21. kita berantem .... parah. (2)

3.6K 543 114
                                    

Untuk bisa biasa lagi kaya awal? Sulit, kalau Felix boleh jujur. Berpura-pura baik-baik saja padahal hatinya kenapa-kenapa. Sulit juga rasanya bertatap muka dengan anak bungsu keluarga Prabata ini, dia bahkan secara terang-terangan menarik perhatian Felix namun yang bersangkutan merasa muak dengan semuanya.

Muak dengan semua omong kosong Changbin, dengan candaan garingnya, tawanya yang terkesan sangat di paksakan dan segala eksistensinya serta rutinitasnya menganggu Felix.

Ini seperti kembali lagi pada masa-masa awal mereka belum terikat sama sekali. Bedanya, kali ini semua omongan yang Changbin katakan terdengar bullshit di telinga Felix.

Hatinya terlanjur kecewa, dia sakit, fisik maupun batin. Felix begitu lelah.

"Felix, ini dari Zibran." Jisung meletakan sebungkus roti melon kesukaan Felix diatas bukunya, cowok manis berpipi gembil itu menghela napasnya berat. "Susah ya Lix, nerima kenyataan. Jias kalo di posisi Felix bakalan gini juga, mungkin lebih parah."

Figur yang bersangkutan hanya tertawa. Pasalnya ini sudah terhitung untuk yang kesekian kalinya Changbin menitipkan makanan pada pacarnya Minho ini.

Terakhir kali Changbin mengasihkan langsung makanannya, Felix langsung buang ke tong sampah yang tidak jauh dari tempatnya.

"Mau gimana lagi?" Tanyanya, jelas sudah pasrah. "Jias tadi ketemu Zibran dimana?"

"Jias tadi dari kelas Davi, trus Zibran nitip itu."

Bibir Felix membentuk huruf O sambil mengangguk paham. Lupa dia kalau Minho serta Changbin itu sekelas.

"Oke."

"Sekarang Felix mau ngapain?"

Pertanyaan ambigu dari Jisung membuat Felix terkekeh geli. "Ya, belajar?"

"Bukan gitu maksud Jias," Jisung mengerang sedikit jengkel. "Kedepannya Felix mau kaya gimana sama Zibran? Mau balikan dan ngulang dari awal? Atau fiks pisah ranjang?"

Kepala bermahkotakan surai karamel itu menggeleng, ragu bahkan sejujurnya saja Felix tidak tahu kelanjutan hubungannya dengan Changbin. Secara logis mereka masih punya ikatan, karena putus sepihak dan Changbin juga tidak setuju ketika Felix meminta putus.

Tapi kalau di lihat menggunakan perasaan, tentu saja hubungan keduanya telah berakhir. Terkecuali memang ada penjelasan akhir dari keduanya yang semisalnya mereka memilih lanjut.

"Gatau, mungkin udahan." Felix mengedikan bahunya acuh. "Mungkin juga balik lagi kaya awal."

"Tapi gue udah terlanjur sakit hati, bisa aja gue maafin mereka. Tapi nyatanya gue inget betul detail mereka kenapa gitu,"

Jisung tiba-tiba merentangkan kedua tangannya lebar di depan Felix, yang membuat cowok bule ini mengernyit bingung dengan tingkah cowok manis di depannya.

"Apa?"

"Jias gak bisa ngasih kata semangat maupun motivasi, tapi kata Davi pelukan Jias bisa nyembuhin seseorang meskipun itu ga sepenuhnya sembuh."

Yang membuat Felix terkekeh geli dengan matanya yang perlahan berkaca-kaca, sudah lama Felix menahan perasaan sesak di dadanya. Dia dengan pasti memegang teguh 'ngapain nangisin anak orang yang belum tentu peduli sama kita?' belakangan ini, namun sepertinya hancur ketika Jisung menawarkannya sebuah pelukan secara cuma-cuma.

Mengesampingkan ego serta harga dirinya, Felix berdiri dari duduknya dan berjalan mendekat kearah Jisung lalu duduk di kursi kosong disampingnya.

Merangsak masuk kedalam pelukan Jisung dan menumpu dagunya di bahu sempit cowok manis tersebut. Awalnya tidak ada yang aneh, tapi ketika pelukan Felix semakin erat dan tubuhnya perlahan merosot lalu bersembunyi di balik dada Jisung, tidak perlu di tanya lagi, Jisung paham kalau cowok kelahiran aussie ini sedang menangis.

Shoot! [changlix] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang