08

1.3K 171 24
                                    




juni menatap benda persegi dengan amplop berwarna merah maroon yang bertuliskan dengan jelas undangan pernikahan–udah di bold, pakai capslock pula–di bagian tengah-tengah dari undangan tersebut dengan tatapan yang kosong nan hampa.

juni lagi-lagi tertampar kenyataan bahwasanya mengutarakan perasaan lebih dahulu memang harus diutamakan ketimbang harus menyesalinya kemudian.

siapa yang pernah kayak gini???

ngomong-ngomong, kalian masih ingat dengan seniornya juni yang baik hati, tidak sombong, dan suka bikin baper itu tidak?

iya, si seungyoun.

undangan pernikahan yang dari tadi juni pandangin itu undangan dari dia, seniornya, si seungyoun, alias crushnya juni sejak pertama kali juni memilih jalan untuk jadi freelancer dan gabung di divisinya dia.

padahal baru sebulan yang lalu, mereka ada interaksi–ya walaupun cuma sekedar boncengan, makan bareng, dan di anterin pulang–tapi tetep aja, juni beneran seseneng itu karena, men, kapan lagi bisa berdua lebih deket sama senior sekaligus crushnya itu—eh tau-taunya, kenyataan memang terlalu keras buat nampar juni supaya sadar bahwasanya seungyoun lebih memilih juni sebagai adiknya ketimbang sebagai pendamping hidupnya.

ya lagian, gimana bisa jadi pendamping hidupnya, orang ngutarain perasaan juga gapernah?

juni selama ini cuma diem-diem aja sama perasaannya, begitu juga dengan seungyoun yang diem-diem juga cari pendamping hidup.

ah udahlah, sekarang yang juni pikirin–sama siapa dia dateng ke acara nikahannya????

pls lah, juni nggak mau keliatan kayak orang putus asa di depan pelaminan pas mau salaman sama mantan crushnya. bisa-bisa juni jadi bahan guyonannya somi kalau ketauan dateng dengan muka yang melas.

"udah sana, ajakin tetangga kita. gaskeun lah!" saut bapaknya juni secara tiba-tiba. "dari pada lu bengong-bengong doang daritadi, turut prihatin abah sama kamu, jun."

juni mendelik. "iya makasih, lho, pak." kata juni sambil ngasih senyuman kepaksa.

"eh, jun, by the way," panggil bapaknya dengan gaya yang sok asiknya itu. "calon istrinya orang mana?"

ih sumpah, bapaknya gini banget.

"y–ya mana aku tau, pak." kata juni sambil beringsut pindah posisi buat nge-hadep ke bapaknya.

"bukan temen sekantornya?"

juni nge-geleng. "di jodohin dia."

bapaknya rada nggak percaya, tapi juni ngeyakinin langsung. "iya, seriusan. dia taaruf, pak."

"bah! alhamdulillah hijrah dia."

juni cemberut. nggak tau kenapa. bapaknya sadar akan raut ekspresi suram anaknya. "udah lah, jun. ikhlasin. makanya, jadi cewek sekali-kali nge-gas dikit," kata bapaknya sambil nepuk-nepuk kecil bahu putri bungsunya ini.

"ya mana tau aku pak kalo kak uyon secepet ini nyari pendamping? lagian dia juga nggak bilang-bilang—ISH KOK JUNI DIPUKUL SIH PAK?????!?"

tetangga sebelah |•hswTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang