PART 12

8.1K 130 4
                                    

❤❤❤

Sudah seminggu lamanya, aku dan Mas Ezza menginap di rumah orang tua, dia tetap bersikukuh untuk tidak pulang ke rumah karena menunggu. Dari awal sudah kukatakan kepadanya ingin menenangkan diri beberapa hari di sini, tetapi kenapa dia tetap harus mengikutiku?

Sehari saat aku tiba di rumah ini, Papa telah berusaha membujuk dan meminta anaknya ini untuk pulang, karena beliau merasa tidak tega melihat Mas Ezza harus memohon mengajakku kembali ke rumah.

"Kasihan suamimu, Bunga. Dia sudah berusaha mengajakmu pulang, kenapa kamu tidak menghiraukan ajakannya?" tanya Papa saat itu, ketika kami berkumpul di ruang TV.

"Papa dan Mama sama aja, bisanya cuma bela dia," balasku sambil menunjuk ke arah Mas Ezza.

"Kok, bilangnya bela, sih? Papa cuma nggak tega melihat Nak Ezza sampai memohon tiap hari di depanmu."

"Bunga nggak minta dia harus memohon, itu kemauan dia sendiri," jawabku untuk membela diri.

"Tolonglah bersikap dewasa, Nak. Kami semua udah minta maaf atas rencana kami dua tahun yang lalu. Walaupun awalnya kami merencanakan semuanya, kenyataannya Papa lihat kamu nggak pernah merasa tersiksa dan menderita hidup bersama Nak Ezza, suamimu."

"Jadi menurut Papa, Bunga bahagia banget dengan rencana Papa?"

"Tapi Nak Ezza selalu berusaha menjadi suami yang bertanggung jawab, dan memberikan kebahagiaan untukmu, Nak," lanjut Papa.

"Benar kata Papa kamu, Sayang. Apa lagi, sih, yang kurang dari suamimu? Dia selalu memberikan yang terbaik untukmu." Mama juga membantu Papa untuk membela Mas Ezza.

"Nggak apa-apa, Mah, Pah. Kalau Bunga harus nginap di sini, Ezza juga pasti akan medampinginya." Mas Ezza tetap dengan sifat mengalahnya.

"Apa-apaan, sih, Mas? Kamu senang supaya Papa dan Mama selalu nyalahin aku, dan pastinya tetap membela kamu!" Aku meninggikan suaraku.

"Turunkankan suaramu, Bunga. Dia suamimu, yang harus kamu hormati. Sikapmu seperti anak yang nggak pernah dididik. Papa dan Mama malu melihat sikapmu yang seperti ini." Papa tega memarahiku di depan Mas Ezza.

"Kok, Papa marahin Bunga, sih? Bunga nggak minta dia untuk ngikutin Bunga ke sini." Aku masih berusaha membela diri di depan Papa.

"Kita itu suami istri, Dek. Kenapa kita harus tinggal terpisah? Aku nggak mau jauh darimu, aku ingin tetap bersamamu." Ucapan yang keluar dari mulut Mas Ezza selalu membuatku kesal.

"Begitu baiknya suamimu, Sayang. Cobalah belajar membuka diri untuk melihat semua pengorbanannya." Mama masih dengan pujiannya tentang Mas Ezza.

"Ezza ikhlas melakukan semua untuk Bunga, Mah. Ezza suaminya, dan dia tanggung jawab Ezza." Aku terdiam mendengar penuturannya.

"Tapi Bunga masih ingin tetap di sini selama beberapa hari ke depan. Boleh, yah ... Pah, Mah. Bunga minta maaf atas sikap Bunga yang membuat Papa dan Mama merasa malu." Aku meminta maaf kepada orang tuaku.

"Terserah kamu aja, kamu lebih tahu mana yang terbaik. Kalau dilarang, kamu pasti ngotot dan ngambek. Cobalah belajar berpikir untuk lebih dewasa, Nak." Ucapan Papa seperti sembilu yang tertancap di hatiku.

"Makasih, Papa. Bunga janji akan belajar untuk berubah dari sekarang." Aku pun memeluk Papa.

Hatiku bahagia karena Papa dan Mama memaafkan sikapku dan memberikan izin untuk tetap tinggal di sini dalam beberapa hari. Aku merindukan masa-masa dulu, di mana diri ini sangat bahagia dengan status masih sendiri. Bermain bersama teman-teman, menikmati indahnya masa sekolah yang penuh dengan kenangan.

DOSEN ITU SUAMIKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang