"Guanlin. Dia bukan sekedar ingin mengakhiri hubungan. Dia benar-benar meninggalkanku." ucapku. Aku mengambil tisu yang kesekian untuk mengusap air mataku. Guanlin mendengarkanku sejak tadi.
"Noona. Jangan sampai terpuruk begini. Dia tidak pantas untukmu. Kau pantas memiliki yang lebih baik. Jangan dipikirkan lagi." ucap Guanlin.
Tangisanku mulai reda. Aku memegang kepalaku dengan sikut yang bertumpu pada meja. Aku terdiam.
"Noona."
Aku menghela nafas. Memikirkan apa kesalahanku sampai membuat Namjoon pergi.
Sesaat, aku tersenyum. Dan tertawa layaknya orang yang kehilangan akal.
"Jadi begitu. Selama ini dia membuatku menunggu sebenarnya ingin menghindariku. Lalu sampai kami menjalin hubungan, semua itu bohong ya?"
Guanlin mengerutkan dahinya.
"Noona, kau ini bicara apa?" tanyanya.
"Guanlin-ah. Aku sudah dibohongi. Namjoon sebenarnya tidak memiliki perasaan apapun padaku. Dia hanya kasihan padaku yang seperti mengemis perasaan padanya." jawabku. Masih disertai senyuman.
Guanlin kembali meraihku ke dalam pelukannya.
Flashback End
Dan yah, benar apa yang dikatakan Guanlin. Aku menangis sampai berhari-hari.
Guanlin mengajakku pergi ke kafe untuk menenangkan diri. Kafe yang suasananya begitu tenang dan mendukung untuk suasana hatiku.
"Noona tunggu disini saja. Biar aku yang pesan."
Aku hanya mengangguk pelan.
---
Aku tertawa lepas mendengar cerita Guanlin tentang pengalaman lucunya di sekolah.
"Oh, omong-omong. Soal Wonyoung, kau menyukainya hm?" tanyaku dengan nada sedikit menggoda dan menaikkan sebelah alisku.
"Noona. Tidak. Kami hanya teman."
"Ayolah. Kau tahu aku tidak melarangmu untuk pergi berkencan dengan siapapun kan?"
Guanlin hanya terdiam dan mengalihkan pandangannya ke arah lain sambil meminum minumannya. Aku tertawa kecil.
"Aku benar kan? Jujur saja."
"Iya, Noona."
Guanlin menjawab dengan suara yang kecil. Tapi aku bisa mendengarnya. Kurasa dia malu. Aku berniat menggodanya lagi.
"Apa? Aku tidak dengar. Coba katakan lebih keras."
Kulihat Guanlin menghela nafas. "Benar, aku menyukai Wonyoung. Sudahlah, Noona."
"Hahaha, itu baru adikku. Tapi, kalau kau belum siap untuk melakukan apapun untuknya, sebaiknya jangan. Aku tidak ingin adikku jadi lelaki bodoh yang mempermainkan perasaan perempuan." jelasku.
"Seperti Namjoon Hyung? Tidak, Noona. Aku bukan orang yang seperti itu."
Sadar Guanlin menyebut nama Namjoon, aku sedikit berteriak.
"Astaga, kau ini. Aku bahkan tidak membandingkanmu dengannya."
"Tapi Noona seperti mendeskripsikan sifatnya."
Aku menghela nafas. Yah, aku tidak sadar.
"Baiklah. Lupakan soal itu."
---
Hari H
Hari dimana aku dan Namjoon beserta teman-temannya mengadakan event kedua.
Kali ini, tidak ada perform. Hanya berbagi cerita dengan para fans di taman kota. Aku dan Dahyun hanya berdiri di bawah pohon yang tidak jauh dari tempat mereka berdiri. Heeyoung? Tidak ada yang tahu dia pergi kemana.
YOU ARE READING
Manager • Kim Namjoon✔
Fanfiction[ON GOING] Menjadi Manajer memang tidak mudah. Sejak awal, itulah yang aku pikirkan jika membicarakan soal Manajer. Apalagi aku harus menjadi manajer grup tarinya. Kuatkah aku? "Noona. Kau tahu sendiri kan kemarin Manajer kami malah pergi. Dan terle...