07-Mengelak, Tapi....

799 73 35
                                    

Sesuai dengan kesepakatan awal, mereka hanya sehari saja di Jakarta.

Keesokan paginya usai sarapan, Kenzo langsung memboyong Tania ke Malang dengan mengendarai mobil pribadinya. Tentunya, ini juga bukan perjalanan menyenangkan bagi Tania, apalagi sesuai harapannya.

Tidak butuh waktu lama, bahkan mereka baru juga memasuki tol arah ke luar kota, saat Kenzo sudah membuat Tania meledak duluan lantaran pria itu memulai basa-basi percakapan dengan menceritakan perihal keinginan Asti yang mengharapkan mereka bisa tinggal bersama sementara waktu di rumah orang tua Kenzo.

"Pokoknya aku nggak mau!" ketus Tania sambil meremas-remas jengkel selimut yang menutupi kakinya.

Ia merasa kesal luar biasa karena seperti dijebak lantaran Kenzo baru mengutarakan masalah ini setelah mereka meninggalkan rumahnya. Padahal mereka punya banyak waktu sepanjang malam kemarin untuk mengutarakan segalanya.

"Kalau gitu, berikan aku alasan yang masuk akal agar bisa menyampaikannya pada mama tanpa membuat hatinya tersinggung."

"Ya emang aku nggak mau. Enggak ada alasan lain." Tania memungkas cekak. Rasa-rasanya, kalau tidak ingat wejangan Kunti soal "jaga nama baik keluarga kita", Tania ingin sekali melompat keluar dari mobil dan berlari kabur menemui Marvel.

Sayangnya, Tania juga telanjur menyepakati perjanjian kecil dengan Kunti yang sekarang sangat ia sesali, bahwa ia boleh kembali ke Jakarta, tetapi nanti, setelah acara ngunduh mantu di rumah mertuanya selesai. Atau setidaknya, menetaplah di Malang sekurang-kurangnya dua minggu sampai lelahnya Kenzo terobati. Jangan berusaha kabur-kaburan atau merajuk serupa anak kecil. Kamu sudah jadi seorang istri sekarang.

Tania makin kesal saja dengan nasibnya.

"Pasti ada alasan, Tania. Kamu harus terbuka sama aku. Aku juga nggak akan maksa kalau kamunya nggak mau." Berbanding terbalik dengan Tania yang sudah meledak-ledak, Kenzo masih bertahan dengan suara lembahnya yang menandakan jika dirinya sama sekali tidak terpancing emosi. “Aku cuma butuh alasan kamu.”

Mau tak mau, Tania harus memutar otak untuk membuat alasan masuk akal agar topik ini segera berakhir dengan keputusan Kenzo menuruti apa maunya.

Lagi pula, sebetulnya bukan karena tidak ada alasan Tania menolak keinginan Asti untuk tinggal bersama sementara.

Masalahnya, terlalu banyak rahasia yang harus Tania jaga rapat-rapat, dan tinggal bersama mertua dipastikan hanya akan mempersulit pergerakannya.

Tania tidak mau, Asti mengawasinya dua puluh empat jam non stop jika mereka sampai betulan tinggal dalam satu rumah.

"Tania...?" Kenzo memanggil sabar untuk kembali meminta jawaban.

Akhirnya dengan berat hati, Tania mendengkus, "Aku ngerasa ... mama kamu nggak suka sama aku," kilah gadis itu ngasal, yang tak disangkanya, malah membuat Kenzo mengurai senyum simpul sambil mengalihkan pandang ke luar jendela. Seperti berusaha keras untuk tidak tertawa.

Sungguh, laki-laki itu memang tak bisa ditebak jalan pikirannya. Bukannya marah sehingga Tania bisa menyulut api pertengkaran lebih besar, lagi-lagi Kenzo malah tersenyum dalam situasi yang tidak semestinya.

"Kamu ngetawain aku?" tuduh Tania sengit mengetahui senyum yang diam-diam Kenzo lemparkan ke jalan di sampingnya.

"Enggak."

"Kamu tersenyum barusan."

"Senyum, ‘kan, ibadah. Apa salahnya kalau aku tersenyum di depan istriku?"

Tania mendecak. Semakin kesal menghadapi suami barunya.

Bisa-bisanya Kenzo ngegombal di saat ia sedang bersemangat untuk bertengkar. "Ken, please, jangan nyebelin deh. Senyum kamu itu nggak ngenakin. Jadi bener, ‘kan, mama kamu nggak suka sama aku?"

Kenzo Arashi (Kebohongan Seorang Istri) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang