PART 2

12.5K 194 4
                                    

❤❤❤

Namaku Bunga Cantika, dan saat ini berusia dua puluh tahun. Kulitku putih, mata sendu, dan banyak yang bilang berparas cantik. Diri ini merupakan anak tunggal dari Papa Akbar Ramadhan dan Mama Bella Marina. Mereka sangat menyayangiku, bahkan selalu memenuhi semua kebutuhan dan permintaan dari anak semata wayangnya ini.

Teman-teman selalu memberikan pujian, dan berpikir bahwa aku adalah perempuan yang terlahir dengan sempurna. Lahir dari keluarga yang berkecukupan, dimanja, dan selalu berprestasi saat duduk di bangku sekolah. Mulai dari SD hingga SMA, aku selalu menjadi juara kelas. Papa dan Mama sangat bangga memiliki putri seperti diriku, karena itu mereka selalu memberikan semua apa yang anaknya ini inginkan.

Namun, ada satu hal yang tidak dapat kuminta dari orang tua, yaitu membatalkan perjodohan dengan anak partner kerja Papa. Beliau memiliki partner kerja yang sangat berjaya saat ini, beliau bukan sekadar teman kerja biasa, tetapi juga sahabat karib Papa sejak duduk di bangku Sekolah SMP. Sudah sejak lama mereka berencana untuk menjodohkanku dengan anak Om Satia Perdana, nama dari sahabat Papa. Aku tidak kuasa menolak permintaan itu, kedua pria itu mengaku bahwa perjodohan anak-anak mereka juga bertujuan untuk meningkatkan kemajuan usaha yang telah dirintis.

Dua tahun yang lalu, acara pernikahanku dengan Putra tunggal Om Satia berjalan dengan sangat meriah. Resepsi pernikahan dihadiri oleh pengusaha-pengusaha besar yang ada di kota ini. Pesta meriah itu diadakan selama tiga hari, dan penuh dengan kemewahan. Namun, tidak sepenuhnya kebahagiaan yang kurasakan, karena diriku sedih harus menikah di usia dini.

Aku masih ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, duduk di bangku kuliah. Namun, keputusan orang tua tidak dapat kutolak, karena pernikahan itu demi kemajuan usaha Papa. Kebahagiaan dan kelancaran usaha Papa jauh lebih penting dari perasaan ini. Aku berusaha dengan ikhlas untuk mencoba membuka diri mendampingi sang suami pilihan orang tua.

❤❤❤

"Kenapa ngajarnya harus di kampusku, Mas?" tanyaku kepada Mas Ezza, suamiku.

"Aku ada alasan untuk memilih kampus itu, Dek."

"Alasannya apa? Supaya aku kaget melihat kamu berdiri di depanku?"

"Aku tidak bisa mengatakan alasan itu sekarang, kalau udah tiba waktunya, kamu pasti mendengarnya keluar dari bibirku."

"Terserah kamu, deh, tapi jangan sampai ada yang tau kalau kamu itu suamiku."

"Kenapa harus ada aturan seperti itu, Dek? Seharusnya kamu bangga, dong, dengan suamimu yang ganteng ini." Mas Ezza menunjukkan senyuman nakalnya sambil menggerak-gerakkan alis.

"Aku bilang jangan, yah, jangan. Titik."

"Ya, udah, terserah kamu aja."

"Satu lagi, jangan genit-genit sama mahasiswi. Aku nggak suka!"

"Cieee ... cemburu, yah? Ketahuan, nih."

"Aku nggak cemburu, tapi aku nggak suka lihat lelaki yang sudah beristri genit sama cewek lain."

"Ngaku aja, deh, bilang aja memang cemburu. Aku seneng, nih, dicemburuin."

"Udah, ah. Kamu, mah, baperan," ucapku, lalu berjalan memasuki ke kamar.

❤❤❤

Mas Ezza sama sekali tidak menolak pernikahan dan perjodohan kami, dia bahkan selalu bersikap lembut kepadaku, dan dia tidak pernah memaksakan kehendak dan keinginannya. Mas Ezza sudah seperti kakak bagiku, beda usia kami hanya terpaut enam tahun. Dirinya selalu memanjakanku, dia juga bersikap seolah-olah mampu bertindak sebagai orang tua. Namun, dengan semua perhatian dan kasih sayang yang diberikan, laki-laki itu masih tetap belum mampu menembus dinding hati ini untuk membalas semua perlakuannya.

Dia memilih menjadi dosen untuk mewujudkan impiannya sebagai pecinta mata kuliah Akuntansi. Dosen adalah kegiatan sampingan baginya karena dia harus membantu papanya untuk mengurus perusahaan. Aku sama sekali tidak peduli dengan niat dan tujuannya untuk menjadi dosen. Namun, yang membuat aku tidak habis pikir, kenapa harus di kampusku? Kenapa dia tidak mau memberitahukan apa alasan dan tujuannya menjadi dosen di kampus itu? Ada apa sebenarnya?

❤❤❤

"Parkirnya jauh dari pager, yah. Aku nggak mau kalau sampai ada yang lihat kamu yang nganter aku. Nanti mereka curiga!" pintaku saat Mas Ezza mengantarkanku pagi ini ke kampus.

"Okeh, deh, Nyonya Ezza. Perintah dilaksanakan."

"Gitu, dong, jadi suami itu harus nurut dan bisa ngertiin istri."

"Apa, sih, yang enggak untuk istriku, nih." Dia memegang daguku.

"Nggak usah lebay. Sana, gih, ngantor ... ntar Papa nyariin, tuh!"

"Baik, Bos ... aku berangkat, yah. Bye."

"Hati-hati, bye." Mobil Mas Ezza pun berlalu dari hadapanku. Aku segera memasuki kampus.

Kehidupan rumah tangga yang kami jalani sangat unik, mungkin karena usiaku masih sangat muda untuk menjalani hidup sebagai istri. Sikap dan tingkahku yang terlihat masih labil, untung ada dia yang selalu bersikap lebih dewasa untuk menghadapi diriku.

==================

DOSEN ITU SUAMIKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang