Efendi dan Kenzo keluar dari taksi online yang mereka tumpangi sambil berlari-lari menghindari guyuran hujan yang mendadak turun deras sejak mereka meninggalkan hotel menuju kediaman Ardiwilaga.
Kendati sebelumnya Ardi sudah mewanti-wanti agar Efendi menelepon supaya pembantu di rumah mereka bisa keluar membawakan payung, Efendi memilih berlari ke teras bersama sang putra dengan alasan tidak ingin merepoti.
Sekarang, setelah keduanya berhasil menjangkau teras, tatapan Efendi justru terlihat menyesali keputusan yang dibuatnya sendiri ketika menoleh pada Kenzo dan menyadari mereka hampir basah kuyup.
"Enggak apa-apa. Anggap aja kita sedang main drama adegan kehujanan," hibur Efendi dengan logat Jawa yang khas demi mengabaikan ketidakberuntungan yang tengah mereka hadapi. "Untung saja mamamu nggak ikut. Kalau ikut, dia pasti bakal nyeramahin kita sampai baju ini kering sebelum membiarkan Papa mengetuk pintu rumah Ardi."
Kenzo hanya terkekeh pelan sambil menggeleng menanggapi guyonan sang papa. Sementara tangannya masih sibuk mengikis air dari wajah dan juga pakaiannya menggunakan saputangan, saat dirasanya sebuah tangan menepuk bahunya dan Kenzo lantas menoleh.
Ia melihat, sang papa kini menyeringai lebar. "Jangan grogi. Tetap berpikir optimis. Hujan itu rahmat. Semoga taaruf ini berjalan lancar. Kalau kamu bisa nikah pas musim hujan begini, akan membawa keberuntungan tersendiri buat kamu dan istri."
"Aamiin," tanggap Kenzo sebelum kembali dikejutkan dengan bunyi pintu rumah yang terbuka.
Disusul dengan penampakan Ardiwilaga yang memperlihatkan wajah khawatir sekaligus terkejut saat menyisir keluar.
"Assalamualaikum!" sapanya hangat pada Efendi dan Kenzo, sembari menjabat tangan dan memaksa memeluk meski Efendi bersikeras menolak lantaran pakaiannya basah. "Gimana to ini, disuruh nelepon kok malah diem-dieman dan jadi basah kuyup gini?"
"Tadinya mau ngasih surprise ke kamu, tetapi pas keluar dari hotel malah hujan turun nggak kira-kira. Jadinya, sekarang kita yang dapat surprise kehujanan." Efendi berkelakar dan tertawa bersama temannya.
“Ya ampun, Mas, Mas. Ya sudah, mari masuk dan ganti baju di dalam biar nggak masuk angin. Ayo, Nak Kenzo!” Ardi kemudian merangkul keduanya masuk dan bertukar pakaian.
Beberapa kali mencoba ini dan itu, sayangnya, tak ada satu pun baju Ardi yang sesuai dengan ukuran Kenzo. Jadi, ketika memaksakan bertganti ketimbang mengenakan pakaian basah dan betulan masuk angin, kaos putih kebesaran itu malah membuat Kenzo terlihat selayaknya anak SMA yang mengenakan baju kedodoran.
"Masih tetep ganteng, kok," kelakar Ardi saat Kenzo masih sibuk mengeringkan rambut basahnya menggunakan handuk yang ia berikan. "Dulu, Om juga sekurus kamu sebelum menikah."
"Itu sudah puluhan tahun lalu, Dek." Efendi menyambut sambil tertawa. "Waktu kita sama-sama di pesantren dan masih sering tirakat."
"Iya, ya. Sejak nikah emang udah nggak pernah tirakat. Los aja semuanya jadi subur begini." Ardi menanggapi dan keduanya kembali tertawa, menyisakan Kenzo yang hanya sesekali tersenyum simpul mendengarkan obrolan nostalgia para orang tua.
Usai melaksanakan salat Magrib, Tania yang semenjak tadi belum menampakkan batang hidungnya, dipanggil keluar oleh Kunti─yang masih sibuk memasang jarum pentul ke kerudung yang selalu ia pakai hanya saat di rumahnya sedang kedatangan tamu.
Kaki wanita itu melangkah memasuki kamar sang putri. Tidak tanggung-tanggung, demi berhasil membujuk Tania supaya mau dikenalkan dengan lelaki pilihan mereka, Kunti dan Ardi bahkan menuruti saja saat Tania meminta pelayan menyiapkan kamar khusus untuknya di lantai bawah agar semakin meyakinkan kalau dirinya benar-benar lumpuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kenzo Arashi (Kebohongan Seorang Istri)
RomanceTania menolak dijodohkan dengan Kenzo Arashi, yang seorang pengusaha pengekspor buah, sekaligus pemilik hotel dan perkebunan dari kota Malang. Selain karena sudah memiliki tambatan hati, yaitu Marvel Alexis. Tania juga menduga jika Kenzo adalah seor...