Tunggu, Dianne? Maksudnya gadis yang menjadi pasukan yang memerangi suku kami? Dia orangnya? Seniornya Ailsya? Hah?!
"Oh, Ailsya... Aku habis dari tempat latihan. Seperti biasa selalu begitu setiap tiga hari sekali." Ucapnya
"Pastinya senior mendapatkan peritia baru ya?" ucap Ailsya. Aku sempat bingung dengan kata peritia. Haah... apa itu? Istilah dari luar pengetahuan suku kami?
"Aku bukan pengguna sihir sepenuhnya, jadinya aku gak punya peritia yang meningkat atau bertambah secara berkala. Jadi yaa... aku murni menggunakan kemampuan tubuhku." Ucap Dianne.
"Oh, aku lupa mengenalkan salah satu calon rekan kita. Ini, namanya Cantores." Ucap Ailsya sambil memegang bahuku. Risih, sampai aku merasa jijik karena aku jarang dekat dengan wanita.
"Salam kenal, namaku Dianneta Elbertstein. Anda pasti salah satu dari calon pasukan khusus kerajaan, ya?" ucap Dianneta
"Ah, iya benar. Aku calon pasukan khusus kerajaan." Jawabku. Aku sedikit curiga dengan orang ini. Kata-katanya formal namun aku kurang suka dengan raut wajahnya yang agak serius itu— walau secara tak langsung aku menyadari kalau dia punya wajah yang cukup cantik dan tubuh yang cukup ideal untuk seorang gunner.
"Kalau begitu, titik beratkan apa yang jadi tujuanmu. Aku tahu Anda adalah harapan bagi negri Einzwart ini, maka tolong capailah apa yang menjadi cita-cita kami." Ucap Dianneta. Aku sedikit risih dengan kata-katanya ini. Lagi-lagi dengan kata-kata harapan lagi.
"A-ah iya baik. Aku akan berusaha semampuku..." ucapku. Lalu aku dan Ailsya kembali melanjutkan perjalanan menuju aula. Di sana sudah ada guru yang akan melatihku, sayangnya aku tak tahu siapa dia karena matanya tertutup oleh bayangan dari tudung di kepalanya.
"Kau siap nak?" tanyanya padaku. Tunggu, aku seperti mengenal suara ini. Jangan-jangan....
"Tunggu, kamu pasti orang itu ya?" tanyaku heran.
"Benar, kamu cerdik juga ya, nak." Ucapnya sambil tersenyum. Senyuman yang cukup bisa menggambarkan kalau dia memiliki beberapa masalah, ah.. sudahlah.
"Baik, kita mulai sekarang. Tunjukkan kemampuan bela dirimu nak!" ucapnya sambil memasang kuda-kuda. Tubuhnya bisa dibilang sudah lanjut usia namun siapa sangka kalau dia punya posisi kuda-kuda yang mantap dan kuat, aku bisa merasakan hawa kekuatan yang besar darinya. Aku tak mau kalah darinya, aku pun memasang kuda-kuda yang pernah diajarkan Khal-eef padaku.
"Aku siap!" ucapku mantap. Lalu kami berdua mulai bertarung satu sama lain. Tendangan, pukulan, tangkisan, dan sodokan dikerahkan sekuat tenaga. Aku sempat tumbang saat itu karena bantingan langsung, namun aku masih kuat berdiri. Seperti biasa dia melakukan kuda-kuda yang aku tak tahu gerakannya dan namanya. Ia melesat maju dan tak sadar dia sudah ada di sampingku dan ia seperti berbisik sesuatu.
"First breath, stunning punch.." tiba-tiba ia memukulku dari bagian perut. Ugh... cukup menyakitkan namun aku sama sekali tak bisa bergerak, serangannya benar-benar membuatku tertahan.
"A-aku menyerah..." ucapku lemas sambil mendudukkan diri.
"Cantores!" ucap Ailsya sambil mendekatiku, namun guru menahannya.
"Seorang lelaki tak mengenal kata menyerah, berdirilah!" ucapnya tegas. Aku cukup paham apa maksud orang ini, namun aku juga cukup muak jika harus dipukul terus-menerus, namun ini untuk kebaikanku sendiri.
Sudah sekitar satu tahun kurang tiga bulan aku menguasai seluruh ilmu dan jurus yang diberikan oleh guru Connor— nama guru yang mengajariku.
![](https://img.wattpad.com/cover/205722846-288-k436292.jpg)
YOU ARE READING
Burning Eagle | Book 02: "The Future and The Past."
Macera"Aku seakan seperti malaikat maut yang siap mencabut nyawa siapapun yang berani merusak tatanan dunia ini. Aku akan kembalikan apa yang kalian ambil!" Bersama Ailsya, Cantores memulai ujiannya untuk menjadi Assassin. Dengan bekal latihan dari Connor...