04-Hampir Gila Setengah Mati

867 76 28
                                    

Tania menolak untuk berbicara dengan kedua orang tuanya hingga dua hari berikutnya sebagai bentuk protes karena sudah bersikap curang; mendorongnya pada jebakan di luar kesepakatan awal mereka, memutuskan untuk meninggalkan rumah. Demi bisa menghibur diri yang suntuk luar biasa, Tania  memantapkan hati berkunjung ke rumah Izzy usai sarapan.

"OMG ... what?" seru Izzy, tak berhenti menggeleng sambil mondar-mandir di ruang tamunya, menatap Tania yang menungging dengan tatapan kosong selayaknya pesakitan di atas sofa panjang. "Susah-susah lo nyusun rencana, dibelain beli kursi roda, dan lo malah nerima perjodohan itu like a stupid girl?"

"Gue nggak nerima, Zy...!" kesal Tania sambil menendang-nendangkan kedua kakinya jengkel. "Gue masih sibuk mikirin gimana caranya ngebunuh tuh cowok pas tahu-tahu semua orang serempak nyeru 'Alhamdulillah'."

"Ya tetep aja elonya bego. Ngapain malah ngelamun enggak-enggak di saat genting? Aturannya, lo tuh fokus gimana nyusun kalimat buat nolak. Itu lebih realistis ketimbang mengkhayal aneh-aneh."

"Bodo, ah! Udah kejadian juga." Tania mengumpat sewot sambil memalingkan muka ke sisi lain, sisi di mana ia tak harus bersitatap dengan Izzy dan menyaksikan wajah menjengkelkannya.

"Terus sekarang lo bener-bener nggak bisa ngebatalin itu semua?"

Terdengar suara helaan napas berat terembus.

Tubuh Tania ambruk sepenuhnya, menjawab pertanyaan Izzy, "Yang ada papa marah banget waktu gue kasih tahu kalau diemnya gue nggak pernah bermaksud nerima perjodohan itu. Mama sama aja. Gue berasa kayak bukan anak kandung mereka tahu, pas ngutarain keberatan dan mereka malah mati-matian ngebelain Kenzo."

"Lo nggak coba bicara sama kedua kakak lo? Siapa tahu aja mereka bisa bantu ngebujuk 'bonyok' lo?"

Tania berdecak pesimis, "Lo pikir, mereka bakal belain gue, gitu? Nehi! Tia dan Talia itu sama aja kolotnya kayak papa dan mama. Meski kenyataannya hidup mereka sendiri jauh dari kata tentram gara-gara nerima perjodohan, tetep aja mereka juga maunya gue dijodohin. Sengaja pengin ngeliat gue menderita juga kali. Biar senasib sepenanggungan."

"Apa lo kawin lari aja sama Marvel?" Tiba-tiba Izzy menyeletuk tanpa pikir.

Dia memang hampir tak pernah menggunakan akal sehatnya saat membicarakan persoalan rumit, dan selalu menemukan gagasan gila untuk mengakhiri kisah dengan cara paling dramatis sekaligus ngawur.

"Ya Marvelnya pasti nggak bakal mau." Lelah bertengkurap, Tania kembali duduk dan menyesap teh bunga krisan kegemarannya sebelum melanjutkan, "Kami punya rencana indah untuk menikah dengan disaksikan keluarga masing-masing di Bali. Dia tuh cowok dengan pola pikir paling romantis dan hangat yang pernah gue pacarin. Mama sama papa aja yang sentimen nggak jelas. Padahal gue cinta mati sama dia, Zy...."

"Makanya lo bujuk dia buat mau kawin lari." Izzy bersikukuh dengan ide yang menurutnya brilian. "Atau sebenarnya ... lo diem-diem emang mau nikah sama Kenzo, ya?"

"Kayaknya memang iya." Tania merenjeng lidah dan menjentikkan jari dengan bohlam ide menyala terang di atas kepala sebelum Izzy sempat pulih dari kebingungan. "Tapi...." sambungnya penuh siasat, "gue bakal bikin Kenzo secepatnya menceraikan gue."

"Gila lo? Jangan lupa, alasan lo nolak dia tuh karena lo yakin dia setipe sama suami temen-temen kita yang dari luar kelihatan agamis, tapi mentalnya penjahat kelamin. Dan lo nggak mau ngalami nasib bercerai atau dipoligami sama cowok yang lo nikahin. Ini kenapa lo malah pengin nikah terus ngarep dia cerain lo, Tan? Kenapa  ... why ... what? Kasih tahu gue biar paham sama cara kerja pikiran nggak jelas lo!"

"Gue nggak akan ngasih kesempatan Kenzo buat nyentuh gue barang seujung kuku pun sampai dia depresi. Gue bakal bersikap yang sekiranya bisa bikin dia kesel, mikir gue istri yang nggak taat sama suami dan pantas buat diceraikan."

Kenzo Arashi (Kebohongan Seorang Istri) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang