Bab Tujuh

4.8K 309 5
                                    

Rama POV

Gue hanya bisa duduk di ruang tunggu, sementara Yasinta diobatin lukanya oleh dokter di dalam ruangan. Mobil gue … mengenaskan!

Sebenernya gue males banget kalau harus minta bantuan orang, tapi karena polisi juga datang segala, gue terpaksa menelepon Kak Rega dan Kak Reta. Entah dengan kecepatan apa, dalam waktu lima belas menit mereka ada di hadapan gue.

Kak Rega yang menyelesaikan urusan dengan polisi, sedangkan Kak Reta yang sibuk bertanya bagaimana kejadiannya berlangsung. Gue ga bisa menjawab satupun pertanyaan Kak Reta, karena Kak Reta terus menghujani gue dengan pertanyaan. Sampai akhirnya Kak Rega datang dan meminta Kak Reta untuk berhenti, barulah gue bisa menjawab.

“Gue nganterin temen pulang ke rumah. Gue melamun, dan ga sadar masuk ke jalur yang berlawanan arah sama gue. Ada truk di depan gue. Temen gue teriak, dan dia langsung memutar setir mobil dengan paksa. Gue baru sadar dari lamunan saat mobil sudah menabrak pembatas jalan dan kaca mobil gue pecah berhamburan.” Cerita gue singkat.

Kak Rega dan Kak Reta terdiam. Mencerna cerita gue. Gue sendiri ga berniat untuk menambahkan detail cerita gue.

“Dia putar setir ke arah mana?” tanya Kak Rega.

“Ke arah kiri.” Jawab gue.

“Kenapa ga ke kanan?” tanya Kak Reta.

Mereka apa-apaan sih. Apa ini penting banget untuk ditanya?

“Bukannya lebih gampang kalau penumpang puterin setir mobil ke arah kiri?” tanya gue.

“Kalau ke kiri, risiko temen lu luka itu lebih besar kan? Polisi bilang, bagian kiri mobil lu hancur. Itu artinya temen lu itu nyelamatin lu. Buktinya, lu ga kenapa-kenapa tapi temen lu di dalam lagi diobatin. Lagipula, kalau dalam posisi itu, bisa aja temen lu itu dihantam sama mobil di belakangnya yang ga sempat nginjak rem. Coba aja lu reka ulang!” Jelas Kak Rega.

“Kalau setirnya diputar ke kanan, lu yang bakal kenapa-kenapa. Yah, walau sama aja sih risiko temen lu buat kena hantaman truk juga ada. Tapi temen lu itu milih puterin ke sebelah kiri yang meminimalkan risiko lu selamat lebih besar.” Tambah Kak Reta.

Gue terdiam. Mencerna kata-kata Kak Rega dan Kak Reta. Hal seperti itu... Mungkin Cuma kebetulan kan?

Gue dan kedua kakak kembar gue langsung masuk ke ruangan Yasinta saat dokter sudah memperbolehkan. Dokter bilang, Yasinta butuh istirahat jadi kami dimohon untuk ga ribut. Baru aja kami masuk, tiba-tiba suara teriakan Kak Reta menggema.

“SINTA?!?!!”

Gue langsung menatap kaget ke arah Kak Reta yang berlari ke dekat ranjang Yasinta. Kak Reta kenal Yasinta?!

“Reta! Ssstttt… Sinta butuh istirahat kali! Lu berisik banget.” Tegur Kak Rega.

Kak Rega juga kenal Yasinta?!? Kenal dimana? Gue dan Sinta aja kenal Yasinta saat di pemakaman Galih. Kak Rega dan Kak Reta kan ga pergi ke pemakaman Galih. Terus, kenal dimana?

“Kak... Lu berdua.. kenal Yasinta?” tanya gue ragu.

Kak Rega dan Kak Reta menoleh ke arah gue yang berdiri di belakang mereka. Seketika itu juga, Kak Reta menutup mulutnya, dan Kak Rega menepuk jidatnya.

“Kak, jelasin.” Tuntut gue.

Kak Rega dan Kak Reta saling menatap. Bertukar pikiran. Mereka berencana untuk kabur dan mengalihkan perhatian gue ke hal lain. Ck. Mereka lupa ya kalau gue bisa tau pikiran mereka?!

“Ga usah konyol deh. Gue emang bukan kembaran kalian, tapi gue tau apa yang kalian rencanain!” tuduh gue.

Kak Rega dan Kak Reta Cuma bisa salah tingkah karena tertangkap basah, dan akhirnya meminta gue untuk duduk. Setelah menarik nafas panjang, mereka LAGI-LAGI saling menatap dan berdebat panjang. Dengan sabar gue menunggu. Akhirnya Kak Reta menyerah dan mulai pembicaraan.

Loving You #4 : Rama & SintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang