudnya? Lalu aku melihat selimut yang menutup setengah tubuhku. Tunggu dulu, ini selimut yang semalam aku pakaikan pada Namjoon.

Aku beranjak dari tempat tidur dan membuka tirai jendela. Sudah pagi. Lalu, aku memutuskan untuk keluar kamar. Sudah sepi.

"Mereka sudah pergi duluan, Noona."

Aku menoleh. Namjoon keluar dari dapur. Pakaiannya sudah rapi. Ia bahkan sudah memakai jaketnya. "Aku dan Jin hyung sudah menyiapkan sarapan untukmu. Kalau begitu, aku pergi dulu. Aku sudah mendapatkan nomormu dari Hoseok, aku akan menghubungimu jika showcasenya akan dilaksanakan." Namjoon melangkah menuju pintu keluar dan melewatiku begitu saja.

Manager • Kim Namjoon✔Where stories live. Discover now