Resah Berbinar Pada Renjana

97 1 0
                                    

Selepas hujan reda, aku kembali menata renjana.
Seberkas cahaya diufuk barat bernama senja.
Merah menjingga lembayung tampak manja pada sepasang bola mata.

Tatapan itu masih membekas, meski telah usang dihadapan masa.
Peluk itu masih hangat, kendati yang tersisa hanya bayang-bayang jingga semata.
Seluruhnya masih sama dengan sebelumnya.
Hanya saja aku terlambat sadar, bahwa pendar tidak sepenuhnya nanar. Hingga perlahan cahaya itu memudar, nurani tak kunjung tegar.

Ketika sukma tak lagi berbicara tentang lara, maka duka hadir diujung derita. Bersama mentari yang lekas meniada, kekesalan terhembus pada sisa tembakau yang tersulut kecewa.
Sejatinya luka akan tetap terasa perih, meski berulang telah diobati. Semestanya aku akan tetap menanti, sebuah kata pulang yang akan menenangkan hati.

Perihal pergi, sudah pasti tentang kembali.
Tetapi aku tidak akan sanggup menerka—kau akan kembali untuk siapa.

Disegala RenunganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang