Kafie - Titipan

1K 199 13
                                    

Satu bulan kemudian

Rasanya hampa...

Satu minggu setelah aku menjalani pendidikan, Ambu kasih kabar kalau Kinanti sudah kembali ke Jakarta. Bahkan, saat Ambu memberi kabar, Kinanti gak bisa di hubungi, chat, e-mail dan juga sosial media-nya semuanya not responding. Kata Ambu, Kinanti sedang melanjutkan perusahaan pak Kevin sekarang. Aku mencoba untuk sabar dan menunggu, tapi sebulan berlalu, Kinanti tetap gak ada kabar. Surya juga gak tau bagaimana kabar Kinanti.

Melihat beberapa temanku di jenguk kekasihnya, aku sangat iri. Jujur, aku ingin Kinanti juga datang kemari. Aku merindukan senyumannya, cemberutnya, galaknya bahkan rindu ocehannya yang selalu asal tanpa filter.

Kinan, aku kangen kamu

Benar memang kata Dilan, rindu itu berat. Sekarang aku merasakannya sendiri. Andaikan Kinanti bisa aku hubungi, aku gak mungkin sebingung ini. Tapi dia sama sekali gak bisa di hubungi. Aku ingin masa pendidikan ini selesai dan langsung mencarinya.

"Hey, ngelamun aja lo!" Candra nga-getin gitu aja. "Mikirin calon istri lo?" Aku hanya tersenyum.

"Aku khawatir sama dia." Jujurku pada Candra. Candra adalah teman satu kamarku, dia berasal dari Tanggerang. Aku sering bercerita tentang Kinanti padanya, sedangkan Candra bercerita tentang pacarnya yang juga sibuk bekerja di Jakarta.

"Lo gak kenal temennya atau siapa gitu?" Aku menggelengkan kepala.

"Dia ke desaku karena di kirim Papanya."

"Di kirim?"

"Dia anak orang kaya, Can. Tapi sayang pergaulannya agak melenceng, lulus kuliah bukannya kerja malah hura-hura. Makanya, dia di kirim ke desa biar tau namanya kerja keras. Kebetulan, Papanya punya banyak kebun yang di garap Ayahku." Jelasku panjang lebar pada Candra.

"Lo gak insecure bro punya calon tajir melintir?" Candra justru lebih terkejut jika nanti aku katakan jika Kinanti saat ini memegang perusahaan pak Kevin.

"Rezeky itu sudah ada yang mengatur, aku gak cinta hartanya, aku cinta orangnya, Can."

"Bucin banget lo, ya? Cantik gak sih ceweknya?"

"Cantik lah! Gini-gini seleraku tinggi pisan euy!"

"Coba lihat gue fotonya!" Paksa Candra

"Gak ah! Nanti kamu teh jatuh cinta sama dia."

"Gue bukan pagar makan tanaman! Namanya sapa sih?"

"Edelweis."

"Wuuiihh keren gitu namanya, pasti cantik orangnya." Aku menunjukkan foto Kinanti dari belakang saat kami jalan-jalan ke kawah putih. "Setan! Itu sih punggung doang." Lalu aku kasih tau foto tanganku menggandeng tangannya saat di gunung gede.

"Ini foto waktu aku ngelamar dia, nih cincinnya."

"Eh kampret! Gue pengen tau mukanya." Candra misuh-misuh sendiri.

"Kapan-kapan aja kalau ketemu, sekarang lihat foto dari belakang dulu. Nanti kamu naksir dia."

Aku meninggalkan Candra yang misuh-misuh gak jelas. Aku benar-benar butuh waktu sendiri. Aku ingin merenungi, apa salahku sampai Kinanti harus seperti ini padaku. Kesalahkan apa yang aku perbuat sampai kabarpu gak dia berikan padaku. Aku bukan takut Kinanti pergi dariku, aku hanya takut dia di kelilingi orang jahat.

Kembali aku mencoba menghubungi nomer ponselnya, tapi hanya berakhir dengan mail box. Aku membukan sosial medianya dan postingan terakhirnya satu bulan lalu saat ulang tahunnya. Akhirnya aku hanya memandangi foto-fotonya yang ada di galeriku. Dan ada video yang membuatku tersenyum, video yang di buat oleh Surya sebagai obat rinduku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 14, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

EDELWEISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang