Di bawah pohon besar itu, mereka duduk ditemani suburnya rumput hijau. Masing-masing kaki mereka terjulur.
"Jungkook, kau tahu ketakutan terbesarku apa?"
Sedangkan sang empunya nama hanya bergumam. Ia hanya menikmati permadani langit yang indah hari ini. Dengan warna biru cerah dan gumpalan awan saling berarakan. Juga embusan angina yang membuatnya terlena hingga memejamkan mata.
Lagi, sang gadis pun berkata, "Ketika pohon ini berubah menjadi merah."
Seketika, Jungkook pun membuka mata, lalu melihat gadis kecil di sampingnya dengan heran. "Apa? Itu tidak mungkin," bantahnya kemudian. "Daun pohon ini tidak akan berubah warna, sekalipun musim gugur."
Sang gadis kecil hanya bergumam. Sepasang matanya menuju ke kedua kaki yang saling bergerak. Sementara, benaknya berkeliaran tak tentu arah. Ia hanya sedang bimbang sekaligus gelisah. "Aku bermimpi seperti itu. Dan ketika pohon ini berubah, dunia ini juga berubah. Termasuk dirimu Jungkook."
"Itu hanya mimpi. Jangan khawatir."
****
Ketika ketakutan-ketakutan itu mulai padam, dunianya mulai terguncang. Dunianya mulai berubah. Ketika Jungkook tidak lagi sama dengan Jungkook kecil. Ketika Jungkook sudah bertumbuh dewasa, Jungkook mengabaikannya. Jungkook meninggalkannya. Tidak, bukan salah Jungkook, melainkan takdirnya dari dulu memang sudah pantas ditinggalkan dan diabaikan. Padahal entah apa dosa besar apa yang sudah ia perbuat, sedari dulu, dia sudah pantas untuk ditinggalkan.
Seharusnya ia sudah biasa. Tetapi, melihat Jungkook tertawa dalam jarak beberapa meter depan sana, membuat dirinya terluka. Sentuhan pada bahu menyadarkannya, mengalihkan perhatiannya dari Jungkook.
"Sedang apa kau di sini, Jung Eunha?" tanya seorang gadis berambut pirang. Ia adalah Roseanne Park, teman sebangkunya.
"Tidak ada," alibinya. Eunha melengos pergi. Tidak ingin Rose menanyakan lebih lanjut lagi. Namun, gadis itu tetap membuntutinya hingga ke kelas.
Sebenarnya Eunha tidak terlalu nyaman dengan Rose yang selalu mengekorinya ke mana pun. Mereka baru memasuki tahun ajaran baru pada tingkat akhir. Rose salah satu siswa aktif di sekolah. Ia sering menjuarai lomba bela diri. Sementara Eunha, selepas pulang sekolah langsung menuju rumah. Tidak ada kegiatan, tidak ada teman. Temannya hanya Jeon Jungkook. Sayangnya, berada di sekolah yang sama, tidak membuat mereka berada dalam kelas yang sama.
Eunha menghela napasnya. Ia baru saja dari perpustakaan untuk meminjam buku sebagai bahan referensinya. Sedari tadi mulutnya terbungkam, mengabaikan segala pertanyaan dan perkataan Rose. Eunha memilih membaca buku, memberi tanda pada poin-poin yang menurutnya penting. Hingga satu pertanyaan dari Rose mengusik rungunya.
"Jungkook itu kekasihnya Jung Yein?"
Dalam satu detik, Eunha menoleh pada Rose. Menuntut kejelasan lebih lanjut melalui sorot matanya. Tidak hanya itu, Eunha juga menuntut dari nada suaranya, "Jung Yein? Siapa dia?"
"Siswa sekolah lain."
Rasa penasaran itu semakin menyiksanya. Eunha tidak menyukai ini.
****
Eunha bergegas masuk menuju kamarnya. Sorak-sorai dari sekelompok orang di ruang tamu ia abaikan. Dulu Eunha sangat menyukai suasana rumah ini. Ayah, Ibu, dan sang kakak, hidup rukun satu sama lain. Terlihat keluarga mereka yang harmonis. Namun, semuanya berubah ketika sang ayah memilih pergi dan tinggal dengan istri kedua. Istri yang selama ini disembunyikan diam-diam.
Sang ayah adalah cinta pertama sekaligus patah hati terhebatnya.
Semenjak saat itu, suasana rumahnya menjadi asing. Tak ada lagi gemuruh tawa, suasana yang hidup. Sang ibu dan sang kakak pun seperti mempunyai dunia yang berbeda. Mereka satu atap, tetapi jiwa mereka telah pergi semenjak lama. Namun, hingga sekarang Eunha masih berhubungan baik dengan sang ayah. Meskipun rasa kecewa tetap tinggal, tidak akan ada yang namanya mantah ayah. Ada sel-sel darah sang ayah yang mengalir pada sel-sel darahnya. Ada genetik sang ayah pada DNA-nya. Eunha tidak bisa menghapusnya.