20

2.3K 192 119
                                    

Aku terbangun saat merasakan sinar matahari pagi menerobos lewat sela-sela gorden yang tidak tertutup sempurna. Naomi masih tertidur di pelukanku. Aku tersenyum sendiri membayangkan apa yang sudah kami lakukan semalam, tanpa paksaan dan dengan sadar. Dan yang paling penting tanpa merusak 'kepunyaan' Naomi.

Dengan perlahan, aku melepaskan pelukan Naomi lalu pergi ke kamar mandi. Hari ini aku akan diam di kamar menunggu Naomi yang akan meeting dengan client-nya. Naomi menyuruhku menemaninya, namun aku menolak karena aku juga akan meeting by video dengan Ve dan juga client-ku di Jakarta.

Bau wangi makanan menyeruak ke indra penciumanku saat aku keluar dari kamar mandi. Pintu kamar terbuka, dan Naomi sudah tidak ada di tempat tidur. Setelah memakai pakaian, aku langsung menuju ke luar kamar.

Aku meneguk ludahku saat melihat Naomi sedang menyiapkan sarapan untuk kami. Ia hanya memakai kemeja yang panjangnya sedikit di bawah pinggangnya. Rambutnya di cepol ke atas menunjukan leher jenjangnya. Aku terkikik geli melihat beberapa hasil karyaku disana yang terlihat jelas karena kulit Naomi yang putih.

"Pagi, bunda." Aku melingkarkan tanganku ke pinggang rampingnya.

"Kinal. Ngagetin aja sih." Jawab Naomi. Ia menghentikan kegiatannya menuangkan susu ke gelas.

"Kok nggak nyuruh orang aja sih, bun?" Tanyaku. Aku memiringkan kepalaku mencium lembut lehernya.

"Eeenggghhh. Masih pagi, nggak usah nakal." Naomi balik badan lalu mencium bibirku sekilas. "Aku mau nyiapin sendiri buat kamu."

"Uuuhhh gemes, wife-able banget sih. Jadi pengen cepet-cepet halalin." Kataku menggoda Naomi. Pipi Naomi memerah karena aku goda.

"Tahun depan ya. Aku siap jadi pendamping kamu." Jawab Naomi bebisik di telingaku. Ia melepas pelukanku lalu berjalan ke arah kamar. "Tunggu bentar yaa, aku mandi dulu."

"Tahun depan ya. Aku siap." Kata-kata Naomi terus berdengung di telingaku. Bayangan Veranda kadang masih melintas di pikiranku meskipun aku sedang bersama Naomi. "Ahh, mungkin ini hanya masalah waktu, Veranda sudah bahagia, aku juga akan bahagia bersama Naomi." Kataku dalam hati.

Memantapkan hati untuk memilih Naomi dan melepas Veranda bukan hal yang mudah. Aku meminta saran ke Shania dan Viny sebelum aku meminta Naomi menjadi pendampingku. Shania yang setuju dan Viny yang keberatan. Padahal sewaktu aku ketahuan bersama Naomi, Viny adalah orang pertama yang mendiamiku lumayan lama. Giliran aku memutuskan melepas Veranda, Viny yang memintaku untuk memperjuangkan Veranda. Namun karena Viny tidak bisa memberiku alasan yang masuk akal, akhirnya aku memutuskan tepat seminggu yang lalu meminta Naomi menjadi kekasihku.

"Kok ngelamun, ada masalah?" Tanya Naomi. Aku tertegun melihat ia sudah rapi dengan pakaian kantornya. Ternyata lumayan lama juga bengongnya.

"Nggak ada bunda. Kamu beneran nggak mau di temenin? Kan ini proyek aku juga." Kataku. Aku merasa tidak enak karena Naomi harus meeting sendiri, sementara aku harus meeting dengan Ve dan klient-ku di Jakarta lewat video call.

Naomi hanya mengangguk, ia lalu menuangkan nasi ke piringku dan memberikannya kepadaku. Kami makan tanpa ada percakapan sama sekali.

"Aku pergi yaa, kamu selesaiin aja kerjaanmu di Jakarta.  See you nanti siang, muach." Naomi mencium pipiku sebelum pergi menghilang di balik pintu.

"Astaga kaget gue." Teriak Kinal saat hpnya berbunyi dengan nyaring. Panggilan Video call dari Veranda membuat kedua sudut bibirnya melengkung ke atas.

***

Sudah pukul 8, aku harus segera menghubungi Kinal karena sebentar lagi rapat akan di mulai.

Dari Hatiku, TerimakasihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang