Hancur

34 4 2
                                    

Matahari menyambut pagi diiringi suara kicauan burung. Hawa dingin di pagi hari menyeruak terasa di kulit seorang gadis yang tengah terbaring di atas ranjang. Cahaya matahari masuk melalui celah gorden yang menyinari wajahnya.

Tami sesekali mengerjap-ngerjapkan matanya akibat dari cahaya matahari yang menyorot tepat diwajahnya. Ia mengerang pelan. Matanya perlahan terbuka, Tami melihat sekeliling kamar itu. Ada raut kebingungan di wajahnya.

"Aku dimana?" Tanya Tami pada dirinya sendiri.

Tami bisa merasakan ada sesuatu yang janggal pada tubuhnya. Perlahan tatapannya turun, Seketika itu Tami membelalakkan matanya dengan sempurna saat tubuhnya hanya dibungkus oleh selimut saja. Dengan sigap Tami menarik selimut sampai menutupi dadanya.

Tami mencoba untuk mengingat-ingat kejadian sebelumnya. Memaksa ingatannya untuk bekerja membuat Tami semakin sakit kepala. Ingatannya muncul saat Tiger mengajaknya mengobrol, entah setelah itu apa, semuanya hilang begitu saja. Ia tidak tau apa-apa, semuanya nampak abu-abu.

Saat Tami akan bangkit dari tidurnya, ia merasakan selangkangannya terasa sakit sampai Tami terduduk kembali di atas ranjang. Ia semakin terkejut saat melihat noda merah di seprai yang baru saja ia tiduri. Seketika sesak dan sakit memenuhi dada Tami. Tidak ada ruang yang cukup untuk membuat ia bisa bernafas.

"Gak mungkin, ini gak mungkin! Ini pasti cuma mimpi!" Monolog Tami menjambak rambutnya sendiri. Air mata membanjiri wajahnya tanpa mau ia tahan. Tami merasa hancur, ia merasa kotor akan dirinya.

Pintu kamar itu terbuka menampilkan sosok pria yang semalam telah merenggut segalanya darinya. Tami menatap jijik laki-laki di depannya. Pria itu berjalan dengan percaya diri diikuti senyum menyeringai.

"Ternyata kamu! Ternyata kamu yang udah renggut kesucian aku! Dasar bajingan!" teriak Tami histeris melempar bantal yang berada di sampingnya ke tubuh Tiger. Dengan mudah Tiger dapat menghindari lemparan dari Tami.

"Puas lo udah ngehancurin segalanya dari gue?! PUAS LO!!" Tami tak henti-hentinya menangis. 

Tiger cukup puas melihat kesedihan pada gadis itu. Perlahan ia melangkahkan kakinya dan mendekati Tami.

"Gue puas! Sangat-sangat puas malah!Akhirnya dendam gue bisa terbalaskan!" Ujar Tiger.

Tatapan yang Tami lemparkan tidak bisa menyembunyikan kebenciannya pada Tiger. Tatapan bengis, tatapan kemarahan, tatapan jijik semua bercampur dengan satu.

"Maksud kamu apa? Dendam apa yang kamu maksud. Aku baru mengenal kamu dan aku tidak pernah sedikitpun membuat kesalahan padamu!" Tanya Tami.

"Lo tanya maksud gue apa? Tanyain semuanya sama Abang lo! Apa kesalahan Abang lo itu sampe gue bisa berbuat kayak gini!" Ujar Tiger menggebu-gebu.

"Aku masih gak ngerti, aku masih gak ngerti apa hubungan kamu sama Abang Rey! Kenapa aku yang harus dilibatkan?"

"Gue udah bilang tanyain aja sama si Rey! Kapasitas gue bukan untuk menjelaskan! Tugas gue cuma buat nidurin lo doang!" Balas Tiger.

"Sialan, bajingan, bangsat! Seharusnya kamu gak hidup di dunia ini, Tiger!" Umpat Tami.

Tami menyingkirkan selimut yang menutupi tubuhnya. perlahan ia berjalan walaupun sedikit terpincang-pincang karena rasa sakit pada selangkangannya. Ia memunguti bajunya lalu memakainya tepat di depan Tiger. Terlihat miris memang. Tapi, bagaimana lagi Tami sudah menganggap dirinya itu kotor, tak ada yang perlu ditutupi karena pria itu sudah melihat semuanya.

"Minggir!" Tami mendorong kasar tubuh Tiger.

Mata sembab dan air mata yang tak mau mengering, ia dapat merasakan rasa sakit melesak ke dalam hatinya.  Tiger hanya mengangkat bahunya tak acuh. Dia benar-benar gila! Tidak ada sedikitpun perasaan kasihan yang muncul di hatinya.

Eight StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang