"Masih lama?" Dome kembali memandang jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul sebelas siang.
"Sebentar lagi, kita tunggu. Dia sudah di jalan katanya." Na mencoba menjelaskan.
"Lagi pula setelah ini kau juga tak ada jadwal lain, kan?" Earth menambahi.
Ketiga orang tersebut sedang di cafe menunggu calon lawan main Dome sejak jam sepuluh pagi tadi.
Dome mendengus malas. "Belum mulai project saja sudah tak disiplin begini."
Tak berselang lama dua orang pemuda mendekati meja mereka dengan nafas terengah-engah.
"Hahh.. hahh.. maaf kak kami hahh.. terlambat.. jalannya macet."
"Tak apa, Pav. Yang penting kalian datang sekarang." Na memaklumi calon artisnya.
Dome? Memutar bola matanya malas. "Sudah tahu kota Bangkok biasa macet. Harusnya kalian tahu harus berangkat lebih awal."
Tak ada yang menyahut. Pavel dan Ben yang baru duduk juga sudah menunduk menyesal. Mereka kenal siapa yang marah-marah itu, Dome Worranart. Artis FTV yang sudah wara-wiri di televisi.
"Ben?" Earth baru mencoba memanggil orang yang wedang dekat dengannya itu.
"Kok disini? Kau yang mau jadi lawan main Dome?" Tambah Earth membuat Ben mendongak memandangnya.
"Bukan kok. Aku ke sini mengantar Pavel, temanku ini. Dia yang akan jadi lawan main Dome." Jawab Ben.
Na mengambil alih pembicaraan. "Ok. Kuperkenalkan saja sekalian. Ini Pavel, calon lawan mainmu, Dome." Tunjuknya pada Pavel.
"Dan Pavel, ini Dome. Mungkin kau juga sudah kenal." Pavel mengangguk.
"Mohon kerjasamanya.." ucap Pavel sambil menunduk segan.
"Hmm.." Dome.
"Oh, ya ini skenariomu, Pav. Dome sudah ambil kemarin. Pelajarilah di rumah." Na menyerahkan buku skenario dengan judul sama seperti FTV yang akan mereka perankan.
"Minggu depan kita mulai shooting." Ucap sang sutradara.
"Apa tak terlalu cepat?" Pavel.
"Kita punya waktu terbatas. Pelajari skenariomu. Oh dan satu lagi. Kalian bangunlah chemistry kalian. Pergi berdua atau apa terserah, asal kalian tak canggung lagi." Ucapan Na hanya diangguki Pavel dan Dome. Meski dengan pandangan yang berbeda. Pavel yang menurut, dan Dome yang seolah enggan.
"Jadi inti ceritanya sebenarnya bagaimana, kak?" Earth mengubah topik.
"Pertanyaan bagus." Na.
"Pavel di sini berperan sebagai Shawn, seorang murid ekskul basket yang sering melanggar aturan."
"Cocok." Gumam Ben menanggapi.
Na melanjutkan, "Dan Dome, kau akan jadi Nick. Pelatih basket baru di sekolah Shawn. Shawn tertarik pada Nick, dan dengan alasan itulah Nick memanfaatkannya untuk merubah perangai dan cara main Shawn." Jelas Na.
"Lalu mereka pacaran, begitu?" Tanya Dome.
"Belum. Shawn akhirnya tahu alasan Nick mau dekat dengannya bukan karena tulus. Lalu dia keluar dari tim basket. Setelah Shawn pergi barulah Nick menyadari jika dia juga punya rasa pada anak didiknya itu. And as usual classic story, mereka pacaran." Tambah Na sambil memandang orang yang ada di meja itu satu persatu.
"Sudah, kan? Kita bisa pulang?" Dome kembali bertanya.
"Sudah. Aku juga sudah ditunggu produser di kantor. Aku pergi dulu kalau begitu." Tanpa menunggu persetujuan yang lain, sang sutradara sudah kabur menenteng kunci mobilnya duluan keluar cafe.
"Kita juga pulang. Ayo." Dome memandang asistennya. Tapi..
"Earth, ada kegiatan lagi setelah ini?" Ben bertanya ragu.
Sedangkan Earth hanya menggeleng. Membuat senyum Ben muncul meski tipis.
"Pergi denganku? Tapi aku tak bawa mobil. Tadi naik motornya Pavel." Ben melirik Earth.
Earth malah mengangguk malu-malu. "Kita naik taksi saja. Atau jalan kaki. Biar romantis." Ucapnya dengan suara sangat pelan di kalimat terakhirnya.
"Baiklah. Ayo."
"Lalu aku bagaimana?" Dome menyela.
Sang asisten hanya berdecak. Tak tahu apa si Dome kalau dia mau pendekatan dengan lelaki berwajah bule di depannya ini.
"Kau sama Pavel saja. Tak apa kan?" Earth melirik Pavel.
"Lagi pula tadi kata kak Na kalian harus membangun chemistry kan? Ini saat yang tepat. Sudah ya kami pergi dulu.."
"Ehh tapi, tunggu dulu.. Earth.. Earth.." Earth dan Ben keburu pergi tanpa menghiraukan teriakan Dome.
Sisa dua tokoh utama kita. Pavel hendak membuka suara tapi ragu.
"Emm.. jadi, kita pulang sekarang?" Pavel.
"Kau pakai motor?" Dome bertanya memastikan.
Pavel mengangguk. "Tapi aman, kok. Aku tak akan ngebut. Janji." Dengan wajah polos Pavel mengamgkat jari telunjuk dan jari tengahnya membentuk v sign.
"Ck. Ayolah cepat. Aku sudah lelah menunggumu dari tadi." Dome malah berjalan mendahului Pavel ke parkiran.
"Tunggu.. memangnya kau tahu motorku yang mana?" Ujar Pavel sambil mengejar Dome.
"Tahulah. Lihat saja ke parkiran. Hanya ada satu motor, idiot." Dome menjawab sarkas membuat Pavel nyengir malu-malu.
....
"Majulah lagi." Pavel menyuruh Dome. Mereka sudah jalan sejak sepuluh menit yang lalu.
"Tidak. Jalan saja. Jangan banyak bicara." Tolak Dome.
Pasalnya dari tadi Dome duduk di ujung belakang motor. Membuat Pavel merasa tak membonceng orang, tapi membonceng barang. Tak bisa memeluk. Wkwk
"Belok kanan apartmentku." Tunjuk Dome saat mereka sampai di pertigaan dekat apartmentnya.
Pavel tak menjawab. Hanya mengangguk singkat.
Belum sampai tujuan mereka, rintik air mulai turun dari langit. Membuat Pavel memacu motornya lebih cepat agar mereka tak keburu hujan.
Tambahan kecepatan motor yang tiba-tiba membuat Dome kaget dan otomatis mencengkram pinggang di depannya erat.
"Pelan-pelan, bodoh !!" Geplakan kasar mampir di pundak Pavel.
"Au.. kenapa aku di pukul? Ini kan juga agar kita tak kehujanan?"
Dome tak sempat menjawab karena mereka keburu sampai di tempat parkir apartment Dome.
Benar sih, mereka tak kena hujan. Tapi sayangnya sekarang hujan malah turun lebat. Lalu Pavel??
"Kau mau mampir ke apartmentku dulu saja atau bagaimana?" Tawar Dome.
Pavel berfikir sejenak. Ini tawaran bagus kan? Untuk membangun chemistry, kalian fikir apa?
"Jadi?" Dome.
"Tidak usah. Aku bawa mantel kok di jok." Tolak Pavel halus.
Dome menggumam sambil menganggukkan kepalanya. "Ya sudah. Aku naik dulu. Kau pulanglah."
"Iya. Kau naiklah dulu." Dome menganggkuk. Melangkah meninggalkan Pavel.
Tanpa Pavel tahu, Dome belum naik ke apartmentnya. Dia menunggu di balik tembok sampai Pavel pergi dengan mantel yang menutup seluruh tubuhnya.
"Apa yang kulakukan sih??" Gumam Dome pada dirinya sendiri setelah menyadari perbuatan tak bergunanya.
Bersambung...
Maaf typonya banyak. Males ngedit, biasa. Hehe
Vote comment bisa kali.. biar ngga males ngelanjutinnya, pwiissss 🙏🙏
Tokoh utamanya masih disimpen dulu 😚
Thanks so much, readers 😘
KAMU SEDANG MEMBACA
0,01 % (PavelDome)
Fanfiction"Hasilnya positif." "Tapi aku sudah mengetesnya puluhan kali dan hasilnya negatif." "Alat tes semacam itu memang mempunyai tingkat keakuratan sampai 99,9 %, tapi jangan lupa masih ada kemungkinan lain sebesar 0,01 %." "Jadi..."