Tiga minggu sudah Tami menjalani aktivitasnya. Kehidupannya terasa sangat hampa. Ia tidak tenang menjalani segalanya, hidupnya selalu dibayang-bayangi oleh kejadian yang tak ingin untuk diingatnya.
Jika berada bersama Danu, Tami merasa semuanya baik-baik saja. Tapi ketika ia tidak bersama Danu, pikirannya selalu menjadi kacau. Danu seperti obat penenang untuk Tami, namun tak mampu menghilangkan kegelisahannya secara permanen.
Tami sedang berada di Taman Sekolah. Di bawah pohon rindang ia hanya bisa melamun. Menatap lurus ke depan dengan tatapan kosong, itu sudah menjadi rutinitasnya. Gurauan, tawa dan interaksi satu sama lain menjadi hal yang membuat Tami iri. Mungkin dulu ia bisa seperti itu, tapi sekarang semuanya tak akan lagi sama saat rasa trauma kembali mengusiknya.
"Bagaimana hari-harimu honey. Apa harimu lebih menyenangkan dari malam itu?" Suara serak khas lelaki itu mampu membuat Tami membatu. Tubuhnya seakan bergetar hebat. Suara siapa lagi kalau bukan suara pria yang telah menghancurkan hidupnya, Tiger.
Tiger tersenyum kecut melihat keadaan Tami. Ia menghampiri Tami secara perlahan. Ia mengusap lembut paha Tami kemudian matanya mulai menatap dalam manik mata gadis yang telah ia ambil kesuciannya.
"Jangan Sentuh gue!" Tami menghempaskan kasar tangan Tiger. Tiger hanya berdecih pelan lalu memalingkan wajahnya, setelah itu ia kembali menatap wajah Tami.
"Jangan so suci! Bukannya lo udah gue sentuh? Apalagi gue udah tanam benih disini." Tangan Tiger dengan berani kembali mengusap perut rata milik Tami.
"Gue bilang jangan sentuh gue!" Bentak Tami lalu bangkit dari tempat duduknya.
"gimana kalau kita lakuin itu yang kedua kalinya?" Tiger mengedipkan sebelah matanya tanpa rasa bersalah. Tami menatap jijik pria yang ada di depannya itu.
"Jangan harap itu akan terjadi! Buang semua fantasi liar anda, bodoh!" Tami mendorong tubuh Tiger dengan kasar. Meninggalkannya begitu saja.
Tiger mengembangkan senyumnya, begitu puasnya ia melihat keadaan Tami sekarang. Kesedihannya adalah kebahagiaan untuk Tiger, begitulah kalimat yang menggambarkan hati Tiger sekarang ini.
Air mata terus membasahi wajah Tami. Tami terdiam ketika perutnya terasa keram, makanan yang berada dalam perutnya seakan melesak ingin keluar. Tami langsung berlari menuju toilet.
Hoekk hoekkk
Tami memuntahkan cairan bening yang ada dalam perutnya. Kepalanya terasa sedikit pusing dengan rasa mual yang berkepanjangan.
"apa gue Hamil?" Batin Tami.
Keringat dingin sudah membasahi seluruh tubuhnya terutama pelipisnya. Bagaimana jika ketakutan nya memang benar terjadi? Apakah penderitaannya tidak akan pernah berakhir?
Tami harus segera memastikannya. Tami harus cepat membeli Tespack ke apotek. Jika itu memang benar, maka kehamilan akan menjadi akhir untuk hidupnya. Ia tidak ingin jika harus mengandung anak dari seorang bajingan seperti Tiger.
*****
Bel pulang sekolah berbunyi. Tami bergegas keluar kelas terlebih dahulu. Keluar dengan tergesa-gesa menimbulkan kebingungan diantara teman-temannya.
"Dek ayo pulang!" Ajak Rey yang sudah menunggunya didepan kelas.
"Eeemmm.. Abang pulang duluan aja. Tami ada urusan dulu sebentar." Ucap Tami tak mau abangnya curiga.
"Urusan apa? Ayo abang antar!" Tawar Rey.
"Eng-enggak, gak usah bang. Ta-tami mau kumpul sama temen-temen cewek Tami. Masa Abang ikut? Nanti Abang bete lagi disana, kan gak ada lagi cowok selain Abang." Ucap Tami bohong. Terdengar helaan nafas panjang dari mulut Rey.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eight Stars
Fiksi Remaja"Mari nikmati status ini, gue pastiin lo gak bakal bisa bedain antara dunia dan neraka!" Bagaimana kehidupan yang tadinya tenang, tentram berubah menjadi kelam. Kehidupannya seketika berubah saat ia harus dipertemukan dengan laki-laki yang tak punya...