Tahun ajaran baru akan segera dimulai, semua calon siswa-siswi yang akan memasuki jenjang pendidikan berikutnya tengah mempersiapkan keperluan yang mereka butuhkan untuk kembali bersekolah. Tahun ajaran baru seperti bunga yang baru saja mekar. Mereka akan berbondong-bondong untuk segera memetiknya. Sama halnya seperti tahun ajaran baru, semua orang ingin segera memetik pelajaran dan hal-hal positif yang didapat dari menuntut ilmu.
Di sebuah rumah, seorang gadis remaja berusia 16 tahun bernama Tami Oktaviani tengah disibukkan dengan menyiapkan berbagai macam hal. Mulai dari seragam sampai alat tulis. Besok adalah kepindahannya ke sekolah baru. Ia akan melanjutkan sekolah tingkat dua di SMA yang sama dengan Abangnya. Untuk berpindah sekolah ini bukan kemauan Tami, Tapi kemauan orang tuanya. Di SMA sebelumnya terjadi sebuah kasus pembullyan dimana salah satu murid berakhir bunuh diri karena tekanan pembullyan itu. Orang tua dari Tami tidak ingin anaknya mendapatkan hal yang sama. Maka lebih baik jika mereka memindahkan Tami ke sekolah yang sama dengan Abangnya. Maka dari itu orang tua Tami setidaknya bisa sedikit bernafas lega karena disekolah barunya Tami akan dipantau dan dilindungi oleh abangnya.
"Bundaaa! penggaris Tami mana?" teriak gadis itu. Suaranya terdengar menggema sampai pada sudut dapur. Ia berjalan ke arah dapur sambil menghentak-hentakkan kakinya sengaja.
"jangan teriak-teriak berisik! Sakit nih kuping Bunda!" ketus seorang wanita paruh baya dengan rambut yang di sanggul ke atas.
"Penggaris yang Tami beli lima kemarin dimana bunda? Tami taro dimeja buku tapi gak ada." gerutunya.
"Kan sudah Bunda masukin ke tas kamu, sayang." ucap Dinda, Bunda Tami yang mencoba mempertebal rasa sabarnya.
Tami berjalan kearah meja makan. Lalu duduk disana ia menekuk wajahnya.
"Kan tami belinya lima! Tami mau bawa semuanya Bundaaa. Kesel deh!" Ucap tami memajukan bibirnya
"kenapa banyak-banyak? Satu aja cukup. Jangan mubazir ah." Dinda berjalan kearah meja makan membawa beberapa masakan.
"Ah bunda kagak asyik. Bunda tau kan kalau disekolah tuh banyak tuyul. Apalagi ini sekolah baru, pasti tuyul nya pada berkeliaran. Tami pengen bawa lima, supaya yang satu ilang nanti ada penggantinya" ucap Tami
"Tuyul?" Dinda mengerutkan dahi bingung
"Iyah bunda, Tuyul! Mulai dari Tuyul pulpen, Tuyul penggaris, Tuyul pensil. Pokoknya segala macam tuyul ada lah di sekolah!" Jelas Tami.
"Kamu ini ada-ada saja. Sudah ayo kita makan dulu. Panggil abang kamu sama ayah kamu, sana!" Ujar Dinda.
"Tami mau aja panggil ayah sama abang, asalkan bunda bolehin tami bawa penggaris lima, buku dua belas, pensil tiga, penghapus enam, pulpen tuj-"
"Sudah-sudah! Terserah kamu bunda pusing! bungkuk-bungkuk nanti punggung kamu! cepet panggil ayah sama abang kamu buat makan malam!" Ucap Dinda yang merasa pusing dengan tingkah anaknya.
"Asyekkk, siap 86! Tami panggil ayah sama abang dulu. Bunda tunggu yah?" Tami berlari kegirangan, ia pergi untuk memanggil ayah dan abangnya. Sedangkan Dinda hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah putrinya itu.
Tami bersiul riang, sambil sesekali melompat seperti katak, berbelok-belok tak kenal jarak. Tami mulai mengetuk kamar ayahnya.
Tok tok tok
"Ayah? Ayah Disuruh makan dulu sama bunda. Cepet yah ayah! Aku mau panggil abang dulu!!" Tami berteriak di depan pintu kamar ayahnya. Lalu ia kembali berjalan menuju kamar abangnya.
"bang abang abang abang abang! buka pintunya ada hal penting yang harus tami katakan kepada abang tercintahhh!" ucap Tami. Tami menunggu beberapa detik
Srekkk
KAMU SEDANG MEMBACA
Eight Stars
Teen Fiction"Mari nikmati status ini, gue pastiin lo gak bakal bisa bedain antara dunia dan neraka!" Bagaimana kehidupan yang tadinya tenang, tentram berubah menjadi kelam. Kehidupannya seketika berubah saat ia harus dipertemukan dengan laki-laki yang tak punya...