Tami memberikan secarik kertas dari Ustadz Yusuf kepada Fazia yang sudah sedari tadi menunggunya.
"Nih kak." Tami Menyodorkan secarik kertas itu. Fazia pun langsung menyerobot kertas itu dengan perasaan berbunga-bunga.
"Terimakasih, maaf yah saya sudah merepotkan kamu padahal kan kita berdua ini baru saling kenal." Ucap Fazia tak enak.
"Gapapa kok, gak usah berlebihan juga. Bukannya sesama manusia itu ditakdirkan harus saling tolong menolong?" Ujar Tami tersenyum senang.
"tetap saja saya merasa tidak enak." Ucapnya.
"Udah gak usah gak enakan. Beneran gapapa kok, Yaudah ayo! Abang aku kayaknya udah nungguin lama di depan." Ucap Tami.
"Oh iyah, ayo-ayo!" Balas Fazia.
Tami dan Fazia berjalan beriringan menuju halaman masjid. Terlihat Rey yang tengah duduk di teras mesjid. Ia sesekali melirik jam yang bertengger dipergelangan tangannya.
"Abang!" Panggil Tami. Rey pun bangun dan membalikkan tubuhnya.
"Lo lama banget sih dek! Tadi kemana dulu?!" ketus Rey kesal.
"Sorry abang, tadi ada urusan dulu." balas Tami.
"Tadi aja bilangnya males ikut kajian, giliran sekarang malah seneng lama-lama disini. Dasar!" gerutu Rey. Fazia dan Tami hanya terkekeh pelan.
Rey menatap wanita yang berada disamping Tami. Bingung akan siapa wanita asing itu. Seakan tau dengan apa yang dipikirkan oleh Rey, Tami kemudian mulai memperkenalkan Fazia.
"Bang kenalin ini Fazia, dia temen baru Tami." Meskipun Fazia terlihat seperti lebih tua umurnya dari Tami, namun Tami memilih untuk memperkenalkan Fazia sebagai temannya.
"Oh hei nama gue Rey, gue kakak kandungnya Tami." Ujar Rey mengulurkan tangannya. Fazia terlihat canggung saat menatap uluran tangan Rey. Kemudian ia membalas uluran tangan itu dengan menyatukan kedua telapak tangannya di depan dada.
Rey menggaruk tengkuknya yang tak gatal, ia merasa malu sendiri saat Fazia melakukan itu. Tami hanya menahan tawanya melihat ekspresi Rey.
"Yaudah yuk pulang!" ajak Rey. Tami melihat Fazia.
"Kak, kakak rumahnya dimana? Mau pulang bareng gak? Tapi kita pulangnya jalan kaki, gak bawa kendaraan. Kalau kak Fazia rumahnya masih di komplek ini, kita bisa jalan sama-sama." Ajak Tami pada Fazia.
"Rumah saya berada di jalan Pancamarga. Saya bukan berasal dari komplek sini." Balas Fazia.
Mendengar alamat itu membuat Tami teringat akan sesuatu. Sesuatu yang mampu membuat dadanya sesak. Rumah yang berada di alamat itu menjadi saksi bisu kejadian terkutuk yang terjadi pada Tami. Melihat Tami hanya diam dengan tatapan kosong, Rey langsung menepuk pelan bahu Tami.
"Mau pulang gak?" tanya Rey lagi.
"Ishhh bentar!" Tami menajamkan matanya. Rey hanya diam.
"Ka Fazia mau diantar ke rumah kakak? Nanti biar Abang Tami ambil mobil dulu buat antar kakak." Lantas Rey menatap Tami dengan tatapan terkejut.
"Ah tidak usah. Sebentar lagi adik saya akan jemput." Tolak Fazia halus.
Rey merasa lega saat mendengar penuturan gadis itu. Jadi ia tidak perlu repot-repot untuk mengantarkan Fazia. Setelah pulang dari Mesjid, Rey hanya ingin tidur dengan nyenyak.
"Oh gitu, yaudah kita pamit pulang duluan yah kak? Assalamualaikum." Ucap Tami, Rey hanya tersenyum.
"Waalaikumsalam." Jawabnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Eight Stars
Fiksi Remaja"Mari nikmati status ini, gue pastiin lo gak bakal bisa bedain antara dunia dan neraka!" Bagaimana kehidupan yang tadinya tenang, tentram berubah menjadi kelam. Kehidupannya seketika berubah saat ia harus dipertemukan dengan laki-laki yang tak punya...