Sieb

259 34 4
                                    

"BANGSAT!"

"Jinhwan mulai deh...kasar," protes Kyungsoo sembari meraih sebuah bantal ke dalam pelukan.

Jinhwan memasang cengiran tanpa dosa, "Maaf...efek ibu hamil."

"Kamu yakin, Yoon? Yang kamu lihat tadi itu Taehyung?"

"Memang siapa lagi?" Minhyuk memutar bola matanya malas.

"Maksudku, bisa saja dia punya kembaran, kan?"

"Benar, kok," Yoongi terkekeh lirih, "Taehyung itu anak bungsu. Tidak punya kembaran. Lagipula aku kenal suamiku."

Taeyong yang biasanya cerewet kini mengunci mulutnya rapat-rapat. Jemarinya tidak berhenti mengusap punggung sahabat sesama mungilnya.

"Sabar, Yoon..." hanya itu kalimat yang keluar dari bibirnya.

Kelima wanita itu duduk bersama di sofa besar di kediaman Jaebum yang dengan senang hati menyediakan apartemennya untuk dijadikan tempat reuni.

Moonbin dan suaminya, yang ternyata adalah senior Jungkook di kampus, baru selesai ambil S3 Kedokteran tapi masih sering mengurus acara-acara club dance yang diikuti Yugyeom, pergi membeli makanan.

Jaga-jaga jika mereka menginap sampai pagi.

"Yoon."

"Hm?" wanita pucat itu menoleh ke arah Taeyong yang melirik balkon khawatir.

"Sebaiknya kamu ke Jaebum. Aku khawatir."

Benar juga. Im Jaebum.

Yoongi buru-buru bangkit. Membawa kakinya ke arah balkon lalu membuka pintu balkon ragu.

"Jaebum-ah..."

Yang dipanggil menoleh. Hanya sekilas. Kemudian kembali membuang muka ke arah pemandangan gedung-gedung tinggi khas Seoul.

"Jae," kini ia memberanikan diri meraih tangan kanan pria di depannya.

Jaebum berbalik. Rahangnya mengeras. Matanya merah. Penampilannya kelewat berantakan. Kemeja yang sebelumnya terkancing rapi kini berantakan.

"A-aku," ia susah payah membuka mulut, menelan emosinya dalam-dalam, "Aku marah, Yoon."

"Aku tau."

"Bisa-bisanya," pria itu mulai terisak, "A‐aku merelakanmu pergi bukan untuk ini."

"Iya. Aku tau. Dasar cengeng."

"Bajingan itu masih bisa tersenyum setelah menyakitimu...astaga! Aku ingin membunuhnya!"

"Jae..."

"Dimana dia saat ini?! Biar kuberi dia beberapa pukulan!"

"Jaebum, tatap aku," jemari lentik bergerak meraih dagu Jaebum, membawanya bersibobrok dengan netra hitam si manis.

Mereka kemudian bergerak mengusap pipi, menghapus jejak air mata di sana.

Yoongi terkekeh. Jaebum memang cengeng, sejak SMA memang sentimentil. Ia ingat sosok pria yang pernah menjadi pacarnya itu dulu menangis ketika tugas matematika yang ia kerjakan mati-matian berakhir diberi nilai 73.

"Harusnya saat itu aku berusaha lebih keras untuk mempertahankanmu..."

Jaebum menangkup pipi tembam sahabatnya, menerbitkan senyum miris di bibir wanita itu.

"Kamu yakin, Yoon?"

"Jaebum maaf. A-aku mencintainya."

"Kalau begitu pergilah. Sudah bukan aku yang kamu cintai. Pergilah padanya..."

WreckageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang