09-Ingkar Janji

726 71 24
                                    

Meski bersikeras menolak melihat penampakan yang baru saja melintas di depannya, pikiran Tania telanjur merekam, dan matanya berkhianat dengan kembali mencuri-curi pandang ketika Kenzo sibuk mengobok lemari untuk mencari pakaian ganti.

Sepuluh menit lagi berlalu, Kenzo yang masih mengenakan peci putih dan baju koko lengkap dengan sarungnya selesai salat, menghampiri Tania yang masih betah bertapa di atas kasur sambil sesekali kedapatan melamun.

Tanpa berkata apa pun, Kenzo mengambil tempat kosong di samping sang istri, kemudian menyodorkan gawai berikut dompet dan buku tabungan padanya.

"Apaan ini?" Tania tersentak dan bengong sejenak menatap benda-benda itu, sembari sesekali bergantian menatap sang suami.

Kenzo tersenyum, meletakkan semua tadi di pangkuan Tania saat sang istri tidak kunjung menerima pemberiannya dan menyamankan posisi duduk.

"Dompetku beserta isinya, sekarang jadi milik kamu. Buku tabunganku sekarang juga menjadi buku tabungan kamu. Dan ponselku, kamu boleh memeriksa seluruh isinya. Akun media sosial, pesan yang kukirim pada teman-temanku. Kamu bisa melihat semuanya sendiri."

"Terus maksudnya apa?" Tania sejemang dirasuki perasaan was-was, takut kalau Kenzo juga menginginkan hal yang sama darinya: mengetahui semua percakapan pribadi Tania bersama teman-temannya, serta berbagi sandi ponsel dan semua akun media sosial.

Tania jelas tidak akan mau melakukannya.

"Aku nggak ingin menyembunyikan apa pun dari kamu. Karena sekarang kita sudah menikah, kamu berhak tahu atas semua yang ada padaku, dan aku ingin berbagi semuanya sama kamu."

"Tapi buatku, ponselku tetep barang pribadi yang nggak boleh dilihat sama siapa pun, termasuk kamu. Dan aku nggak mau ngasih password ponselku ke kamu," kukuh Tania tak bisa meyembunyikan keengganan dari nada bicara sekaligus ekspresinya.

Kenzo melipat bibir sebentar mencernanya, sebelum akhirnya mengangguk penuh pengertian. "Enggak pa-pa. Itu hak kamu buat menjaga privasi dariku. Sama seperti satu hal kemarin, aku juga akan menunggu sampai kamu siap terbuka membagi segala hal denganku atas keinginan kamu sendiri. Setidaknya, aku sudah melakukan apa yang harus kulakukan sebagai seorang suami dan menunjukkan ketulusanku. Aku ingin, kita menjalani kehidupan rumah tangga yang sakinah sampai akhir hayat."

"Sama cewek yang tadi juga?" Tania merespons sinis mencabangkan topik.

Kembali mengingatkan kalau ada gadis yang baru saja dibuat pingsan oleh pernikahan mereka, dan Tania masih sangat penasaran mendegar bagaimana pendapat Kenzo pribadi tentang sosoknya.

Kenzo akhirnya terkekeh pelan. "Tutuk?"

"Tahu deh siapa namanya." Tania membalas sambil melengos.

Walau sadar tingkahnya berlebihan dan terkesan cemburu berat, Tania tetap bersikukuh menyangkal dalam hati.

"Aku menganggapnya nggak lebih dari seorang adik. Jangan diambil hati. Aku sudah bilang ke dia kalau sekarang kami nggak bisa deket-deketan lagi, karena aku sudah menikah. Lagian, istriku pencemburu."

"Dih, siapa yang cemburuan?" Tania kembali menoleh Kenzo dan melayangkan tatapan permusuhan. "Aku sih santai, nggak peduli kalian mau balikan atau pacaran sembunyi-sembunyi. Cuman ya ... kalau sampai ketahuan sama aku sekali aja kalian deket-deketan, kita otomatis pisah! Beres. Masalah selesai. Dan aku akan langsung pulang ke Jakarta."

Kenzo mengernyit. Memikirkan sejenak ucapan istrinya sebelum kembali tertawa.

"Apaan ketawa?"

"Enggak pa-pa. Aku suka istri yang posesif." Kenzo mengusap kepala Tania sekali lagi dan beranjak. "Kamu mau kita makan di bawah atau makan di kamar?"

Kenzo Arashi (Kebohongan Seorang Istri) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang