PART 14

8.6K 139 3
                                    

❤❤❤

Aku merasakan tangan Mas Ezza bergerak dari pipi, lalu turun ke bawah. Aku tiba-tiba terkejut dan tersadar.

"Mas," ucapku lirih.

"Hmmm." Dia hanya bergumam.

"Jangan, Mas," pintaku.

"Kenapa, Dek?" Dia pun menghentikan aksinya.

"Aku belum siap." Aku belum mampu memenuhi apa yang ingin dilakukan oleh Mas Ezza.

"Apa alasan kamu, Dek? Kenapa belum siap?"

"Aku juga nggak tau, Mas. Intinya aku belum bisa sekarang."

"Kamu marah dengan apa yang kita lakukan?"

Aku terdiam dan bingung menjawab pertanyaannya.

"Aku minta maaf." Dia justru meminta maaf.

"Kamu nggak salah, Mas." Aku merasa bersalah, tetapi aku tidak mengerti dengan isi hatiku yang sebenarnya.

"Terus kenapa, Dek?"

"Aku minta kamu untuk sabar, yah, Mas," pintaku kepadanya.

"Aku akan tetap sabar menunggu sampai kamu benar-benar siap, Dek. Aku sangat mencintaimu." Dia mendaratkan sentuhan di keningku dan aku tetap diam. "Maaf atas sikapku padamu tadi pagi di kampus. Aku sengaja bersikap lembut pada Cindy, aku sakit saat melihatmu bersama Dika," lanjutnya.

"Hatiku jauh lebih sakit saat kamu menuduhku yang bukan-bukan, Mas. Kamu tega mengatakan sesuatu yang tidak kulakukan. Kamu tidak tau gimana rasanya aku berusaha lepas dari Dika."

"Iya, Dek. Aku benar-benar minta maaf, api cemburu yang membakar hatiku hingga membuatku berpikiran seperti itu terhadapmu. Aku khilaf." Dia memberikan penjelasan kepadaku.

"Terus terang, aku sedih banget, Mas."

"Jangan diungkit lagi, ya. Aku merasa bersalah." Dia pun bersimpuh di depanku, lalu menggenggam jemariku.

"Terserah kamu aja, Mas, harus menilaiku seperti apa." Aku tetap merasa bersedih dengan tuduhan yang dia berikan.

"Jangan ngomong seperti itu, Dek. Aku mohon, kamu tetap yang terbaik bagiku." Dia mengusapkan kedua telapak tanganku pada kedua pipinya.

"Terus terang, sebenarnya aku juga merasa bukan istri terbaik untukmu, Mas. Aku sangat membencimu dari awal pernikahan kita dan merasa kalau kamu adalah penyebab dari hilangnya masa mudaku." Aku mengingat kembali saat perjodohan itu terjadi. "Kamu yang membuatku berbeda dari anak-anak seusiaku saat itu. Aku merasa tertekan dan benar-benar sangat tidak mengharapkan kehadiranmu. Tapi aku tetap kuat dan bersikap biasa padamu seolah-olah aku tidak pernah sama sekali membencimu." Aku mengutarakan isi hati dan perasaan yang telah lama kupendam selama ini.

"Aku tau, kok. Aku merasakan sikap dinginmu terhadapku. Karena itu aku berusaha membuatmu merasa nyaman dan memenuhi semua keinginanmu. Aku ingin membuktikan betapa besarnya rasa cinta dan sayangku padamu." Entah kenapa aku merasa tersanjung mendengar pengakuannya. "Aku ingin membuatmu lupa akan hubungan kita yang dimulai dari sebuah perjodohan. Aku ingin kamu tetap menganggapku ada dan berusaha membuka hati dan perasaanmu untukku." Penuturannya benar-benar sangat menyentuh.

"Jadi perhatian yang kamu berikan selama ini bukan semata-mata karena tanggung jawab, Mas?" tanyaku penasaran.

"Bukan, Dek. Mungkin karena kamu masih terlalu muda saat itu hingga tidak bisa membedakan cinta dan tanggung jawab. Aku udah jujur kemarin kalau cintaku padamu tumbuh sejak pandangan pertama melihatmu."

"Jadi, saat tunangan itu kamu juga berbohong Mas? Kamu bilang menerima pertunangan kita karena menghargai keputusan orang tua dan dengan polosnya aku saat itu mempercayaimu."

DOSEN ITU SUAMIKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang