17

2.1K 200 33
                                    

"Kak Kinal kemana?" Tanya Shania.

"Ke kantin." Jawabku malas-malasan.

"Kak Ve!"

"Hmmm?"

"Kita perlu bicara. Ayok ikut aku." Shania mengambil buku yang sedang aku baca, mau tidak mau, aku mengikutinya berjalan keluar.

Sekarang kami disini, 5 meja di belakang Kinal dan Naomi. "Harusnya aku yang disana, Nal. Nemenin kamu makan sambil bercanda bareng."

"Liat kan, nyesel nggak?" Ejek Shania.

"Nggak." Aku secepat mungkin merubah ekpresiku menjadi biasa saja.

"Kak, sampe kapan kakak bohongin diri kakak sendiri? Kakak masih cinta kan sama kak Kinal? Apa yang bikin kakak terima  Valdo? Aku punya feeling Valdo bukan laki-laki baik."

"Aku tau mana yang baik buat aku, Shan. Kalo kamu ajak aku kesini cuma mau bahas hal kaya gini, mending aku balik aja ke rumah."

"Tapi, kak..."

Aku berdiri dari kursi lalu beranjak meninggalkan Shania sendirian disana.

"Maaf, Shan. Ini demi kebahagiaan kamu." Kataku dalam hati. Aku berhenti sejenak untuk menghapus air mataku yang mendadak turun lalu menuju parkiran untuk kembali ke rumah.

Setelah kurang lebih 7 bulan tidak menginjakkan kaki di rumah ini, akhirnya aku kembali lagi kesini. Tidak ada yang berubah dari terakhir aku pergi. Fotoku dan Shania masih terpajang di ruang tamu.

Semakin melangkah ke dalam, semakin banyak memory yang terputar di kepalaku. Kenangan bersama dia selalu ada di setiap sudut rumahku.

"Kinal..." Aku memanggilnya lirih dalam hatiku. Mataku kembali berkaca-kaca. Lelah untuk menepis, pada akhirnya Kinal akan selalu menjadi bayang-bayangku.

Ku langkahkan kaki menuju kamarku, rasanya rindu sekali tidur di kamar ini.

Aku membuka pintu dengan perasaan bahagia bisa kembali kerumah ini. Masih di ambang pintu, aku berdiri menutup mulut dengan kedua tanganku.

"Bunga siapa ini?"

"Bibiii..."

"Ya, Non? Ya Allah, non Veranda. Kapan datang?" Bibi terkejut melihatku.

"Tadi pagi, bi."

"Non pasti mau nanya bunga dari siapa ya?"

Aku mengangguk mengiyakan pertanyaan bibi.

"Masih sama, Non. Bunganya dari non Kinal. Pas bibi tanya kenapa kok bunga plastik. Kata non Kinal biar awet, nanti pas non Ve pulang jadi seneng banyak bunga." Kata Bibi.

"Oke bi, makasih ya. Ve masuk dulu ke dalam." Kataku.

Aku menyentuh setiap bunga yang tertata disetiap sudut kamarku, mataku kembali basah, perasaan ini terlalu dalam Kinal. Aku tidak tau harus bagaimana mengutarakannya. Jadi selama ini Kinal masih mengirimkan bunga ini untukku?

***

Selesai menyantap makan siang, Kinal dan Naomi kembali ke kamar Melody sekalian pamit untuk balik ke rumah.

Melody baru besok pagi di ijinkan pulang ke rumah. Besok akan ada penyambutan dan pemberian nama bayi. Jadi Kinal harus pulang terlebih dulu untuk menyiapkan segala keperluan.

Suasana di mobil sedikit canggung. Naomi mengetuk kaca mobil dengan jarinya. Ia sibuk dengan pikirannya. Begitu juga dengan Kinal di sampingnya yang menyibukkan diri dengan fokus menyetir.

"Mau sampe kapan kamu kaya gini terus, Nal? Veranda udah bahagia, kamu stuck aja galau." Naomi yang sudah gerah dengan suasana sunyi di mobil, akhirnya memutuskan memulai percakapan.

Dari Hatiku, TerimakasihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang