Keduanya membeku. Terpaku beberapa detik sebelum Jungkook berhasil mengendalikan dirinya. Pria itu tersenyum tipis saat mengalihkan pandangannya dari Eunha. Ah, sudah lama sekali rasanya ia tak bersua dengan gadis itu.
Mereka saling mengenal sudah lama. Bahkan saling menggantungkan hidup. Namun, Jungkook menyadari ada yang tidak beres dalam diri Eunha. Eunha selalu menggantungkan setiap harapan pada Jungkook.
Setiap tingkah Eunha mudah terbaca oleh Jungkook. Mengenal dan dekat dengan Eunha bukan dalam hitungan bulan. Memang benar semua masih asumsi Jungkook. Namun, semuanya semakin terlihat setiap harinya.
Jungkook bukannya tidak sadar difoto diam-diam oleh Eunha. Dalam beberapa kesempatan Jungkook tahu pasti jika Eunha sedanh memotretnya. Padahal bisa saja, Eunha meminta izin pada Jungkook untuk mengambil fotonya. Bukankah mereka berteman dekat, 'kan? Lantas kenapa Eunha harus melakukannya secara diam-diam?
Jungkook pernah membaca jika manusia dianalogikan sebagai ikan. Ikan mempunyai penciuman yang baik, ia tahu posisi makanan di mana. Ia tahu pasangannya di mana. Ia tahu jika ia mau diberi makan. Akan tetapi ikan tidak mengetahui kalau dia hidup di air. Sama halnya dengan manusia. Manusia tahu hari ini hari apa, tahu lagi di mana, sama siapa, tapi kita belum tentu tahu apakah kita sehat mental atau tidak.
Kita merasakan diri kita baik-baik saja, tapi pada kenyataannya tidak demikian. Karena kita tidak mindfull, sehingga kita lupa bahwa mental kita sedang tidak baik-baik saja. Karena kita tidak sadar dan peduli dengan diri sendiri.
Oleh sebab itu, Jungkook menjauh. Perlahan memberi jarak agar Eunha bisa percaya dengan dirinya sendiri dan tidak menggantungkan hidup pada Jungkook. Jungkook ingin Eunha mencari kebahagiaannya sendiri tanpa menggantungkan siapapun.
Dan mengenai rumornya yang sedang dekat dengan Yein, Jungkook tidak menampik. Mereka dekat sebagai saudara sepupu, bukan sebagai sepasang kekasih. Tak ada alasan Jungkook untuk menjauhi Yein. Dan Jungkook tidak membenarkan rumor yang beredar. Biar saja.
Mengenai kedatangannya ke tempat ini, Jungkook hanya menerima undangan dari Yein. Ia diminta untuk menemani Yein sekaligus ingin melihat pameran foto. Jungkook tidak mengira jika Eunha akan datang juga ke pameran ini. Apalagi bertemu tanpa sengaja, Jungkook tidak pernah berpikir.
Memberi jeda pada Eunha adalah hal yang tepat. Namun, bertemu dalam keadaan sekarang apa sudah tepat?
"Jung-kook," katanya. Sesaat Eunha terpaku. Namun, ia memberikan senyum pada Jungkook. Hanya sekadar formalitas belaka. Karena canggung sekali bertemu dengan Jungkook.
Jungkook menghampiri Eunha. Pria itu membalas senyum. Lebih terkesan sebagai senyum kelegaan. Tentu saja, ia lega karena Eunha sepertinya sudah berhasil mencari apa yang dia inginkan. Eunha telah menemukan rumahnya.
Perubahan itu terjadi secara kasat mata. Di mulai dari penampilan Eunha yang sekarang lebih sering mengenakan pakaian dengan warna cerah. Riasan sederhana di wajahnya juga tambah mempercantik dan gadis itu terlihat lebih 'hidup'. Binar dari sepasang mata kelam itu menggambarkannya. Ini lah Jung Eunha yang Jungkook harapkan.
"Selamat, ya."
Uluran tangan dari Jungkook membuat Eunha heran. Pasalnya, ia juga tak paham Jungkook mengucapkan selamat untuk apa. "Selamat? Untuk?"
Jungkook tetap memertahankan senyumnya. Kemudian tangannya menunjuk salah satu foto. Eunha pun mengikuti arah tangan Jungkook. "Itu karyamu, 'kan?" Dan benar saja, di sana ada hasil potretnya. "Terpilih sebagai salah satu karya favorit."
Kedua mata Eunha membola. Ia memang belum mengitari untuk melihat pameran. Yang terpajang biasanya yang memenangkan lomba dalam beberapa kategori. Jika memang benar, foto miliknya menjadi salah satu foto favorit. Bukankah pihak acara seharusnya menghubunginya terlebih dahulu? Ah, bodoh sekali, Eunha memang tidak memeriksa email. Oh iya, dia saja melupakan hari pengumuman ini.
"Itu bukan karena aku sebagai objek utamanya, 'kan?"
Eunha tersipu malu. Ia menahan untuk tidak melebarkan senyumnya. Ya Tuhan, ia tertangkap basah memfoto Jungkook tanpa izin. Dengan beraninya pula, Eunha mengikuti lomba dengan fotp itu. Eunha sangat malu.
Namun, bukankah wajar? Lagi pula, Eunha tidak hanya memotret Jungkook saja. Ada beberapa teman basketnya di sana. Tapi, tetap saja Eunha malu.
"Sekali lagi, selamat ya."
Kali ini, Eunha menyambut uluran tangan Jungkook. Kemudian mereka melihat pameran secara bersama. Eunha bahkan lupa jika ia ke sini bersama Rose. Sekarang Rose entah berada di mana. Hingga pulang pun, Eunha bersama Jungkook.
Mereka kembali seperti dulu. Berbagi cerita dan bercanda tawa. Bahkan Jungkook menceritakan kegiatan apa saja yang dilakukannya sekarang. Hal-hal yang beberapa bulan terakhir tak pernah Jungkook ceritakan. Hal-hal yang luput dari Eunha.
Dari halte bus, mereka berjalan bersama menuju rumah Eunha. Hal yang mengejutkan Eunha adalah Jungkook tiba-tiba menggandeng tangan Eunha. Eunha ingin melepas, tetapi ditahan oleh Jungkook. Mereka berhenti berjalan dan saling berhadapan.
"Aku pernah berjanji pada diriku sendiri. Aku akan kembali, setelah kau siap." Jungkook memegang kedua tangan Eunha. Lalu menarik Eunha untuk memangkas jarak antara mereka. Semua tindakan Jungkook membuat jantung Eunha menggila.
"Jung Eunha, kau harus tahu satu hal. Aku menjauh, bukan karena aku tidak menyukaimu. Tapi, aku memberimu waktu untuk mengerti dirimu sendiri. Aku tidak mau, kau menggantungkan bahagiamu kepadaku. Aku tidak mau, aku menjadi sumber bahagiamu. Manusia itu fana. Dan sesuatu yang fana tidak bisa menjadi sumber kebahagiaan. Karena tidak selamanya aku berada di sisimu Suatu saat, aku akan kembali pada Tuhan."
Semilir angin menerbangkan beberapa helai rambut Eunha. Jungkook merapihkannya. "Jadi, aku memberimu waktu untuk bisa berdiri dengan kakimu sendiri. Tanpa adanya aku, kau akan tetap hidup. Tanpa adanya aku, kau pun bisa bahagia."
Selama Jungkook berbicara, Eunha menahan napas. Eunha terkejut tentu saja."Jung-kook, bagaimana kau bisa tahu?"
"Segala tindakanmu, aku bisa membacanya. Kau sangat mudah ditebak, Jung Eunha."
Eunha merenung beberapa saat. Lalu menilik kembali bagaimana dia dulu. Benar yang dikatakan Jungkook. Eunha terlalu menggantungkan harap dengan Jungkook. Karena selama ini, yang mau berteman dengan Eunha hanya Jungkook. Jungkook selalu berada di sisi Eunha. Pada Jungkook, Eunha menemukan hal-hal yang tak ia dapatkan di rumah. Sebab itu, Eunha menganggap Jungkook sebagai pusat dunianya.
"Sekarang, kau sudah berdamai dengan dirimu sendiri, kan? Bagaimana perasaanmu sekarang."
"Beberapa waktu terakhir, aku sudah bisa memaafkan diriku sendiri. Bisa menerima masa laluku. Aku juga sudah mulai berkomunikasi dengan ibu dan kakak, meskipun masih canggung."
Sekarang Eunha yang lebih aktif mendekat kepada sang ibu dan kakak. Eunha ingin membuat suasana rumah itu hidup kembali, meskipun tidak akan mudah. Karena mereka terbiasa hidup seolah tidak mengenal satu sama lain. Tidak apa, Eunha tidak akan menyerah dengan mudah.
"Tidak apa. Itu sudah bagus."
Lalu hanya hening malam yang mengisi celah antara mereka. Jungkook menguraikan jarak dan keadaan menjadi canggung. Astaga. Apa yang baru Jungkook lakukan? Kenapa jarak mereka menjadi dekat sekali?
Jungkook berdeham. "Eunha, mari berkencan. Kau dan aku."
Eunha terkejut. Bahkan ia merasa seperti mimpi. Berada di dekat Jungkook kembali tidak pernah ia bayangkan. Apalagi sampai Jungkook mengajaknya kencan. Namun, Eunha menerimanya dalam gerakan yang malu-malu.
Kini Eunha tidak perlu takut jika mimpinya mengenai pohon merah akan jadi kenyataan. Pada dasarnya, setiap manusia akan merasakan kehilangan. Dan hakikat tertinggi mencintai adalah keikhlasan.
=FIN=
<3 Desember 2019>
