05-Batas Waktu

831 79 46
                                    

Tiga bulan.

Rasanya, Tania semakin stres kala kembali memikirkan kata-kata Marvel padanya tempo hari lalu, sehingga ia tampak kusut saat hari lamarannya akhirnya datang. Betapa tidak, hanya tiga bulan waktu yang diberikan oleh Marvel padanya, dan Tania harus bercerai dari Kenzo jika tidak ingin kehilangan Marvel selamanya.

Inginnya mati saja.

Tia tak berhenti menghela napas, melihat penuh iba wajah sang adik yang kini murung di depan cermin riasnya. Tania yang dilihatnya sekarang, bukanlah Tania yang selama ini Tia kenal.

Bagai komandan pasukan yang kalah dalam pertempuran, gadis manis yang mengenakan sanggul modern lengkap dengan setelan kebaya warna putih itu hanya menunduk lesu pasca hari pernikahannya ditentukan.

Dua minggu lagi!

Tania yang biasanya selalu terlihat segarang preman Tanah Abang dan seceria mentari pagi di musim panas, tampak pucat pasi seumpama baru saja melihat malaikat maut yang hendak mencabut nyawanya.

"Kamu masih nyesel sama perjodohan ini?" tanya Tia sambil meletakkan kedua tangannya di bahu sang adik.

Sebagai sulung, Tia tentu ingin memberikan semangat bagi Tania yang hendak mengawali cerita hidup barunya. Akan tetapi, Tania yang sedari tadi diajak bicara malah tenggelam dalam pikirannya sendiri, dan tetap mengabaikan Tia seolah-olah eksistensinya memang tak pernah Tania anggap dan sadari.

"Santai aja kali, Tan. Tar lama-lama kamu juga bakal menikmati kehidupan pernikahan itu. Hati setiap manusia itu pasti berubah. Yang awalnya cinta bisa jadi benci, begitu juga sebaliknya." Talia yang baru masuk sambil membawa camilan yang disuguhkan dalam pesta lamaran, menyambar kelewat santai.

"Kalau nggak?" Tania menyahut skeptis sambil menatap sinis pada kakak nomer duanya melalui cermin. "Nyatanya sampai sekarang lo juga masih menyesali pernikahan lo, ‘kan?"

"Yee, itu lain cerita." Talia berkilah. "Dalam kasus kamu, aku yakin kemungkinan 'kamu nggak bisa jatuh cinta' sangat kecil, karena Kenzo terlihat jelas tipikal cowok hangat yang bisa bikin siapa aja nyaman di dekatnya. Nih ya, aku aja yang baru ngobrol sebentar sama dia langsung ngerasa nyaman. Dia humble, udah gitu mukanya enak dilihatin lama-lama, nggak bikin bosen. Coba aja dulu aku yang dikenalin sama dia, pasti aku nggak bakal kabur-kaburan setelah tahu mau dijodohin."

"Tau, ah, berisik!" Tania menukas sebal sambil menepis tangan Tia dari bahunya dan menggelindingkan kursi rodanya keluar kamar, menuju taman di belakang yang lebih sepi dibandingkan bagian lain rumah yang kini penuh oleh beberapa undangan anggota keluarga yang tengah berlomba menceritakan kehidupan masing-masing─dari yang bisa dibanggakan sampai hal memalukan dan tak layak dibagikan meski kepada sesama saudara.

Suara-suara dari segelintir orang berisik itu, tak pelak menjadikan acara pertunangan sederhana dan tertutup ini riuh rendah. Dan diam-diam, Tania bersyukur lantaran tidak satu pun teman dekatnya diundang dan mengetahui kelakuan asli keluarganya saat semua berkumpul.

Setelah melalui perdebatan alot, rencananya akad nikah nanti juga akan digelar seadanya tanpa resepsi, baik di Jakarta maupun di Malang.

Bukan lantaran Ardiwilaga pelit tak ingin menyelenggarakan pesta bagi sang bungsu, pun Efendi malu memublikasikan kondisi menantunya yang lumpuh, melainkan semua itu atas keinginan Tania yang menolak keras diadakan pesta.

Tidak akan ada pesta jika itu bukan pernikahannya bersama Marvel, kukuh hati Tania. Namun, di depan semua keluarga mereka, gadis itu berkilah sok bijak tak ingin menghambur-hamburkan uang hanya untuk sesuatu yang sebenarnya tidak penting seperti resepsi, dan sebagai gantinya, Tania meminta Kenzo menggunakan uang jatah pesta di Malang sebagai tambahan mas kawin.

Kenzo Arashi (Kebohongan Seorang Istri) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang