06

807 23 0
                                    


Berjalan dengan santai menikmati lagu yang terputar menuju parkiran membuat Dhiya tak memperhatikan sekitar hanya menikmati lagu dengan sedikit gerakan kepala.

Seseorang menepuk pundak nya pelan membuatnya menoleh. Dhiya melepas 1 earphone nya. "Kenapa?"

"Pulang bareng mau gak?" tanya nya

"Gak gw mau ke pantai dulu."balasnya.

"Bareng aja ya." dengan mata berharap.

"Kenapa harus sama lo?"

"Karna gw mau."

"Tapi gw bawa motor."

"Gak papa, nanti motornya simpan rumah Evan dulu rumahnya dekat sini kok." ucapnya.

"Yaudahh." balas Dhiya

Dengan semangat lelaki itu jalan mendahalui Dhiya,sesampai di pakiran Dhiya langsung mengikuti arah motor Alif dan sampai dirumah besar dan megah. Dan seseorang tegah menunggu mereka dengan santai.

"Van titip bentar ya." ucapnya.

Dhiya menatap Evan sebentar lalu naik ke atas motor Alif. Selama di perjalanan mereka hanya diam menikmati angin sejuk di kota bandung itu dan mereka sampai.

Dhiya langsung melepas sepatunya membiarkan kakinya menginjak pasir dan duduk di tepi pantai,meningmati suara air yang sangat menengkan. Ingin sekali rasa Dhiya menangis,meluapkan semua rasa yang selama ini dirinya pendam.

Alif tetap memperhatikan apa yang Dhiya lakukan tak banyak bicara,melihat seberapa berat hidup yang Dhiya rasakan. Hingga akhirnya suara isakan keluar dari mulut Dhiya, sunggah Dhiya tak mampu menahan lagi.

Dengan sesengukam Dhiya menarik napas rasanya begitu menyesakkan
"Tuhan,sekali saja ku mohon biarkan,b-biarkan aku tidur sebentar menutup mata ku mengistrahat badan ku." ucap Dhiya dengan terisak.

Alif melihat Dhiya menangis. Kenapa?
Perempuan yang begitu terlihat tenang sekarang tampak kacau. Apa ini?

"Cinta apa yang lo harapkan dari seorang perempuan yang hancur Putra?" tanya Dhiya.

Alif terdiam.

"Apa yang lo harapkan dari sebuah perempuan yang tidak percaya cinta Putra."

Mulut Alif terkunci dengan pertanyaan yang Dhiya lontarkan. Melihat bagaimana mata indah itu tampak kosong,hidung merah bahkan bibir mungil itu tampak bergetar.

"Jangan perna menaruh harapan apalagi cinta,dari seseorang yang hancur dari itu semua." ucap Dhiya.

"Jangan biarkan dirimu masuk kedalam lingkaran hitam yang bahkan lo gak tau seberapa hitam lingkaran itu. Buang harapan lo jauh-jauh Putra."

"Gw mau ikut dalam lingkaran hitam lo Putri." ucap Alif.

"Jangan,disana gelap,suyi,sepi lo gak bakalan betah." jawab Dhiya.

"Tapi gw mau."

Dhiya menatap Alif sebentar lalu tersenyum. Sial! ingin sekali rasa Alif menampar wajah cantik itu. Bagaimana bisa di tengah wajah kosong seperti bisa tetap tersenyum manis.

"Jangan senyum kayak gitu."

"Jelek yaa."

"Gak,tapi rasa nya sangat menyakitkan melihat senyum indah palsu itu."

"Jangan berharap banyak sama gw.Gak akan gw biarin loh masuk dalam hidup gw. Gw sudah biasa sendiri jadi gak perlu siapa-siapa lagi." ucap Dhiya.

"Gw tau lo bohong."

"Tau darimana?"

"Rumah yang lo maksud itu bukan rumah seperti bangunan,tapi rumah yang bisa jadi tempat lo bercerita." balas Alif.

Dhiya terdiam,dan kembali melihat ke arah pantai yang tampak tenang itu.

"Putra. Jangan perna menaruh harapan pada seseorang yang sudah hancur,mau segimana pun lo berusaha untuk memperbaiki dia bakalan tetap kelihatan hancur. Dia punya trauma,punya sakit yang bahkan tidak semua orang sanggup merasakan itu. Jadi pergi ya?" ucap Dhiya menatap Alif.

"Kenapa segitu banget lo sama gw Put?"

"Gw gak mau lo rasain apa yang gw rasain,ini terlalu menyakitkan Putra,gw yakin lo gak bakalan sanggup"lirih Dhiya melihat Putra.

***

Terimakasih yang sudah membaca,meninggalkan komentar dan vote dan maaf cerita ini belum sempurna❤

WHERE MY HOME? (REVISI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang