Pohon Merah [2/3]

955 129 6
                                    


"Orang bilang rumah adalah tempat kepulangan. Sedang tempat yang dimaksud tak selalu berwujud bangunan. Lantas ke mana aku harus mengalamatkan kepulangan sementara tak ada hati dan bangunan yang menjadi tempat tujuan."

____________________

Keesokan harinya, Eunha berangkat ke sekolah seperti biasa. Ada rutinitas yang berbeda tiap pagi sekarang. Eunha merasa terkejut ketika Jungkook muncul setelah Eunha membuka pintu. Pria itu menampilkan senyum andalan. Senyum itu yang Eunha rindukan akhir-akhir ini. Memorinya kembali menngingat ketika ia bertemu Jung Yein di acara pameran foto kemarin beserta rumor yang berembus.

"Jungkook? Sedang apa kau di sini?" tanya Eunha.

Berangkat ke sekolah bersama Jungkook bukan hal yang biasa lagi. Rutunitas itu sempat terhenti beberapa bulan belakangan ini. Eunha tidak menanyakan sebab mengapa. Pun Jungkook sampai sekarang tidak memberi penjelasan yang lebih. Eunha tidak menuntut. Ia lebih dulu sadar diri. Bahwa Jungkook mempunyai kepentingan-kepentingan lain dibandingkan dirinya.

"Menjemput Tuan Putri Eunha," balas Jungkook seraya mengulas senyum. Ia melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan. "Ini masih terlalu pagi untuk sampai di kelas. Bagaimana jika kita sarapan dulu?"

Tanpa menunggu jawaban dari Eunha, Jungkook langsung menarik Eunha untuk duduk di bangku belakang sepedanya. Jungkook memang berangkat ke sekolah dengan menggunakan sepeda. Padahal bisa saja pria itu meminta motor sport yang mahal kepada orang tuanya. Namun, ini lah salah satu alasan Eunha menyukai Jungkook dan nyaman berada di samping pria itu. Jungkook yang apa adanya dan Jungkook yang tulus bersamanya. Namun, Eunha tahu jikalau perasaan Jungkook tidak mungkin lebih dari sekadar sahabat.

"Jungkook, kau tahu?" tanya Eunha lirih. Sengaja, agar Jungkook tidak dapat mendengar perkataannya selanjutnya. "Aku rindu saat kita bersama. Rasanya nyaman sekali." Eunha memeluk Jungkook.

Sarapannya kali ini dipaksa oleh Jungkook. Pria itu sangat hapal jikalau Eunha sering melewatkan sarapannya. Kali ini, Jungkook biarkan Eunha makan sesuai keinginannya.

"Kau harus tumbuh dengan baik. Mengerti?"

Eunha tertawa mendengar perkataan Jungkook. Mulutnya yang masih penuh makanan pun mencoba membalas ucapan Jungkook. "Ya! Aku tidak akan hidup sampai hari ini jika tidak tumbuh dengan baik."

Tanpa Eunha menyadari, Jungkook menghentikan makannya dan menatap Eunha yang masih fokus menyantap kudapan . "Jung Eunbi." Panggilan itu membuat Eunha menghentikan makannya. Lalu menatap Jungkook lamat-lamat.

Memanggil dirinya dengan nama kecil, mengingat Eunha akan peristiwa yang menyebabkan luka-luka yang tumbuh dalam jiwa. Eunha merasa asing mendengar nama itu. Ada sisi Jung Eunbi yang sudah terkubur lama. Sisi Jung Eunbi yang tidak dimiliki oleh sisi Jung Eunha, bagaimana caranya bahagia.

"Sometimes we just need to listen what negative feelings try to tell us."

Eunha mengangguk. "Em, aku sudah mencobanya. Jangan khawatir."

"Tidak. Jung Eunha, dengarkan aku." Jungkook memegang tangan Eunha. "Aku ingin kau bisa mengandalkan dirimu sendiri dan jangan bergantung dengan orang lain. Kau bisa memulainya dengan mencintai dirimu sendiri."

Eunha terdiam sejenak. Merenungi setiap kata-kata Jungkook. Mereka memang dekat. Bahkan Jungkook mengetahui konflik yang sedang terjadi di keluarganya. Dulu, segala keluh kesah Eunha sampaikan pada Jungkook. Jungkook menjadi tempat Eunha berpulang. Eunha merasakan jika Jungkook adalah tempatnya berlindung. Namun, seiring berjalannya waktu, Jungkook tak selamanya berada di sekelilingi Eunha. Jungkook pun mempunyai dunianya sendiri.

Eunkook AnthologyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang